Sung A sudah lama sekali tidak menulis, membuatnya bosan jika hanya mempelajari aturan kerajaan. Dan ketika dirinya bosan, maka mertuanya itu selalu memintanya untuk merajut sebuah bunga atau burung, atau bahkan gambang-gambar yang bagus. Padahal Sung A sama sekali tidak terlalu mendalami itu. Sedangkan menulis ialah hobbinya. Yang bisa membuat apa saja dalam hatinya bisa tersampaikan semua dalam novel yang dibuatnya. Seperti sekarang ini, gadis itu sedang memangku tangannya di meja ruangannya. Tangan kanannya dijadikan sebagai penyangga dagunya. Otaknya sudah mengarah kemana-mana, terutama ketika kejadian suatu malam dimana dirinya dan Putra Mahkota melakukan hubungan suami istri.
Flashback
Sebuah penerangan remang-remang yang berasal dari warna api kecil yang dinyalakan dalam lilin kuning yang amat besar itu, menyaksikan segala kegiatan mereka berdua. Keduanya tengah asik bercumbu dibalik tirai putih yang tipis. Bahkan jika ada salah satu Dayang yang mencoba masuk pun akan mengetahui mereka sedang melakukan apa di balik tirai tersebut.
Satu per satu pakaian dari si gadis dilepaskan oleh si lelaki dengan otot lengan yang kekar itu. Seakan tak berdaya, gadis itu tak sedikitpun menolak setiap sentuhan dari suaminya. Melupakan masalahnya dengan Sang Suami yang sempat membuatnya berdebat dengan lelaki kekar ini. Matanya memejam, menikmati sentuhan suaminya. Sang suami mulai meremas balon yang menggantung di dada istrinya dengan lembut, seakan tak ingin sedikitpun istrinya merasakan sakit.
Terbuai dengan sentuhan tersebut, bahkan gadis itu tak terasa sudah semakin erat pula meremas baju yang dikenakan Sang Suami. Ikut melepaskan satu per satu baju suaminya. Seakan tak mau kalah dengan perlakuan suami padanya. Sang suami mempersiapkan lebih dulu liang milik istrinya dengan memasukkan satu jari, jika sudah siap, maka akan dimasukkan senjata miliknya pada liang Sang Istri.
Inilah, saat-saat dimana Sang Istri kesakitan karena tersentak. Darah keluar dari liang istrinya. Didiamkannya sebentar karena tak tega melihat Istrinya kesakitan, kemudian dilanjutkannya kembali kegiatan tersebut hingga keduanya mengeluarkan cairan putih secara bersamaan dan menyatu di liang Sang Istri.
Hangat, itulah yang mereka berdua rasakan. Keduanya tidak hanya melakukan 1 kali, namun berkali-kali hingga rasa lelah melanda dan mulai tertidur.
Flashback END
"Bisa-bisanya aku malah mengingat moment itu? Astaga..." Keningnya diutur sebentar, kemudian datanglah Dayangnya yaitu Woojung yang membawa makanan karena sudah waktunya makan siang.
"Putri Mahkota, makanan sudah siap, boleh aku masuk?"
"Ya! Masuklah!" teriaknya.
Woojung masuk ke dalam dengan membawa beberapa menu makanan dalam satu meja bundar yang di bawanya.
"Woojung-ah, aku sepertinya tidak akan menghabiskan makanan kali ini,"
"Kenapa? Ini makanannya enak semua lho, ada semur ikan tuna, danmuji, tahu dari Jepang, dan masih banyak lagi,"
"Aku sedang tidak ingin makan banyak," Putri Mahkota Sung A mengubah posisi tangan kanannya untuk dijadikan tumpuan pada kepalanya.
Menghadap kerah kiri, meskipun masih berbicara dengan Woojung. Woojung menekuk bibirnya ke bawah melihat sahabatnya yang sudah menjadi Putri Mahkota ini tidak bersemangat makan.
"Kau harus tetap bersemangat, Putri Mahkota. Kau kan belum mempelajari semuanya tentang aturan kerajaan. Aku tahu, kau lelah, tapi beristirahatlah sejenak, kemudian bersemangat kembali,"
"Semenjak menjadi Putri Mahkota, aku seperti bukan diriku, Woojung," Putri Mahkota kembali duduk tegak menghadap Woojung yang masih menjadi pendengar setianya.
"Kenapa kau berbicara begitu? Kau tetap Sung A yang aku kenal,"
"Tapi Sung A yang kau kenal itu seorang penulis, Woojung. Dan sekarang aku sudah bukan lagi seorang penulis novel,"
"Semenjak tinggal disini, aku sama sekali tidak ada waktu untuk menulis novel. Jangankan novel, menulis puisi yang baitnya sedikit pun tidak. Seakan tidak ada waktu untuk itu karena disibukkan mempelajari aturan kerajaan. Aku seakan kehilangan hobi yang selama ini kugemari, kupertahankan untuk bisa memperoleh uang dan makan. Aku seolah kehilangan sosok diriku, jati diriku yang sebenarnya," Sung A tersenyum kecut meratapi nasibnya.