Hari ini, Putra Mahkota sangat bahagia dengan membawa alat tulis dan beberapa lembar kertas buram yang dibawa di kedua tangannya. Dengan santai berjalan menuju ruangannya tanpa peduli dengan penglihatan banyak orang ke arahnya yang seakan mengintimidasi hanya karena dirinya yang membawa alat tulis tadi.
"Aku akan memberikannya pada Putri Mahkota." Senyum itu masih sangat awet hingga sebuah suara sedikit mengejutkannya.
"Mau diberikan pada siapa itu? Padaku ya?" Ada seorang gadis bangsawan yang merebut alat tulis yang dibawa Putra Mahkota tadi.
Siapa lagi jika bukan Putri Chaera. Dengan sikap kekanakannya yang membuat Putra Mahkota jengah ini, selalu saja berbuat ulah supaya mendapatkan perhatian dari Putra Mahkota. Mungkin baginya ialah sebuah candaan taoi tidak bagi Putra Mahkota yang moodnya menjadi berubah.
"Putri Chaera? Ada apa lagi? Itu milikku, kembalikan!" Menangkap alat tulis yang disembunyikan di balik punggung gadus di hadapannya ini.
"Eitts! Tidak semudah itu, Yang Mulia, hahahahaha." Putri Chaera berlari menjauhi Putra Mahkota yang juga mengejarnya.
Alat tulis itu sengaja ingin di erikannya pada Istri sahnya supaya tidak jenuh berada di istana. Tapi malah diambil oleh orang lain. Ya orang lain, Putri Chaera belum menjadi siapa-siapanya Putra Mahkota. Gadis itu terus berlari sambil menjinjing rok bawahan hanboknya berwarna ungu muda.
Bersembungi di balik pohon persik yang masih kecil, kemudian Putra Mahkota yang mengejarnya dengan ekspresi yang tak kalah bahagia pula. Meskipun dengan seorang teman, tetap saja Putra Mahkota harus menjaga sikap untuk berekspresi bahagia jika seorang teman mengajaknya bercanda. Meskipun candaan itu sama sekali tidak lucu menurutnya.
Takutnya, bisa memicu terjadinya banyak gosip dan rumor yang belum jelas kebenarannya. Apalagi ini di sekitar istana, semua orang bisa melihat termasuk para Dayang dan Pelayan. Mereka masih saling mengejar hingga sampai di sebuah paviliun dekat dengan sungai yang airnya jernih.
"Hahahaha, cukup, Putra Mahkota. Aku lelah," Putri Chaera mengeluh dengan merebahkan tubuhnya di lantai paviliun tersebut.
"Kau yang berbuat ulah, Putri Chaera. Yap! Dapat!" dengan senyum puasnya, Putra Mahkota langsung menangkap alat tulis itu dengan gerapakan gesitnya. Putri Chaera sudah memasang ekspresi wajah kesalnya dengan bersedekap dada.
"Kau curang, Putra Mahkota."
"Heyy, siapa yany curang disini, huh? Kau atau aku? Kau yang mencuri alat tulisku, hahaha. Rasakan itu."
"Memangnya untuk siapa sih semua itu?"
"Ini? Untukku," bohongnya pada Putri Chaera.
"Dan ... "
"Untukku kan?" Dengan percaya dirinya mengajukan diri, Putri Chaera menatap penuh harap.
"Untuk Istri sahku, Park Sung A."
PYAR!
Seperti ada yang pecah, namun bukan gelas maupun piring, melainkan hati Putri Chaera yang tidak terima Putra Mahkota selalu mengutamakan Sung A dibandingkan dengannya yang sudah berteman lama. Cemburu? Jelas, rasa apa yang dia alami selain iri dan cemburu? Bibirnya berubah maju ke depan, merasa cemburu dengan ucapan Putra Mahkota.
'Apa sih kelebihan si Sung A itu? Sampai Putra Mahkota lebih mengutamakannya? Dia aja dari rakyat biasa, bukan gadis bangsawan. Kenapa Putra Mahkota tetap seperhatian itu padanya?' Putri Chaera hany berbicara dalam hati saja.
"Sampai nanti, Putri Chaera!" Putra Mahkota melambaikan tangan pada gadis bangsawan tersebut dengan senyum yang memperlihatkan gigi-gigi putihnya. Hanya dibalas Putri Chaera dengan sedikit senyuman saja. Ia masih memikirkan sesuatu.