"Keinginan adalah bara api; sekali kau mendekat, kau tak akan pernah bisa lepas dari kobarannya."
Pedalaman Sulawesi, 1940
Mbah Karto duduk di tepi sungai, matanya memandangi arus air yang tenang namun terasa mencekam. Pertemuannya dengan Ode Badha, wanita misterius yang penuh daya tarik, telah mengguncang hatinya. Ia masih bisa mengingat sorot mata kuning yang bersinar tajam dan suara lembut yang menggema seperti mantra di telinganya.
Hari itu, saat langit mulai gelap dan suara alam terasa semakin sunyi, Ode Badha muncul lagi. Kali ini, ia mengenakan kain merah keemasan, tubuhnya seolah menyatu dengan bayangan malam. Wajahnya memancarkan kharisma yang sulit dijelaskan, antara keindahan dan ketakutan.
"Selamat malam, Karto," sapanya dengan senyum tipis yang membuat jantung Karto berdebar.
"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Karto, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang meski kegelisahan menguasainya.
Ode Badha berjalan mendekat, langkahnya begitu ringan sehingga seolah-olah ia melayang. "Aku tidak menginginkan apa pun darimu. Tapi aku tahu apa yang kau inginkan."
Karto mengernyit. "Apa maksudmu?"
"Kesepian, Karto. Itu adalah kelemahanmu. Aku bisa melihatnya di matamu. Kau merindukan keluargamu, merindukan kehidupan yang penuh arti. Kau ingin lebih dari sekadar menjadi prajurit yang dilupakan oleh sejarah."
Kata-kata Ode Badha menghantam hati Karto seperti palu. Ia memang merasakan semua itu, tapi bagaimana mungkin wanita ini mengetahuinya?