"Gaok ... Gaok ..." suara burung gagak terbang berputar-putar diatas gubuk kecil yang berada ditengah hutan.
Pohon besar hanya diam membisu, seakan terhipnotis asap kemenyan membumbung tinggi keluar dari celah atap jerami. Sinar redup cahaya rembulan terhalang serpihan awan hitam, makin menambah mencekam sekitar.
"Gukkk ... Gukkk ..."suara anjing hutan seram terdengar dalam kesunyian gelap malam.
Sorot cahaya lampu teplok kecil terlihat dari kejauhan tergantung ditiang depan gubuk reot, semua dindingnya terbuat dari potongan bilah bilik bambu.
Hanya satu ruang, tiada ruangan lain lagi saat masuk sudah disambut dengan berbagai macam jenis kepala binatang yang sudah diawetkan. Cahaya gelap samar penerangan tegas perlihatkan sosok wanita berpakaian serba hitam berdiri membelakangi pintu masuk.
Asap kemenyan pendupaan mengepul memenuhi ruangan seakan bertambah pengap ketika jari jemari hitam memutari asap pendupaan. Tidak tampak terlihat jelas siapa sosok wanita itu, karena tersamar dengan cahaya gelap.
Tangan wanita itu mengambil boneka yang terbuat dari jerami, tersirat rasa marah pada raut wajah sosok wanita itu. Boneka jerami di putar-putarkan diatas asap kemenyan pendupaan semakin mengepul asapnya. Seorang wanita muda duduk dibelakang berharap cemas melihat apa yang sedang dilakukan wanita yang ada di depannya.
Cahaya samar lampu teplok mulai sedikit menerangi wajahnya sosok wanita, yang adalah Mak Kusnira. Wanita prilaku kejawen hitam langsung menusukan sebilah keris pada perut boneka jerami sedikit mengeluarkan darah muncart kewajah Mak Kusnira.
Semakin tersirat rasa kemarahan dari raut wajah Kusnira terus menusukan semakin dalam keris sampai tembus kedalam perut boneka jerami. Tidak tampak jelas siapa wanita muda yang mulai tersenyum melihat Mak Kusnira berhasil menusukan kerisnya sampai tembus pada boneka jerami.
"Akh ... Akhhhhh ..." teriak tidak tahan kesakitan Diana Lasih sedang menahan sakit pada perutnya yang semakin membuncit, seakan mau meletus. Seperti ada sesuatu didalam perutnya yang akan meledak.
Diana turun dari dipan, seketika terjatuh karena semakin sakit yang di rasakannya.
"Mel, Meliana ...!" suara serak teriakan menahan sakit Diana memanggil Meliana, anaknya yang tidak kunjung datang.
Rasa sakit semakin di rasakan Diana, perut semakin besar membuncit, uratnya semakin jelas terlihat. Diana beranjak bangun menarik sprei sontak digigitnya seraya mengurangi rasa sakit.
Peluh makin membaluti wajahnya makin tidak tahan menahan sakit. Sontak malahan terjatuh Diana kelantai karena saking tidak kuat menahan sakit.
"Brak ... Brak ...." jendela kamar tertutup terbuka sendiri. Hinggap burung gagak hitam disela jeruji jendela hanya bertengger diam perhatikan Diana semakin menahan kesakitan.