Di sebuah kamar yang tak begitu besar seorang laki-laki tengah membaca kitab di atas meja. Tak lama sebuah notif muncul di smartphone-nya. Laki-laki itu membaca pesan yang sampai padanya.
"Aron, ini Naya. Soal pertanyaanmu dulu iya aku diganggu temanku juga, aku butuh bantuanmu. Kita ketemu di deket gerbang kuburan aku tunggu, sekarang!"
Membaca itu Kang Firman marah, ia benar-benar tak habis pikir dengan kebadungan tiga santri itu. Bahkan sekarang mereka mulai menggoda santriwati. Laki-laki berwajah tegas itu segera bergegas menuju kobong santri.
*****
Zia dan Lea duduk-duduk santai di bawah pohon, sedangkan didekatnya beberapa orang sibuk keluar masuk bangunan yang dikhususkan sebagai dapur umum. Riska yang tengah memasak nasi di luar melihat mereka, ia lalu menghampiri.
"Kok kalian di sini? Hari ini kan bukan jadwal kalian masak."
"Kita gak betah di kobong, takut. Apalagi gue masih kebayang yang semalem. Serem banget." Zia menjawab dengan wajah yang muram.
Riska hanya menghela nafas dan mencoba memahami, "Kalo Naya di mana?"
"Tadi sih di kamar." Kini Lea yang menjawab.
"Kenapa gak kalian ajak sekalian, kan kasian sendirian di sana."
"Justru itu, kita ke sini karena menghindari Naya. Sejujurnya kita lebih takut sama Naya soalnya hantunya mirip dia."
"Setuju, kalo gue sih curiganya ada sesuatu sama Naya, mungkin sebelum ke sini dia pernah nabrak kembarannya sampe meninggal dan arwahnya ikut ke sini, makanya hantunya mirip Naya."
"Diem Leaa, dari tadi teori lo itu gak berdasar. Kalo emang ceritanya kayak gitu, si Naya gak mungkin tenang-tenang aja diem di sini. Minimal ada rasa cemas atau rasa bersalah." Zia mulai kesal dengan teori Lea yang semakin liar.
"Siapa yang meninggal?" Ustadzah Halimah yang rupanya sempat menguping menghampiri mereka.
Setelah mencium tangan Ustazah Halimah, Lea lalu memberi penjelasan, "Enggak Ustazah kami cuma berasumsi aja, hehe."