PERJANJIAN

Tira Riani
Chapter #14

Perjalanan Ghaib

Gerimis yang masih juga membasahi bumi bahkan hingga sore hari menambah suasana muram. Semua orang menunggu dengan cemas, tepat pukul 16.30 sebuah mobil datang dan parkir di kediaman Pak Kiyai. Tiga puluh menit setelah kepulangannya seseorang datang ke Kantor dan menyampaikan bahwa Pak Kiyai memanggil Kang Firman dan Ustadzah Halimah. Mengetahui itu Kang Firman segera memberi tahu Aron, sedangkan Ustazah Halimah mengabarkan kepada orang tua Naya yang masih berada di kobong.

Semuanya pun berkumpul di rumah Pak Kiyai kecuali Zia dan Lea yang lagi-lagi ditugaskan untuk menjaga Naya. "Tadi pagi saya ditelpon Firman, katanya ada hal mendesak di pesantren." Pak Kiyai membuka percakapan. Setelah itu Kang Firman menceritakan segalanya.

Lalu Ustazah Halimah juga memperkenalkan orang tua Naya dan menyambung menceritakan rahasia keluarga yang kemungkinan berhubungan dengan semua yang terjadi di pesantren. Mendengar itu Aron, Ronal dan Dion sangat terkejut. Sementara Pak Kiyai berusaha meresapi dan memahami situasinya.

Kang Firman lalu membuka sebuah sapu tangan yang berisi batu permata dan menyerahkannya kepada Pak Kiyai. "Ini permata merah yang dimaksud Pak Kiyai."

Ibu terkejut melihatnya, "Itu dapet dari mana batu permatanya?"

Aron lalu menjawab, "Di kuburan Bu, saya menemukannya di dekat Naya, lalu batu itu disimpan Lea di kobong santriwati."

"Ada apa Bu?" Ustadzah Halimah berusaha meminta penjelasan.

"Ustadzah batu itu media Jin pesugihan keluarga saya. Saat neneknya Naya meninggal batu itu tiba-tiba saja menghilang dari petinya padahal tadinya mau dikembalikan ke gunung tempat asalnya."

"Seperti yang telah Ibu jelaskan tadi kalau benar Jin itu mengincar Naya, sepertinya dia memang mengikuti kemanapun anak Ibu pergi."

"Lalu kita harus gimana Pak Kiyai saya harus gimana biar Naya bisa terbebas dari Jin itu?" Ibu kembali menangis, Ayah hanya bisa menenangkan.

"Ibu tenang dulu semuanya pasti ada jalan keluarnya. Insyaallah nanti malam ba'da Isya kita akan melakukan ruqyah. Sebelumnya bagi yang ingin ikut mantapkan hati dulu, serahkan semuanya kepada Allah jangan ragu dan perbanyak berdzikir." Semuanya mengangguk, lalu Pak Kiyai memberi isyarat kepada Kang Firman. Pemuda itu mendekat dan terlihat mengangguk-ngangguk.

*****

Jarum jam terlihat begitu cepat berlalu di mata Ronal, ia mulai gugup apalagi Dion yang dari tadi terus saja bolak balik.

"Kalau kalian ngerasa takut sebaiknya jangan ikut. Kata Pak Kiyai juga jangan ada keraguan, kalian tunggu saja di sini."

"Gak bisa!" Keduanya menjawab dengan kompak.

"Gimana mungkin kita membiarkan teman kita berjuang sendiri. Lo juga mau diruqyah lagi kan, ditutup mata batinnya?"

Aron hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Dion.

"Nah, kita sebagai sahabat sehidup sesurga harus menerapkan solidaritas yang tinggi."

"Betul, kita cuma gugup dikit aja. Ini juga lagi menenangkan diri dulu ya kan Nal?" Ronal mengangguk setuju dengan Dion.

Mendengar itu entah mengapa Aron mulai berkaca-kaca, ia lalu memeluk dua sahabatnya itu. Di luar Kang Firman yang mendengar hanya tersenyum, tak menduga anak-anak yang terkenal badung itu ternyata punya kesetiakawanan yang tinggi. Ia lalu masuk membuat ketiganya salah tingkah dan malu.

Lihat selengkapnya