Ini adalah pagi cerah untuk seseorang yang sedang membersihkan make-up. Bagaimana tidak, Elvan baru sadar jika seseorang yang bernama Erick tidak memesan hotel disini. Bisa-bisa reputasinya hancur karena kesalahpahaman.
"Sialan, gue belum sempet nyewa motor balap." Elvan mendengus sembari memasukkan sarung tangan, foot protector, jaket, dan sepatu kets berwarna hitam miliknya. Lalu turun ke lobi dilantai satu, sekaligus check out.
Elvan memasukkan semua barang yang dibutuhkan saat balapan nanti kedalam tas. Kemudian mengunci pintu hotel dan pergi ke lift. Di lift, ia berpapasan dengan gadis yang memakai kacamata hitam. Lagi-lagi ia merasa tak asing dengan perempuan itu. Tetapi ia diam saja, dan hening didalam lift mulai berlangsung.
Kini, lift sudah sampai di lantai 1. Elvan keluar, bersamaan dengan gadis itu. Ia checkout dan pergi meninggalkan hotel dan menuju arena balapan.
***
"Erick, kau darimana?! Ini adalah lima menit sebelum balapan dimulai!" Daniel menggeleng-gelengkan kepalanya. Elvan mengedikkan bahu, lalu dengan santai ia masuk ke dalam Race. Sorak-sorai ratusan ribu orang mulai meneriaki nama indahnya.
"ERICK! DIA ADA DISANA!" Kaum adam maupun hawa berteriak histeris. Elv- ah, maksudku, Erick tahu seberapa kerasnya pita suara mereka untuk menunjukkan seberapa sayangnya mereka kepada Erick.
Erick menaiki motor balapnya, kemudian memakai helm. Ternyata dari jauh-jauh hari Daniel sudah menyewa motor balap untuk kuota 15 pembalap yang akan bermain sebagai lawan di arena nanti.
Seorang perempuan dengan bendera ditangan mulai mengayun-ayunkan tongkat benderanya, pertanda balapan akan segera dimulai. Erick was-was dan mulai menyalakan mesin motor balapnya. Nafasnya terengah-engah karena takut disaingi oleh pembalap lainnya. Jantungnya berdegup kencang saat perempuan itu mulai menggoyangkan benderanya keatas.
Erick melihat kekanan dan kiri, memastikan lawannya lengah. Tetapi, yang ia lihat adalah lawan yang tatapannya setajam elang, melihat kearah bendera.