Perjanjian Ketiga

bomo wicaksono
Chapter #8

Senandung Anak Perempuan

Ruang guru yang sebenarnya sepi itu berubah seratus delapan puluh derajat. Suasananya bagaikan kapal yang mau karam diterjang badai dan ombak besar. Ratri merasa terombang-ambing di dalamnya. Semilir angin berembus pelan membuat sekeliling Ratri berubah menjadi kilatan cahaya yang menyilaukan matanya. Cahaya itu memaksa Ratri untuk memejamkan matanya rapat-rapat. Dan senandung itu terdengar lagi. Senandung seorang anak perempuan.

Senandung itu seperti mau menyeret janin yang ada di dalam kandungan Ratri untuk keluar dari perutnya. Ratri merasakan kontraksi yang semakin kuat dan kulit perutnya bagaikan diiris-iris sembilu. Dia juga merasakan gerakan-gerakan aneh dalam perutnya yang serasa akan merobek-robek kulit perutnya.

"Bayiku mau keluar! Jangan ...! Jangan kau ajak bayiku keluar ...! Siapa kau ...? Arghh ...!!! Jangan ganggu aku! Jangan ganggu bayiku!" Ratri berteriak sekuat tenaga. Tetapi suaranya seperti tertahan di tenggorokan saja. Dia hanya bisa mendesah sambil memegangi perutnya yang terasa mau pecah.

Duh Gusti Alloh ...! Apa yang sedang terjadi pada anakku? jerit Ratri dalam hati.

Dia berusaha mencari pegangan keyakinan agar tidak terseret terlalu jauh menuruti halusinasi pikirannya. Tetapi Ratri benar-benar tidak dapat mengendalikan dirinya. Tubuhnya terguncang hebat. Dan perutnya semakin terasa mau pecah oleh gerakan-gerakan janin di dalamnya. Sementara suara senandung itu bagaikan magnet yang menarik-narik janin dalam kandungan Ratri.

Tiba-tiba muncul sepasang tangan berwarna gelap dengan kuku-kuku runcingnya. Sepasang tangan itu terlihat mengayun-ayun bagaikan membuat guratan untuk merobek perut Ratri. Semakin dekat dan semakin mendekat.

Kress ... kress ...!!!

Dua ujung jari dengan kuku-kuku runcing itu mengenai baju yang dipakai Ratri hingga tembus ke kulit perutnya. Ratri berteriak histeris melihat darah keluar dari dua luka robek di perutnya. Darah itu muncrat ke mana-mana dan sebagian mengenai sepasang tangan gelap itu dan mengubah warnanya menjadi merah darah.

Ratri semakin histeris dan berusaha untuk menutupi lukanya. Tetapi dia benar-benar tidak berdaya untuk menggerakkan tangannya. Tubuhnya seperti terhipnotis dalam keadaan duduk lemah di kursi. Dia hanya bisa melihat sepasang tangan merah darah itu membuka jari-jemarinya di depan perutnya yang terluka. Tangan itu seperti sedang menyambut sesuatu yang akan datang padanya.

Kembali Ratri merasakan perutnya bergejolak hebat dan dua luka robek itu menganga semakin lebar. Darah semakin deras membasahi baju dan mengalir di sekitar lantai ruang guru tempat Ratri duduk di sana.

Tak lama kemudian perlahan-lahan sesuatu keluar dari kedua luka robek di perut Ratri. Sesuatu yang terbungkus selaput putih tipis tapi berlumuran darah itu semakin memanjang dan bergerak-gerak di ujungnya. Terlihat bayangan seperti sepasang tangan bayi dibalik selaput putih tipis itu.

Kress ... kress ...!!!

Tangan merah darah menjentikkan ujung jarinya merobek selaput putih tipis itu. Kini terlihat dengan jelas sepasang tangan bayi keluar dari luka robek di perut Ratri. Tangan bayi itu bergerak-gerak ingin menggapai sesuatu. Secepat kilat sepasang tangan merah darah itu meraih dan menariknya kuat-kuat. Kembali darah keluar dari luka itu dan tumpah berceceran di lantai ruang guru. Perut Ratri serasa mau pecah karena tarikan itu. Kemudian terdengar suara menggema disela-sela suara senandung anak perempuan.

"Aku ingin bayimu ...! Aku ingin bayimu ...!" Berkali-berkali suara itu terdengar membuat bulu kuduk Ratri berdiri dan tubuhnya menggigil ketakutan.

"Pergi kau ...! Jangan ganggu anakku! Kau ... kau sebenarnya tidak ada! Pergi kau ...! Kau tidak ada! Kau tidak ada ...!!!" Ratri berteriak sekuat tenaga mencoba mengusir lelembut yang sedang mengganggunya.

Dia berusaha menyugesti dirinya agar keberadaan lelembut dalam pikirannya bisa hancur berkeping-keping dan meluruhkan halusinasinya. Kali ini suara Ratri terdengar menggema di seluruh ruang guru. Dia berhasil mengembalikan perasaan dan pikirannya.

Lihat selengkapnya