PERMAISURI PARK

Nurul Adiyanti
Chapter #37

Terlambat

Sung A masih terjaga malam ini, supaya tidak terlalu memikirkan bayinya yang hilang dalam kandungannya, Ia memutuskan untuk menulis. Meskipun cahaya malam sangat tidak mendukung untuk menulis, namun dia tetap melanjutkannya karena kebetulan dirinya bisa mendapat inspirasi hanya ketika malam hari seperti ini. Woojung menunggui Sung A di dekat pintu. Ia juga punya rasa lelah, dan memilih untuk mendekat ke arah sahabatnya itu duduk.

"Kau belum tidur juga ya, Sung A?" Woojung memperhatikan bagaimana tinta hitam itu melekat pada kuas dengan cahaya remang-remang dari lilin besar berwarna kuning yang di letakkan di meja kecil sebelah kanan milik Sung A.

Sapuan kuas itu semakin menari-nari di setiap lembar kertas buram agak kecoklatan. Menggunakan aksara zaman dahulu yang terkadang masih berubah-ubah di setiap tahunnya. Menulis sesuai keinginan dan isi otak dari Sing Penulis. Mendengar Woojung berbicara, sapuan kuas itu dihentikan oleh Sang Empu.

"Ya, seperti yang kau lihat, Woojung-ah," sebuah senyuman mulai terukir di wajah Si Penulis.

"Kau kembali lagi seperti dulu waktu belum menikah, Sung A," seketika sebuah lirikan tajam ditujukan pada Woojung.

Diletakkannya kuas tersebut dengan pelan di atas meja, kemudian mulai berbicara kembali dengan sahabatnya itu. Namun sebelum itu, Ia melihat ke arah sebuah jendela yag masih terbuka. Menampilkan sebuah bulan berbentuk bundar yang berwarna putih jika dilihat dari kejauhan. Mungkin jika dilihat dari dekat akan berwarna kuning. Sung A terus memandangi bulan itu tanpa rasa bosan, sembari mulai berbicara.

"Hah... mau bagaimana lagi aku, Woojung? Aku sangat terpukul akan kehilangan bayiku. Entah siapa yang telah melakukan hal keji itu, aku tetap masih tidak bisa mentolerir dan akan tetap menganggap hal itu tidak wajar. Dia menggunakan ilmu hitam untuk menghilangkan bayiku," seketika kedua mata cantik Sung A menatap Woojung dengan penuh sendu.

"Sudahlah, Sung A. Lupakan saja yang telah berlalu. Kau tahu kan? Aku akan selalu ada di sisimu meskipun kau dalam keadaan sedih. Tapi sekarang, tidak ada gunanya lagi bersedih. Kau dan Putra Mahkota masih muda. Masih banyak kesempatan untuk bisa mempunyai anak lagi, percayalah itu,"

"Kau bicara seperti itu karena tidak mengalaminya, Woojung-ah. Tapi tidak masalah, aku akan tetap mematuhi apa yang kau katakan. Aku akan bicara dengan Putra Mahkota untuk memulai dari awal lagi," bibir Sung A pun terangkat ke atas, menunjukkan bahwa dia berusaha untuk melupakan masalahnya dan fokus pada pengerjaan novelnya yang sekarang.

"Nah gitu dong. Itu baru sahabatku." Woojung ikut senang. Disaat yang bersamaan, ternyata ada yang lewat di di jendela mereka. Seakan dia berlari dengan sangat cepat.

'Apa itu?' Pikir Woojung. Seketika pikirannya langsung mengarah pada penyerangan yang dialami Sung A dan Putra Mahkota waktu di luar Istana.

Woojung yang mengingat itu pun segera menarik tangan Sung A untuk berdiri dan bersembunyi di balik gambar lukisan yang ada di ruangan Putri Mahkota tersebut. Tentu dengan gerakan tiba-tiba itu membuat Sung A terkejut bukan main.

"Ada ada Woojung?" tanyanya dengan suara yang lirih. Woojung memperikan tanda dengan menaruh jari telunjuknya di bibir Sung A.

"Ssst! Ada penyusup, Sung A. Aku tadi melihatnya, kita bersembunyi dulu untuk sementara waktu," Woojung melihat ke sekeliling lagi. Sung A melebarkan kedua matanya mengetahui hal itu. Jelas, sekarang dirinya merasa panik.

Lihat selengkapnya