Permata Hati

Awang Nurhakim
Chapter #7

2x Patah Hati.

Pagi-pagi tadi Ranni sudah pergi ke Super Market terdekat. Memborong berbagai makanan menyiapkan untuk Raffi. Karena sesuai janji Raffi akan datang jam 10.00 sebelumt pulang ke Lampung. Menggunakan penerbangan Pesawat pada Jam 13.00.

Dengan waktu yang tersisa sekitar 3 jam-an saja bersama Ranni? Adalah waktu yang terlalu singkat di bandingkan dengan penantiannya selama ini. Kerinduannya bertemu Raffi belum terobati, tapi dia tetap ber-positif thinking Raffi terlalu sibuk.

Sekitar waktu yang di sebutkan tadi Raffi datang memenuhi janjinya. Ranni memang sudah siap sejak pagi. Namun dia merasakan hati yang hambar, jiwanya tetap saja kosong. Justeru tidak seperti sebelum bertemu Raffi, deg-degan terus.

Ranni menatap aneh pada Raffi yang duduk di hadapannya di ruang tamu. Barusan dia membuatkan teh hangat manis dan meletakkan di meja tamu di depannya. Lalu menyambar Android-nya yang ditaruh di meja tamu.

“Sendirian?” sapa Ranni mengawali percakapan.

“Iya,” jawab Raffi singkat.

Ranni semakin bingung melihat Raffi tidak berreaksi apa-apa, lalu menatapnya dengan pikiran tak karuan, “Sudah ada rencana ke depan seperti apa?” katanya memancing.

“Maksudmu rencana apa?” Raffi mengernyitkan dahi.

Ranni mengeser-geserkan telunjuknya diatas layar handphone padahal nggak ada yang dicari, penasaran. “Nggak sih, tapi biasanya orang kan punya planning begitu. Kan supaya tahu apa yang akan di lakukan,” katanya lagi.

“Apa, ya?” Raffi malah seperti bertanya.

“Apa kamu sudah punya pacar lagi?” cetus Ranni agak kesal melihat Raffi masih juga tidak ada reaksi seperti yang diharapkan.

Tanpa disangka-sangka Raffi justeru tersenyum, “Lha kamu, bagaimana? Aku sebenarnya ingin dengar soal itu dari kamu,” balik tanyanya lagi.

Bagai disambar geledek di depan jidatnya Ranni merasakan. Bagaimana bisa Raffi bertanya seperti itu. Bertahun-tahun dia menunggu untuk bisa bertemu dengannya, tapi yang di dapat hanya pertanyaan seperti itu.

“Kamu itu bagaimana, sekian tahun aku menunggu kamu, kok kamu-nya malah nanya kayak gitu?” Ranni makin penasaran sudah tidak sabar.

Kini Raffi cukup terkejut dan terkesima, kemudian seperti sambil menerawang, “Di tempat ini, Ran. Aku masih ingat keluargamu mengatakan, kamu sudah ada jodoh buatmu.” katanya setelah yakin bahwa di tempat ini juga dia dan Ranni dulu di sidang keluarga.

“Iya aku ngerti, tapi aku kan menolak, dulu ... kenapa kamu langsung menghilang, aku mencarimu akan kujelaskan kalau aku tetep cinta sama kamu.” Ranni semakin tidak tahan sambil berusaha tidak menangis.

Raffi tersenyum lagi, “Sebenarnya aku hanya ingin kamu bahagia, maka aku pergi. Lagian aku nggak mungkin menentang keputusan keluargamu itu,” katanya pelan tapi dengan nada yang serius.

Ranni mengedipkan matanya beberapa kali menahan air matanya yang benar-benar mulai keluar, “Mengapa kamu selalu tidak yakin seperti itu, bukankah kita sudah sama-sama tahu kita saling mencintai.”

“Entahlah ... waktu itu aku juga nggak yakin bisa membahagiakan kamu. Itulah sebabnya aku lebih baik mundur,” kata Raffi dengan sejujurnya.

“Jadi, selama ini kamu kemana?” Ranni mengatur mukanya yang kecut sambil agak salah tingkah menanyakan lagi keingintahuannya yang belum terjawab.

“Melelahkan, Ran. Meski aku berusaha tegar dengan menghindar darimu, tapi sebenarnya aku frustrasi berat.” Raffi baru mulai cerita.

“Kamu sih, pergi nggak ngomong-ngomong,” gerutu Ranni.

“Aku ke Jogya Ikut kerja saudaraku yang jadi sopir Bus Malam. Pengalaman ikut bus lalu aku diterima kerja di Tour & Travel, jadi Koper boy, Tau nggak apa itu?”

“Cover Boy maksudmu?” Ranni setengah mendelik.

“Koper Boy, itu orang yang ngebantu angkat-angkat koper peserta tour, terus nyusun-nyusun koper ke bagasi Bus Pariwisata, gitu.” Raffi menjelaskan.

“Di travel yang mana itu?” Ranni penasaran.sambil memaksa tersenyum.

“Travel yang boss-nya namanya tante Liesnawaty.”

“Hhah?” Rani hampir memekik.

“Tante Lies, orangnya baik sekali sama aku.” Raffi melanjutkan.

“Itu tante aku, sekarang aku kerja di Biro jasa Travel itu juga. Sejak kapan kamu disana?’

“Pokoknya hampir setahun setelah lulus SMA, tapi dulu belum se-ramai seperti sekarang.”

Ranni mendengarnya dengan serius, dia tidak habis pikir ternyata Raffi ada disana. Itu artinya tante Lies tahu soal Raffi. Ranni termenung, seandainya dulu dia cerita sama tante Lies mungkin persoalannya nggak seperti ini.

“Terus kok bisa sampai ke Lampung?” Ranni mengejar.

“Ceritanya begini, Kantor Pusat Travel membuka cabang baru di Bandar Lampung. Oleh tante Lies aku dicarikan Job disana. Disana aku bekerja sambil kuliah hingga akhirnya lulus, aku diterima di pekerjaanku sekarang.”

“Baguslah kalau begitu.”

“Ya, berkat dorongan tante Lies aku bisa kuliah, aku nggak mungkin melupakannya.”

“Ya, sudah. Kita pikirkan saja ke depan, kamu bagaimana?”

“Sekarang aku sudah jadi orang desa, Ran. Kuharap kamu bisa mengerti keadaanku.”

“Aku kan sudah katakan mau di desa apa di kota bagiku sama saja.”

Raffi terdiam, dari tadi dia ingin menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Tetapi tidak sampai hati jika membuat Ranni tersinggung. Dalam hati sebenarnya masih mencintai Ranni. Tetapi kenyataannya dia sudah memilih Ella sebagai calon isterinya.

Dalam kebimbangannya Raffi merasa harus bisa menentukan sikap. Bagaimanapun dia mencintai Ranni, tetapi kini dirinya sudah berada jauh darinya. Dengan kehidupan baru-nya di desa, Raffi menganggap sudah tidak mungkin lagi bersama Ranni.

“Ranni, sekarang kita harus berpikir realistis,” kata Raffi perlahan dan berhati-hati sekali, “Aku hanyalah petugas desa di pelosok dengan segala keterbatasan. Maksudku aku hanya ingin mengatakan kamu nggak akan bisa hidup seperti aku,” sambungnya menjelaskan.

Ranni melipat kedua tangannya di depan dada menahan nafasnya yang sesak. Emosinya sudah tak terkontrol lagi, “Maksudmu apa? kenapa kamu berkata seperti itu?” teriaknya sambil menghela nafasnya hampir saja dia menangis.

“Begini Ran ... mungkin kita masih ada cinta, tapi kurasa dunia kita sekarang sudah jauh berbeda. Tidak mungkin bisa menyatukan cinta kita lagi. Kuharap kamu bisa memahami aku dan keadaanku.”

“Maksudmu kamu sudah dapat pacar baru sebagai penggantiku?” Ranni melotot langsung pada pertanyaan yang belum terjawab..

Raffi berpikir sejenak, Kalau saja tidak bertemu Ella, mungkin dia akan mengatakan Tidak. Tetapi Ella telah mampu menghilangkan Ranni dari hidupnya. Bagaimana pun juga untuk saat ini dia harus berkata sejujurnya.

“Aku nggak bisa berbohong padamu dan aku juga nggak bisa membohongi diriku sendiri. Bahwa selama ini aku menganggap hubungan kita sudah putus ... “ Raffi memberhentikan kalimatnya.

“Lalu kamu cari lagi, begitu kan?” Ranni tak bisa menahan emosinya.

“Maafkan aku Ran, aku telah menemukan wanita yang seperti kamu. Seorang gadis yang bisa membuatku seperti hidup bersamamu. Itulah yang kurasakan,” jawab Raffi, sambil berharap Ranni bisa mengerti keadaannya.

Lihat selengkapnya