Perjanjian Ketiga

bomo wicaksono
Chapter #19

Sungsang

Ratri duduk di tepi pembaringan di dalam kamarnya. Pantatnya masih terasa sakit akibat benturan dengan aspal waktu dia jatuh dari sepeda motor bersama suaminya. Sementara Wibi merebahkan tubuhnya di sampingnya. Tidak ada yang terluka dalam kecelakaan itu. Termasuk kandungan Ratri meskipun mengalami guncangan.

"Bagaimana dengan kandunganmu, Rat? Apa terasa sakit?" Wibi memperhatikan Ratri. 

Ratri hanya menggeleng. Sejenak mereka terdiam larut dalam pikiran masing-masing.

"Mas, apa yang telah dilakukan Simbok di pohon asem tua itu, ya? Mungkin kecelakaan yang baru saja kita alami ini akibat dari itu semua." Ratri menarik napas panjang sambil mengelus-elus perutnya.

"Dugaanku makin kuat kalau Simbok mempunyai maksud tertentu padamu, Rat. Tapi kita belum punya cukup bukti." Pandangan mata Wibi menerawang ke langit-langit kamar.

"Mungkin apa yang dikatakan Simbok selama ini benar, Mas. Kita yang telah melanggar pantangan leluhur. Dan kita juga yang harus menebus kesalahan itu. Jadi aku harus menuruti apa kata Simbok, Mas."

"Sabar dulu, Rat. Jangan mudah menyerah begitu. Menebus atau tidak, kamu tetap akan menjadi korban. Tapi dengan menebus dan menjalankan ritual sesajen malah akan mempermudah lelembut itu menguasaimu." Wibi menatap dalam-dalam mata Ratri. Ada getar gelisah dan rasa putus asa yang dalam di sana. Setelah kejadian itu sepertinya sugesti Mbok Sum tentang lelembut dan sesajen telah tertanam dalam hati kecil Ratri. 

Keesokan harinya Wibi membawa Ratri untuk kontrol rutin di Rumah Sakit dengan harapan tidak terjadi hal-hal yang tidak mereka inginkan karena kecelakaan itu. Dan kehamilan serta proses kelahirannya kelak dapat berjalan dengan lancar. Tetapi Tuhan berkehendak lain. Tapi dari hasil USG diketahui bahwa posisi bayinya tetap sungsang. Kepala bayi di atas dan leher bayi terbelit tali pusat sebanyak dua lilitan. 

"Menurut buku riwayat pemeriksaan ini, bulan keenam posisi bayi sudah normal, kepala sudah mengarah ke jalan lahir. Tapi bulan ketujuh kepala bayi kembali ke atas, posisi sungsang. Sebenarnya bulan kedelapan dapat kembali normal. Tapi ini posisi bayi tetap sungsang," kata dokter sambil membandingkan dengan dua gambar foto USG bulan lalu.

"Apakah jatuhnya istri saya dari motor menyebabkan posisi bayinya tidak bisa kembali normal, Dok?" tanya Wibi.

"Sepertinya itu bukan penyebabnya." Sang dokter kembali memperhatikan foto USG bulan ketujuh dan kedelapan. 

"Pada bulan ketujuh ada lilitan usus di leher bayi, meskipun tidak terlihat jelas, yang menyebabkan posisi kepala bayi kembali ke atas. Dan lilitan usus itu terlihat jelas pada foto USG bulan kedelapan ini," kata dokter. 

Wibi dan Ratri pun ikut memperhatikan foto USG tersebut. Tetapi apa yang dilihat oleh Ratri menjadi tanda tanya besar baginya dan mungkin akan dianggap sebagai halusinasi saja oleh Wibi. "Mas, di foto USG itu seperti ada ular yang melilit di leher anakku." Ratri memperhatikan foto itu dengan saksama, "aku ingat kejadian ular tunggon yang masuk ke perutku waktu itu. Aku takut terjadi sesuatu dengan bayiku. Bagaimana menurutmu, Mas?"

"Memang mirip ular, Rat. Tapi kita berpikir positif saja agar tidak terus terpengaruh dengan perkataan Simbok." Wibi mencoba mengalihkan perhatian Ratri.

"Apakah bayiku kelak dapat lahir dengan selamat, Dok?" tanya Ratri.

"Ibu tidak usah khawatir. Posisi sungsang memang merupakan suatu kelainan. Asalkan bayinya sehat, dengan operasi cecar masih aman untuk mengambil bayi ibu," kata dokter. Sejenak suasana hening. Sang dokter pun tak bisa berbuat banyak karena dari foto USG memang terlihat bayi Ratri dalam keadaan sungsang.

Dan siang itu ruang periksa pasien terasa panas bagi Ratri. Karena sugesti Mbok Sum tentang lelembut yang selalu mengganggunya semakin mencengkeram pikirannya. Ratri semakin gelisah. Perasaan takut semakin membelenggu hatinya. Pandangan matanya bergerak-gerak cepat memperhatikan sekeliling ruangan. Tiba-tiba dia melihat bayangan seorang anak berpakaian putih berkelebat mengikuti ke arah mana matanya memandang.

"Mas ... ada anak itu lagi dibalik jendela," kata Ratri ketakutan sambil memalingkan wajahnya ke arah Wibi. Wajahnya terlihat pucat.

Lihat selengkapnya