Temaram senja mengguratkan cahaya kemerahan di ufuk barat. Suara adzan Magrib berkumandang menandakan bahwa malam segera datang. Saat itu santri dan santriwati mulai berbondong-bondong ke mesjid guna menunaikan ibadah wajib umat islam.
Di kamar Riska dan Lea sudah bersiap, sedangkan Naya yang ternyata datang bulan pas Ashar tadi hanya diam memperhatikan. Tak lama Zia datang dari WC.
"Gaes gue dapet barusan." Wajahnya terlihat kecewa.
"Yaudah kamu di sini aja sama Naya." Jawab Riska.
"Tapi..." Zia menatap Naya.
"Gak usah takut, justru setan suka kalo manusia bermusuhan. Lagian juga hantunya kan yang mirip Naya bukan Naya yang jadi hantu." Riska berusaha meyakinkan Zia, sedangkan gadis itu masih terdiam.
"Aku bukan hantu Zi, atau kalo kamu masih takut pintunya dibuka aja jadi kalo ada apa-apa kamu bisa langsung lari." Naya menambahkan sembari menatap teman sekamarnya itu.
Mendapat jawaban demikian Zia semakin tak enak hati. Ia memang berniat menjaga jarak dari Naya, tapi tidak seterang-terangan ini juga. Situasinya membuat ia terlihat jahat. "Iya, aku juga mau ngapalin nadhom buat besok kok." Akhirnya gadis itu berbicara dengan senyum yang dipaksakan.
Setelah Riska dan Lea pergi. Zia membuka buku catatannya, sedangkan Naya yang mulai mengantuk mencoba merebahkan diri.
Naya membuka matanya, ia melihat sekeliling tempat yang sama lagi, rerumputan, langit, angin dan, gadis itu mencari sosok laki-laki berpakaian hitam yang selalu ada menatapnya. Tetapi kali ini ia tak menemukannya. Saat masih mencari tiba-tiba ia mendengar sebuah bisikan, "Aku di sini." Naya membalikan badan dan sosok itu mencengkram pundaknya.
Naya terbangun, tetapi anehnya ia berada di lorong kobong. Gadis itu segera berdiri dan masuk ke kamarnya.