Malam hari ini, Putra Mahkota mengajak Sung A untuk keluar dari istana melihat udara segar di malam hari yang sesungguhnya dengan bebas. Mereka sudah bersiap dengan pakaian penyamaran. Keduanya menganakan hanbok bangsawan. Sung A bahkan hanya mengenakan tusuk konde dari permata berwarna putih yang agak kusam. Dengan hanbok atasan berwarna hijau muda dan bawahan berwarna merah muda layaknya bangsawan. Sedangkan Putra Mahkota mengenakan hanbok berwarna cream dan topi bundarnya berwarna hitam disertai manik-manik bangsawan. Keduanya melewati pintu belakang Istana supaya tidak diketahui oleh Prajurit kalau mereka keluar diam-diam.
"Ayo kita harus melihat acara tarian yang sangat unik di dekat pasar," pasar jika ada suatu acara-acara seperti ini, malam pun akan selalu buka. Namun jika tidak ada, maka akan sepi seperti waktu para Prajurit suruhan Selir Shin berusaha mencari Yoon Dong Wan.
"Iya, aku sangat merindukan udara luar seperti ini," Sung A menghirup udara sambil memejamkamn matanya, kemudian menghembuskannya. Pura Mahkota mengulurkan tangannya di hadapan Sung A, gadis itu menatap lekat Suaminya dengan senyuman yang merekah, kemudian menerima uluran tangan itu.
"Baiklah, Ayo suamiku,"
"Ayo!"
Mereka bergandengan tangan, berjalan dengan santai menuju pasar dengan menikmati udara malam. Tak menunggu lama mereka sudah sampai di pasar, melihat-lihat ada yang menjual beberapa pernak pernik hiasan rambut wanita, ada pula yang menjual buku-buku obral novel di pasar tersebut.
"Bacalah dulu, baru beli! Ayo-ayo datanglah kesini!" teriak salah satu penjual buku tersebut.
"Sebentar, lihatlah si penjual buku itu, sepertinya aku mengenalnya," Sung A menghentikan langkah Putra Mahkota. Putra Mahkota mengikuti arah jari telunjuk Istrinya tersebut.
"Bukankah dia pria paruh baya yang di pasar loak waktu itu? Iya kan?" sahut Putra Mahkota. Dahi Sung A berkerut, mencoba mengingat kejadian waktu itu.
"Apa?"
"Wah, ini tidak benar, dia yang mencuri karyaku kan? Aku harus memastikannya apakah karyaku ada lagi di sana atau tidak. Dia selalu membuat darahku mendidih jika mengingat itu," lengan bajunya dianaikkan ke atas dan berjalan cepat menuju meja si pemilik toko loak buku waktu itu. Bahkan pria paruh baya itu sudah lupa dengannya ketika Sung A sudah mulai datang ke mejanya dan membaca-baca novel yang ada disana diikuti dengan Putra Mahkota yang juga membaca novel-novel tersebut.
"Silakan dibaca dulu, jika tidak cocok kau boleh pergi, jika cocok, silakan dibeli," dengan senyuman merekah pula pria paruh baya menawarkan buku-buku tersebut.
'Untung saja pria paruh baya ini tidak mengingatku, hahaha.' ucap Sung A dalam hati. Setelah memastikan bahwa tidak ada tulisannya yang diplagiat, Sung A bernapas lega.
"Berapa harganya?"
"Itu? Hanya 200 koin saja,"
"Kau menaruh harga tinggi itu, turunkan lagi!"
"Kau maunya berapa?"
"150,"
"Itu terlalu rendah, tidak mudah membuat sebuah novel,"
"Tahu apa kau tentang novel, huh? Apakah kau yakin novel ini tidak hasil memplagiat karya orang?" sindir Sung A sambil menunjukkan buku tersebut pada pria paruh baya itu. Putra Mahkota mengurut keningnya melihat kelakuan Istrinya dan melerainya.
"Sudah-sudah, berapa tadi? 200 ya? Ini, aku bayar," Putra Mahkota mengeluarkan uang dari kantong uangnya kemudian diberikan pada si penjual dan segera merangkul pundak Sang Istri supaya cepat pergi dari sana.
"Terima kasih, jaga omongan Istrimu itu ya!" sedikit menoleh, Putra Mahkota mengangguk dari kejauhan.
"Ck! ingin rasanya aku membongkar semuanya, kau mencegahku," Sung A masih marah dengan menggoyangkan pundaknya supaya Putra Mahkota melepaskan lengannya dari pundaknya.
"Sudah, tidak usah ribut begitu, ini pasar. Jika sampai dia tahu kalau kau Putri Mahkota, bisa tambah panjag urusannya," bisik Putra Mahkota di dekat telinga Sang Istri.