Perlahan dua buah kelopak mata terbuka, semakin jelas Naya terkejut, ia melihat sekeliling hanya sabana yang luas dengan angin yang menyapu helaian rambutnya. Dari kejauhan seorang pemuda dengan pakaian serba hitam menatapnya.
"Naya..." Suara berat yang samar kembali mengejutkannya, gadis itu merasakan ada nafas yang berhembus di balik lehernya, saat ia membalikan badan seketika matanya terbelalak. Ia menatap langit-langit kamar dengan nafas yang tak beraturan, di sampingnya Riska menggoyangkan lengannya, menyuruh Naya bangun dan segera bersiap untuk ke mesjid.
Setelah memastikan Naya terbangun Riska lalu menghampiri Lea dan Zia yang masih saja lengket di kasur.
04.40 subuh
Di bawah langit abu, para santri senior telah beri'tikaf di mesjid dari sejam yang lalu. Sementara itu beberapa santri junior terlihat berlarian menuju mesjid, termasuk Riska yang harus menyeret Lea dan Naya yang masih setengah sadar. Di belakang Zia yang juga masih sempoyongan malah jongkok, Riska yang mengetahuinya segera kembali dan menarik gadis berwajah tegas itu.
Pada akhirnya mereka sampai di mesjid setelah adzan selesai. Pagi itu setelah Shalat Subuh kegiatan dilanjutkan dengan tadarus bersama, lalu ceramah dari Kang Firman.
Hari-hari dilalui Naya tanpa semangat, awalnya ia hanya berusaha mengikuti peraturan dan kegiatan seperti mengalir begitu saja. Namun, setelah beberapa hari ia mulai merasa lelah karena harus bangun subuh, mengaji sampai pagi, masuk kelas, cuci baju sendiri tanpa mesin cuci, piket masak, bahkan piket bersih-bersih.
*****
Pagi itu di hari minggu, setelah selesai mengaji mereka kembali ke kobong.
"Temen-temen seperti biasa hari ini jadwal kerja bakti. Kalian bisa istirahat selama 1 jam, aku mau rapat dulu sama santri senior lainnya, jangan lupa bersiap-siap ya." Riska beranjak pergi, setelah pintu tertutup Naya merebahkan diri di kasur dan tanpa sadar terlelap.