Permata Hati

Awang Nurhakim
Chapter #3

Undangan

Tour Leader itu adalah pemimpin tour, guys. Orang yang membawa rombongan tour dari suatu kota atau negara asal ke tempat tujuan wisata sampai balik lagi ke kota atau negara asal. Tour Leader itu bertanggung jawab atas semua pesertanya.

Kegiatan Ranni di Tour & Travel semakin hari semakin padat. Karena kuota lagi penuh sehingga terjadi kekurangan posisi Tour Leader. Untuk paket dalam negeri pun Ranni harus turun tangan. Lagi pula banyak permintaan peserta tour agar Ranni menjadi TL-nya.

Bahkan ada peserta tour yang se-usia, terus berteman di-Sosmed, komunikasi aktif via WA. Sampai janjian buat ketemuan dan makan bareng. Rasanya seneng banget bisa punya keluarga baru setiap kali kerja. Bisa belajar banyak dari mereka, bahkan kalau mau bisa dapat jodoh dari mereka, Haha ... TL GeEr.

Membawa peserta tour itu haruslah menyenangkan. Apalagi dalam suasana hati yang selalu galau, pekerjaan ini sangat-sangat menghibur. Bisa mengunjungi tempat-tempat rekreasi yang tadinya cuma bisa dilihat di TV atau di Internet.

Tidak jarang teman-temannya kirim Personal Chat di WA-nya atau bales story-nya : “Enak ya, kamu jalan-jalan melulu kerjaannya. Duit dari mana itu?” Haha, Ranni memang sudah biasa dengan pertanyaan seperti itu. Paling dia hanya menjawab “Aku lagi kerja, nih.” Walau jalan-jalan namanya juga kerja, kan dapat duit? Hehe ... gak usah kepo!

Saking sibuknya, Pretty temannya itu susah banget mau ketemu. Setiap kali ditelefon Ranni tidak berada di tempat. Tetapi Ranni tahu Pretty dan pacarnya Pramudya sudah akan married. Pastinya Pretty ingin mengobrol banyak tentang rencana married-nya .

Pretty dan Pram sama-sama sudah jadi Sarjana Pertanian. Mereka juga sudah bekerja, kebetulan sama-sama di Jogya cuma beda pekerjaaan. Pretty menjadi asisten dosen di tempat kuliahnya di UGM. Sementara Pram di Balai Besar milik Kementerian Pertanian. Siapa pun orangnya dapat melihat betapa mereka saling mencintai lebih dari apapun di dunia.

Sedangkan dirinya ... Ranni masih tetap sendiri. Meski yakin Raffi berada di Lampung. Tapi selama ini tak berani membuka akses komunikasi apalagi untuk bertemu. Dia merasa harus sabar dan wajar dalam menyikapi. Ketegangan, kegelisahan, emosional, harus bisa di-atasi. Karena semua itu hanya akan menguras energinya.

Pada akhirnya Pretty bisa ketemu Ranni, setelah Pretty hilang kesabaran. Setelah hari “H”-nya sudah mepet baru ketemuan. Makanya Pretty ngoceh-ngoceh kayak mau ketemu Presiden saja. Karena kalau sudah married pasti nggak bakalan lagi ada kebebasan. 

Keduanya bertemu di rumah Ranni. Dia menyambut Pretty dengan senang hati. Dia buatin minuman Es Jeruk yang segar. Dia pamerin makanan dan Snack-snack lucu yang gak ada dijual di Indonesia. Dibeli dari negara lain saat nge-Job sebagai TL. Pastinya yang buat orang tergoda untuk mencobanya.

“Kamu rajin beli-beli makanan kayak gini?” kata Pretty sambil mencicipi.

“Iseng aja, sih. Akibat kurang tidur,” balas Ranni nyantai.

“Yang penting jangan kurang makan aja, nanti kamu kurus, kurang gizi, kalau sakit, aku juga ikut sedih,” seloroh Pretty.

“Kurang tidur dan kurang makan itu beda tipis, Prett. Coba bayangin kalau aku nggak bisa tidur bawaannya pengin jalan-jalan, akibatnya kelaparan terus penginnya makan. Maka aku sering jajan ke Minimart, ya seperti ini makanannya.” Ranni menjelaskan.

“Dasar kamu-nya suka jalan-jalan, cocok kerja di Travel.”

“Berkat kamu juga dulu nyuruh aku kuliah, entah gimana nanti aku bisa membalasnya.”

“Kamu nggak usah mikir mbalas, cukup jadi asisten-ku saja di hari “H” nanti.”

“Oya? Mana undangannya?”

“:Nih ...” Pretty menyodorkan karton undangan pernikahan berukuran raksasa yang menurut Ranni agak lebay. Pakai aksen pita warna warni segala yang sebenarnya nggak perlu lagi.

Alis Ranni mengernyit, “Undangan kamu? Kayaknya udah kebelet banget nih, ye ...” katanya bercanda sambil mengamati kertas undangan itu.

“Jangan berpikir jorok, gitu ah. Apa kamu nggak pengin?” Pretty balas menggoda.

“Iyaaa, maksudku kamu mau kawin?” lanjut Ranni terkekeh.

“Nikah, Ran.” Pretty betul-betul nggak terima dibilangin kawin. Lalu menyeruput Es Jeruk yang seger made in temannya itu.

“Sorry Pretty cantik ... nikah. Masih seminggu lagi, kan?”

Pretty mengangguk, “Yoi, penginnya ngundang Raffi juga, tapi gimana, Ya? Kamu apa khabarnya dengan dia? Jangan-lah kalau selamat tinggal.”

Ranni terkejut seperti jantungnya berhenti berdetak tiba-tiba, “Raffi ada di Lampung, kayaknya kerja di Pertanian, gitu.”

“Hhah?” Pretty juga terkejut, “Maksudmu Kementerian Pertanian? kalau begitu sama dengan Pram, dong.” sambungnya.

Keduanya seperti bengong, Ranni segera kepikiran Pram juga di Kementerian Pertanian.

“Coba Pram suruh ngeliat Profile List-nya di Kementerian Pertanian. Di Lampung ada nggak yang namanya Raffi, aku ada nomor handphonenya.” sebut Ranni.

“Ide yang bagus, Ran. Ngapa baru ngomong sekarang.” Pretty mendelik.

Meneketehe, aku juga baru sadar.” Ranni membungkam mulutnya sendiri.

“Ya, sudah, nanti biar di-cek Pram. Eh, kamu punya nomor Hpnya Raffi? Berarti kamu udah kontek-kontekan dong,” teriak Pretty semangat.

“Oh, belum. Aku belum berani nelefon dia.” Ranni salah tingkah.

“Dasaaar ... bertahun-tahun nunggu khabarnya Raffi, udah dapet ngeper juga ... Oalahhh.”

“Iya Pret! Bagaimana kalau Pram aja suruh telefone ke dia sekaligus ngasih undangan.”

“Boleh ... tapi harus ada hadiahnya lho ...”

“Oke, Hadiahnya diskon gede-gedean kalau kamu nanti Honey-moon pakai Travel-ku.”

“Emangnya bisa hanya dua orang?”

“Bisa banget, satu orang juga bisa, Tinggal pilih paketnya.”

“Nanti kalau Pram mau, Ya?”

Ranni tersenyum mengangguk, tapi pikirannya menjelajah ke Lampung. Kalau-kalau nama Raffi nggak ketemu, makanya dia punya ide alternatif lainnya. Lalu mengusulkan pada Pretty untuk mengundang lewat Medsos.

“Pasang juga Status Undangan di Fb, Twitter, Instagram, siapa tahu teman-teman kita yang lain ngeliat terus mau datang,” kata Ranni beralasan.

Lihat selengkapnya