“Kalau hanya masalah touris luar negeri? Gampang!” kata Ranni setelah menutup telefonnya, lalu menatap Heni, salah satu staf kantor Tour & Travel yang tadi menerima telefon. Dia menyalahkan kalau terima order yang begitu jangan Baper, harus tegas.
“Habis orang itu mintanya aneh-aneh, aku jadi bingung, deh,” jawab Heni yang masih berdiri meringis. Merasa bersalah menerima telefon dari Consumer yang meng-order Guide wanita untuk memandu seorang touris ke Candi Prambanan.
“Kamu ikuti saja apa maunya? Mau paket wisata private yang full service? Mau hotel bintang lima, akomodasi yang super extra, sarana trip yang presstige, semua kita bisa,” omel Ranni, yang dia tahu tadi pihak peng-order sampai minta ganti petugas penerima telefon.
“Orangnya songong mbak, kayak yang nggak serius. Aku jadinya malas.” Heni membela diri.
“Mau songong, mau apa, dia itu Consumer yang harus dihargai,” bentak Ranni.
“Lagi pula jadwal mbak Ranni kan padat, besok lusa mbak harus bawa peserta tour ke Malaysia, lusanya lagi ke Hongkong, gimana coba?” Heni masih bertahan sambil menunjuk Time Schedule perjalanan di papan agenda yang terpajang di kantor.
“Tapi kamu-nya harus ngejelasin dengan baik dan ramah tamah,” sahut Ranni.
“Dia-nya ngotot minta harus mbak Ranni, Guide-nya, nggak mau yang lain. Aku kan harus konfirmasi dulu sama mbak, untungnya mbak pas ada disini.” Heni coba menjelaskan.
“Kamu harus bersyukur, Heni, aku masih bisa mengatasi. Kalau nggak, dia pasti akan cari biro lain yang bisa nyediakan Guide yang dia inginkan.”
“Tapi, mbak, kata peng-order itu tourisnya dari Amerika, jauh-jauh datang ke Indonesia untuk bertemu mbak Ranni, gitu.” Heni berusaha menjelaskan lagi sambil takut-takut karena telah membuat satu consumer kecewa.
“Iya ngerti, aku juga ngerti, biasalah consumer ngomong sudah kenal aku. Permintaan consumer terkadang memang agak aneh, tapi kamunya jangan ikutan aneh”
“Jadi, aku harus bagaimana mbak?”
“Harusnya kamu bilang nggak ada yang nggak bisa, Boss, gitu. Masa kamu malah bilang harus ngindent, harus konfirmasi, kan buat orang lucu. Tau nggak?”
“Iya, mbak,” jawab Heni pelan mengangguk.
“Consumer di Travel itu orang terhormat,” sambung Ranni, Heni terdiam.
“Makanya, Heni. Lain kali kalau nerima order dari consumer itu sesuai permintaannya, jangan sampai dia ngamuk kayak tadi. Bagaimana kalau dia sampai kecewa, kita dicap jelek? Mau apa kita kehilangan Consumer?, kehilangan job? Kehilangan reputasi?” Lanjut Ranni, ternyata belum tuntas ngomel.
“Iya mbak,” suara Heni makin kelelep..
“Ya sudah. Tunggu saja, kalau peng-order itu telefon lagi kamu minta maaf,” perintahnya.
“Iya mbak, ngerti.” Heni mengangguk cepat, Antara mengerti dan kagum pada mbak Ranni-nya yang bersikap profesional.
Kali ini Ranni harus menatar Heni. Bagaimana tidak, Ranni adalah Local Guide dan Tour Leader yang pintar dan cantik. Walau hari ini tidak terlihat secantik biasanya, tanpa make up dan rambut tidak disisir rapi. Tapi bisa membuat orang yang marah menjadi Selow kayak di telefon tadi.
Terus terang sejak setahun lalu Ranni bergabung di Tour and Travel ini banyak kemajuan. Para Consumer banyak yang mengapresiasi kinerja Ranni. Makanya Biro Jasa perjalanan ini makin berkembang dan makin dikenal.
Cita-citanya waktu kuliah untuk menjadi Tour Leader ataupun Local Guide benar-benar kesampaian. Ranni yang sebelumnya tidak ada semangat akibat putus cinta. Kini menjadi bergairah karena banyak consumer yang menjadi keluarga.
Tiga tahun Ranni menjalani masa kuliahnya di Akademi Bahasa Asing Semarang. Program magang dari kampus yang bekerja sama dengan perusahaan Tour & Travel diikuti dengan seksama. Hal itu membuatnya makin terlatih mentalnya dan lebih percaya diri.
Pengalaman magang yang paling di-ingatnya ketika memandu turis bule dari Amerika. Persoalannya Si-bule minta supaya Ranni menemani berkeliling dengan sepeda motor. Dari kantor Travel Ranni disewakan sebuah sepeda motor antik.
Si-bule menunggu di depan Plaza Citra Land bundaran Simpang lima. Ranni masih kagok juga membawa motornya. Agak was-was karena tidak biasa membawa motor antik seperti ini. Takut terpeleset atau menumbur karena kurang paham pemakaiannya.
“What a great Motorcycle you have, Ranni,” sambut Si-Bule itu ketika Ranni tiba ditempatnya. Sebelumnya Ranni dan Si-bule sudah dipertemukan di Kantor Travel. Si-Bule memuji motor Ranni sangat bagus.
“Thank you, mister. I just finished modifying it,” jawab Ranni mengatakan motor ini baru saja di modifikasi.
“You mean this is the old motorcycle, that you used to drive to works,” kata Si-bule lagi, maksudnya apakah itu sepeda motor lama yang biasa dipakai untuk bekerja.
“Yes, it is.” jawab Ranni sekenanya padahal motor dapat dari rental.
“It looks a lot different. I will test ride.” Si-Bule memuji motornya sangat berbeda dan dia ingin sekali mencoba motor itu.
Setelah berkata demikian Si-Bule langsung meminta sepeda motornya. Dengan gaya seorang yang sudah berpengalaman Si-bule menyuruh Ranni duduk membonceng dibelakang. Dia yang akan menyetir motornya.
Sebelumnya Ranni mengganggap Si-bule sudah tahu berkendara di Indonesia. Akan tetapi begitu motor dibawanya ke Jalan raya, sontak orang-orang berteriak panik. Termasuk Ranni terkejut alang kepalang.
Si-Bule mengendarai motornya mengambil dari sisi jalur kanan. Otomatis kendaraannya melawan arus yang membuat kendaraan dari arah depan kalang kabut. Mereka berusaha menghindari sambil memaki Si-bule habis-habisan .
Rupanya Si-bule lupa kalau jalur kendaraan di Indonesia berbanding terbalik dengan di Amerika. Seharusnya dia mengambil jalur dari sisi kiri. Beruntung tidak sampai terjadi insiden yang tidak di inginkan.
Merasa bersalah Si-Bule segera meminta maaf pada pengendara lainnya. Pada akhirnya Ranni yang membawa motornya dan Si-bule itu duduk di belakang. Ranni membawanya berkeliling berputar-putar hingga kemudian berhenti di Lawang sewu.
Berjalan-jalan sambil berbincang di Bangunan Lawang Sewu. Ternyata bule satu ini punya sense of humor yang tinggi. Ranni dibilang kayak boneka Berbie, cantik, Imut dan menggemaskan. Lho emangnya aku ini kayak Unyu-Unyu, begitu? jawabnya.
Dari situ Ranni tahu kalau Si-Bule adalah peneliti dari Kantor Pusat Good Life di Ohio, USA. Dia di Indonesia dalam rangka research pengembangan produck. Guna mengantisipasi produk sejenis dari Unilever Asia Pasifik yang lagi Booming di Indonesia.
***
Lamunan Ranni buyar ketika ponsel-nya berdering nyaring, Oh, itu dari turis yang akan dipandu. Gara-gara Heni sampai dia lupa nanya siapa nama touris bule yang akan dipandu. Untung pengorder meninggalkan nomor handphonenya sehingga dia tanggap.
Kemarin di kantor sudah terjadi Deal hari, tanggal dan jam sudah ditentukan. Ranni langsung ke TKP candi Prambanan untuk memandu Turis-nya. Sedang Turisnya dari hotel di Jogya langsung ke TKP. Ketemuan di Pelataran depan kuil Ni Roro Jonggrang.
Walaupun tanpa tahu siapa yang akan dipandu, tetapi dengan senang hati Ranni menyetujui. Hanya tidak seperti biasanya dipertemukan dulu di kantor. Kemudian berangkat bersama-sama ke tempat tujuan. Hal ini menimbulkan penasaran bagi Ranni seperti apa turisnya.
“Good Morning … Hai, where are you?” kata turis itu berbahasa inggris dari handphonenya.
“Sorry, who is this … I didn’t mean it …” balas Ranni pakai bahasa Inggris juga.
Eh, ternyata balasannya, “It doesn’t matter. If you don’t mind, my I know you ?”
Wah, bagaimana ini dia ingin tahu dulu tentang diriku, “I am Noni, you..?”
Dia tidak menjawab pertanyaannya, tetapi justeru balik bertanya lagi, “Did you every one to an assignment gave me ?”
“Yes, my Manager asks me to accompany you to Prambanan Temple.”
“Okay, thanks of your passion. You look great to day… See you… “
“Ok. See you too.”
Mereka lalu sepakat mengetahui warna baju masing-masing biar sedikit mempermudah. “Aku pakai baju biru, ya …” kata Ranni via SMS dalam bahasa inggris. Dia membalas bahwa dia memakai Baju kaos bola Manchaster United, dipadu dengan celana jins warna hitam.
Ranni sebenarnya ragu pergi sendirian ke Candi Prambanan. Bukan apa-apa tetapi inget waktu pacaran sama Raffi. Biasanya kalau sudah inget Raffi jiwanya goncang. Takutnya suasana hati jadi Bad Mood, yang berimbas nggak bisa konsen pada pekerjaan.
Ranni agak bingung juga bangku yang mana yang dimaksud. Padahal Ranni pernah duduk dengan Raffi dibangku-bangku ini. Akhirnya dia memilih duduk di bangku yang di sudut. Biar leluasa memandang ke semua arah.
Ranni sampai di tempat sepuluh menit sebelum waktu yang di sepakati. Sekarang sudah lima belas menit waktu berlalu. Ini artinya Touris itu sudah telat lima menit dari waktu yang seharusnya. Namun dia berpositif thinking untuk menunggu.
Dia tebar pandangannya ke sekeliling. Banyak pengunjung yang datang juga di Candi Prambanan hari ini. Mereka pada umumnya serombongan berlalu lalang didepannya. Dia mulai memperhatikan satu per satu.
Sementara waktu terus berlalu begitu saja. Tapi tak ada seorangpun pria memakai Jersey Manchaster United dengan celana jins warna hitam. Sepuluh menit, lima belas menit, dan seterusnya. “Aiih, sebel …!” gerutunya.
Touris macam apa baru janjian begini sudah ingkar. Huh, dasar kurang kerjaan barangkali. Rasa dongkol mengganjal di lehernya. OK, daripada senewen, dia putuskan untuk pulang saja. Tapi, baru mau bangkit, ada pesan masuk ke Hpnya drett..drett..drett ! Ah ternyata dari dia.
“Hallo … marah, ya..? jangan begitu dong ...!”
Belum selesai Ranni membaca massage itu terdengar suara dari samping beberapa meter dari bangku tempat dia duduk, “Lamaan aku yang nunggu, dari pada kamu.”
Serentak Ranni secara reflek menoleh kesamping. Olala … ternyata aku di kerjain, pikirnya. Memang agak terhalang oleh tanaman pohon dan bunga-bunga di sekitar tempat wisata ini. Ditambah dia memakai Jaket sehingga kaos MU-nya tertutup.
Ranni melihat seorang yang sudah tidak asing lagi. Si-bule yang pernah dikenalnya ketika magang di Semarang. Bule yang disebut sebagai executive dari perusahaan Good Life. Mungkin ingin memberi kejutan sehingga dia merahasiakan jati dirinya.