Perjanjian Ketiga

bomo wicaksono
Chapter #12

Kecurigaan Wibi

Cahaya kuning keemasan itu masih melilit di perut Ratri. Perlahan-lahan ujung cahayanya membentuk sebuah kepala ular bermahkota. Mbok Sum dan Wibi tertegun menyaksikan itu semua.

"Sepertinya lelembut ular tunggon itu yang kelak akan mengikuti kelahiran anakmu. Terjawab sudah mengapa simbokmu ini selalu menganjurkan kalian untuk menebus kesalahan kalian waktu itu." Mbok Sum memandang tajam pada Wibi.

"Sudahlah, Mbok! Kalau kejadian itu dianggap kesalahan kami, kenapa juga bancakan dan sesajen yang simbok buat bisa menghentikan para lelembut yang mengejar Ratri? Ada apa sebenarnya, Mbok?" Tanpa rasa takut Wibi bersuara keras pada Mbok Sum sambil membalas tatapan matanya.

Anak ini, sepertinya sudah menaruh kecurigaan padaku. Sejenak Mbok Sum terdiam mendengar pertanyaan Wibi.

"Ya sudah kalau kamu tidak mempercayai perkataan simbok. Kalian tanggung sendiri akibatnya." Mbok Sum segera pergi meninggalkan Wibi.

Wibi kembali memperhatikan keadaan Ratri. Dilihatnya beberapa kali ular cahaya itu mengelilingi perut Ratri sebelum masuk ke dalam melalui pusarnya. Ratri merasakan hawa sangat dingin menusuk pusarnya. Dan dia melihat ular cahaya itu perlahan masuk ke dalam perutnya. Sesaat kemudian Wibi berhasil meraih tangan Ratri dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh ke lantai.

Lelembut ular tunggon itu berhasil masuk ke perut Ratri. Itu semua terjadi di depan mata Wibi tanpa bisa dia cegah. Apa yang pernah dikatakan oleh Mbok Sum akan menjadi sebuah kenyataan bahwa kelahiran anak kedua Wibi kelak akan diikuti oleh lelembut yang kini telah berada dalam perut istrinya. Apa yang baru saja dialami Wibi telah menciptakan halusinasi dalam kehidupan nyata tanpa bisa dia hindari lagi.

Wibi segera membopong tubuh istrinya menuju tempat tidur. Dia membaringkan tubuh tak berdaya itu dan membungkusnya dengan selimut. Sesekali terlihat tubuh Ratri sedikit bergetar seperti menahan hawa dingin yang masih ada di tubuhnya. Matanya terpejam, tetapi bola matanya bergerak cepat seolah-olah sedang melihat sekelilingnya.

Sementara itu Wibi hanya bisa duduk termenung menunggu kondisi Ratri pulih kembali. Dia memikirkan kejadian-kejadian misteri yang telah menimpa istrinya. Setelah suara senandung yang mengganggu Ratri kini Wibi berhadapan secara langsung dengan salah satu lelembut yang selama ini hanya dia yakini saja tanpa pernah dia lihat sendiri wujud dan keberadaannya. Ular tunggon, lelembut penunggu kebun belakang rumahnya, muncul ke alam manusia dan mengganggu kehidupan keluarganya.

Wibi tak habis mengerti dengan situasi ini. Setelah dilanggarnya pantangan bepergian pada hari Selasa Kliwon dulu mengapa lelembut selalu mengganggu Ratri dan anak dalam kandungannya meskipun Mbok Sum selalu rutin membuat bancakan dan sesajen untuk meredam kemarahan lelembut tersebut.

Apakah ini karena aku dan Ratri tidak meyakini tradisi dan ritual sesajen para leluhur? Mengapa juga Simbok selalu mendesak Ratri agar mau melaksanakan sesajen? Apakah semua ini ada hubungannya dengan tampah kecil itu dulu?

Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk dalam otak Wibi. Dia pun teringat pada tampah kecil untuk sajen baurekso penunggu kampungnya yang disimpan Mbok Sum di dalam kamar.

Akhirnya Wibi sampai pada kesimpulan sementaranya untuk memecahkan persoalan yang sedang menimpa keluarganya. Mbok Sum! Ya, Mbok Sum! Perempuan tua dengan wajah awet mudanya pasti menyimpan rahasia dibalik peristiwa mistis ini.

"Mas ..., Mas Wibi ...." Tiba-tiba terdengar suara lirih dari mulut Ratri.

"Ratri, kamu telah sadar, Rat?" Wibi memperhatikan istrinya.

Ratri masih memejamkan mata meskipun dari mulutnya terdengar lirih suaranya. Wibi menggenggam tangan Ratri. Suhu hangat tubuhnya mulai terasa. Dan perlahan-lahan Ratri membuka kedua matanya.

"Mas, aku merasa capek sekali. Apa yang telah terjadi dengan diriku?" tanya Ratri sambil meraba-raba perutnya. Setelah itu dia mencoba untuk bangun dan duduk.

"Sepertinya ada lelembut yang mengganggumu lagi," jawab Wibi sambil memegang tubuh Ratri untuk membantunya duduk.

"Iya, Mas, aku ingat sekarang. Dan lelembut ular tunggon itu berhasil masuk dalam perutku."

"Jangan buru-buru mengambil kesimpulan seperti itu, Rat."

Lihat selengkapnya