Konvoi mobil yang ditumpangi Raffi berhenti didepan sebuah Gedung sederhana. Setelah menempuh jarak sekitar dua ratus kilometer dari kota Provinsi Bandar Lampung. Untuk pertama kalinya Raffi tiba di tempat tugasnya di Lampung.
Raffi dan rombongan terdiri dari Pejabat atasan langsungnya dari Jakarta. Didampingi Pejabat dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten. Di halaman depan gedung itu tertulis Balai Pertemuan Desa Negara Tulang Bawang.
Rombongan segera turun dari mobilnya masing-masing. Pak Lurah bersama warga setempat menyambut secara meriah dan besar-besaran. Bendera umbul-umbul warna-warni tampak dipasang di kanan-kiri sepanjang jalan.
Anak-anak berseragam sekolah bersama-sama menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Seorang gadis maju ke depan mengalungkan untaian bunga ke leher Pimpinan Rombongan. Disambut dengan tepuk tangan gegap gempita oleh para hadirin.
“Pak Lurah, kami se-rombongan mengantar Petugas dari Pusat untuk daerah ini,” kata Pimpinan Rombongan kepada Pak Lurat sesaat setelah bersalaman.
“Oh, Iya Pak, terima kasih. Masyarakat memang sudah menunggu-nunggu,” jawab Pak Lurah dengan nada gembira.
“Nanti dia akan menjadi warga disini, berbaur ditengah-tengah masyarakat,” lanjut Pimpinan rombongan..
“Terima kasih, terima kasih, masyarakat pasti akan senang,” sambut Pak Lurah lagi.
“Nanti saya titip dia agar dijaga keberadaannya, dibantu tugas-tugasnya, dan yang pasti bisa bekerja sama dengan masyarakat.”
“Ya, ya, ya. Saya pastikan masyarakat kami memang sangat membutuhkan Petugas Pendamping Petani.”
“Dan kalau nanti ada apa-apa, Pak Lurah bisa lapor ke Pemerintah Daerah setempat.”
“Ya, ya, ya. Kami mengerti, Pak.”
Kedatangan Raffi ke desa ini adalah dalam rangka penyerahan tugasnya di Lampung. Dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah setempat. Sebagai Sarjana Pendamping Petani khususnya petani Tebu Rakyat Intensifikasi.
Meskipun untuk itu Raffi harus rela meninggalkan kehidupan Kota. Berpindah ke suasana perdesaan yang masih serba sederhana. Namun dia bersyukur, karena inilah masa depannya yang sesungguhnya.
Ketika Raffi memperkenalkan dirinya tampil diatas mimbar. Hadirin bertepuk tangan menyambut sebagai rasa gembira. Di dalam Gedung serasa Raffi menjadi pusat perhatian semua orang. Berada di tempat terhormat di tengah-tengah masyarakat petani.
Dari atas mimbar dia memberikan sepatah dua patah kata. Pada saat itu pandangan matanya tertuju pada seraut wajah ayu yang duduk beberapa meter didepan mimbar. Wajah lembut yang serupa dengan wajah kekasihnya dulu Siti Maharanni.
Raffi terkejut dari tatapannya pada gadis dihadapannya saat gadis itu tersenyum. Raffi dengan cepat membalas senyumannya. Gadis itulah yang membawa untaian bunga dan mengalungkan ke leher Pimpinan rombongan.
Sampai kemudian acara perkenalan selesai Raffi masih terbayang pada gadis itu. Di desa ini ternyata ada bidadari yang seperti turun dari langit. Pada tahap pertama telah memberikan kesan yang menyejukkan hati. Menjadikan penyemangat untuk menjalani tugas-tugasnya kedepan.
Setelah acara selesai Rombongan pengantar Raffi kembali lagi ke kota Provinsi. Kini tinggallah dia yang terpukau sendirian. Tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Beruntung masyarakat disini begitu baik dan ramah. Sehingga dia merasa tidak sendirian.
Seorang kakek menawarkan pada Raffi untuk tinggal di rumahnya. Kakek itu adalah merupakan sesepuh di desa ini. Sekaligus sebagai salah satu ketua kelompok tani tebu yang menjadi fokus pembinaan. Kemudian kakek mengajak Raffi untuk segera pulang.
Setiba di rumah kakek alangkah terkejutnya Raffi. Demi dilihatnya Bidadari itu sudah ada di rumah ini. Gadis itu sedang menyapu pekarangan depan rumah. Melihat kedatangan Raffi tampaknya gadis itu juga terkejut.
Akan tetapi keterkejutan mereka berubah menjadi suasana gembira. Manakala sang kakek menyatukan tangan mereka untuk saling berkenalan. Gadis itu terlihat gemetaran menerima genggaman tangan Raffi.
“Raffi Dirgantara …” ucap Raffi memperkenalkan diri.
“E l l a ...” ucap gadis itu pula lirih.
Tetapi suara gadis itu terlalu pelan sehingga Raffi tidak mendengar secara jelas. Raffi lalu membungkukkan badannya. Minta agar gadis itu mengulangi menyebut namanya. Gadis itu menjadi salah tingkah dibuatnya.
“Namanya Laella nak, Laella Fitri …” kata suara dari arah lain dari dalam rumah.
Rupanya yang menjawab adalah sang Nenek. Isteri kakek dari sebalik gordyn jendela Rumah. Rupanya nenek sedari tadi sudah memperhatikan mereka. Kemudian nenek segera keluar mendapatkan keduanya.
“Laella Fitri?” kata Raffi sambil tersenyum melepas jemarinya, “Sebuah nama yang teramat indah. Fitri artinya suci, Jadi Laella gadis yang suci, sesuci wajahnya yang syahdu.” lanjutnya tersenyum kepada gadis itu. Tetapi gadis itu juga hanya tersenyum manis sekali.
“Biasa di panggil Ella,” sahut nenek yang sudah berada diantara mereka.
Gadis Ella yang mendengarnya nampak malu-malu memandang nenek. Memandang Raffi sebentar kemudian segera meneruskan pekerjaan menyapunya. Kakek melihat mereka masih di pekarangan segera menyilahkan Raffi untuk masuk ke rumah.
Di ruang tamu Raffi mengobrol bersama kakek dan Nenek. Kakek menjelaskan kalau Ella sebenarnya berstatus cucunya. Tetapi kakek dan nenek telah merawatnya sejak umur tiga bulan. Sekarang Ella sudah berusia Tujuh belas Tahun. Baru saja Lulus Sekolah Menengah Kejuruan yang dekat di desa ini.
Ella tidak meneruskan kuliah karena tempatnya jauh di Kota. Kakek tidak sanggup melepas Ella sendirian, karena tidak ada yang mengawasi. Kakek dan Nenek sangat sayang kepada Ella dan sudah menganggapnya sebagai anak kandung sendiri.
Ketika Raffi bertanya tentang kedua orang tua Ella. Pada saat itu Ella masuk ke ruang tamu sambil membawa segelas air putih untuk Raffi. Kakek hanya menjawab, kami inilah orang tuanya. Ella yang mendengar pun nampak tersenyum mengiyakan.
Raffi jadi merasa tak perlu bertanya lebih jauh. Baginya sudah cukup puas dengan senyuman yang di berikan Ella. Mereka mengobrol dengan santai dan penuh kekeluargaan. Ella menyiapkan makan sore dan kemudian berempat makan bersama-sama.
***
Beberapa minggu Raffi telah berada di desa tempat tugasnya ini. Dia sudah mulai sibuk bekerja. Tahap pertama membuat eksperimen demplot kebun pembibitan tebu hybrida. Mengimplementasikan hasil Diklat di Jakarta sebelum bertugas disini.
Di perladangan Raffi sengaja bekerja lebih giat. Dia baru akan pulang nanti agak siang. Menunggu kira-kira Ella selesai masak di rumah. Hal ini dilakukan dengan harapan Ella akan menjemputnya lagi. Sekaligus membawa makan siang untuknya. Kemudian akan makan bersama Ella di ladang.