Ranni rasanya pengin menjitak pasangan pembeli di depannya ini berdebat masalah perhiasan yang akan dipakai dalam pernikahannya nanti. Apa mau nempa sesuai keinginan mereka, apa mau barang yang sudah jadi di toko ini.
Ranni sangat menghargai pembeli, karena pembeli adalah Raja. Tapi nggak juga seperti ini caranya, sudah setengah jam mereka berdebat. Bisa-bisa, kalau mereka terus begini gara-gara pilihannya itu, malah justeru jadi pertengkaran.
“Sayang, kita penginnya kan langsung pakai. Jadi kamu pilih saja mana yang kamu suka terus aku bayar, selesai,” kata si lelaki kepada wanita lawan debatnya yang prengat-prengut karena belum pas dengan pilihannya.
“Iyaa, maunya rampai dileher itu emas putih, jadi kayak pengantin eropa gitu, lho,” jawab si wanita yang nadanya seperti memaksakan.
“Ya, ampun, sayaaang. Kita ini kan orang indonesia, nanti kalau kita bulan madu bolehlah ke Eropa,” timpal si lelaki tapi nadanya sambil ketawa, membuat si wanita tambah buram wajahnya.
“Boro-boro ke Eropa, mau ke Bali aja kamu mikir-mikir,” protes si wanita.
“Ya, udah, nanti bisa kita bicarakan lagi, yang penting hari ini kamu senang. Sudah tentukan pilihanmu ...” seru si lelaki agak meninggi.
“Aku maunya nempa, yaa mbak ... bisa cepet jadinya kan?” kata si wanita mengalihkan perhatiannya pada Ranni dengan ekspresinya mulai manyun.
“Bisa, bisa ...” Ranni cepat menjawab, tapi kelihatannya si lelaki seperti kurang setuju. Ranni harus bertindak sebelum mereka berdebat lagi yang menjurus ke perang saudara, “Eh, Mas dan Mbak, gini aja deh. Soal perhiasan yang mau dibeli, nggak perlu diputuskan hari ini. Kalian diskusikan lagi aja di rumah. Nanti kalau sudah ada kesepakatan, bisa datang lagi kesini, bagaimana?”
Alis si wanita mengernyit menatap Ranni, “Memangnya satu dua hari bisa jadi kalau nempa barangnya? Soalnya hari -H-nya tinggal 3 hari lagi.”
Ranni mengangguk, “Untuk pesanan mbak, aku jamin barang akan selesai tepat pada waktunya. Yang penting sehari ini di-clear-kan dulu, besuk sudah ada keputusan.”
“Baiklah mbak, kalau begitu. Kami besuk datang lagi kesini,” ucap si wanita, si lelaki tampak mengiyakan.
Ranni tersenyum lebar, dalam hati bersyukur mereka enggak ngotot berdebat di toko. Setelah itu mereka berpamitan sambil mengucapkan terima kasih pada Ranni yang telah memberi solusi. Ranni membalas serupa pasangan itu yang mulai meninggalkan tokonya.
Baru saja Ranni mau duduk-duduk nyantai, tahu-tahu Raffi menelefon lagi. Raffi langsung memesan seperangkat perhiasan untuk pernikahan yang paling UpToDate saat ini. Ranni bimbang menatap Hp-nya, apakah Raffi sudah mau menikah secepat ini?
“Untuk pernikahan, Fi?” tanya Ranni memastikan
“Ya,” jawab Raffi mantap.
“Apa kamu sudah mau menikah?” tanya Ranni lagi memastikan.
“Apa nggak boleh aku pesan sekarang?” Raffi balik bertanya.
“Boleh, sih. Tapi biasanya calon pengantin datang berdua.” Ranni memberi tahu.
“Nggak apa-apa pokoknya persiapkan saja semua lengkap.”
“Iya Fi, itu perkara mudah. Semua barang yang kamu perlukan tersedia di toko-ku. Tapi untuk cincin si wanita kan harus di-ukur seberapa besaran lingkaran jarinya.”
“Kira-kira se-jari manismu-lah,”
“Emang sama dengan jariku? Ella yang kamu maksud?”
“Iya, kan sama dengan jarimu.”
Ranni bingung sendiri atau sedang apalah perasaannya. Dahinya mulai mengernyit sambil memainkan jari manisnya sendiri. Raffi nggak mungkin bercanda siang bolong begini. Dia masih memainkan mulutnya seperti terasa asam mendadak.
“Yakin sama?” tanya Ranni memastikan lagi.
“Iya, aku bisa memperkirakan, kok,” jawab Raffi serius.
“Saranku diskusikan dulu dengan Ella, nanti aku bisa memberi beberapa alternatif pilihan sesuai budgetnya,” kata Ranni mencoba bersabar.
Raffi sepertinya tersenyum, “Aku memilih ke tokomu karena aku percaya padamu. Jadi aku serahkan semua pada pilihanmu, berapa harganya aku setuju.”
Ranni nggak sadar mengangguk, “Boleh saja, tapi aku harus tahu spec-nya dulu seperti apa.”
“Pokoknya yang terbaik menurutmu.”
“Disini banyak mode yang menarik, nggak salah kalau aku yang meng-eksekusi?”
“Tapi gini Ran ... sebenarnya ini rahasia. Jangan kasih tahu ke siapa-siapa.”
"Rahasia? Maksudmu kamu akan membuat kejutan?”
Bukannya Underestimate, tapi Ranni sama sekali nggak menyangka Raffi bisa punya ide seperti itu buat calon isterinya. Mengingat yang dia tahu dulu Raffi banyak pendiam, nggak banyak macam-macam, mmm ... ya, nggak nyangka aja.
“Kalau kejutan ya bisa juga, Fi. Tapi kamu harus tahu dulu apa maunya dia. Estimasi-nya seperti apa. Berapa macam yang di-inginkan, apa mau yang polos apa yang variasi. Jadi aku bisa buatkan sesuai selera. Pokoknya yang terbaik buat kalian berdua.”
Ranni terdengar sangat bersemangat saat menjelaskan masalah itu, membuat Raffi nggak bisa menahan senyumnya, “Ternyata kamu sangat profesional, Ran. Nggak salah aku menentukan pilihan ke tokomu.”
Ranni terhenyak, nggak tahu harus bereaksi apa. Raffi telah menyadarkan pada dirinya, yang sedang dilayani ini adalah mantan pacarnya. Seharusnya tidak perlu banyak berbasa-basi. Apalagi dia mau menikah dengan adiknya sendiri? Ranni mengevaluasi dirinya sendiri.
Setengah mati Ranni berusaha santai, tetapi tetap juga gelagapan. Kenapa harus merasa aneh? Dari dulu sampai sekarang merasakan pesona Raffi masih nggak berubah, malah bertambah kuat. Padahal cuma ngobrol lewat handphone.
“Kamu serius kan, Fi? Kamu nggak mainin aku?” tanya Ranni tanpa sadar.
Terdengar Raffi tertawa, tawa yang menyenangkan, “Hahaha ... santai dikit dong, Ran. Biarpun bagaimana ini urusan bisnis, tinggal kamu tentukan barangnya harganya berapa, aku transfer sekarang juga. Serius, kan?”
Darah Ranni langsung naik ke wajah. Rasanya seperti ke ciprat air comberan, malu banget! Biarpun Raffi mengucapkan kalimat itu dengan santai tapi tepat sasaran. Membuat Ranni menjadi serba salah.
“Bukanya masalah duit, Fi. Tapi berdasarkan pengalaman sekian banyak peng-order di tokoku, semua bawa spec masing-masing. Jadi aku tinggal melaksanakan aja apa pesanan mereka,” jawab Ranni akhirnya, “Lagian masih lama kan perlunya?”
“Bisa ya, bisa enggak.” Jawab Raffi.
“lho, kok kamu jadi begitu? Apa nggak mubadzir kalau seandainya pernikahan masih lama? Ya, untuk apa disimpen-simpen, memangnya untuk jimat.” Ranni mencoba tertawa.
“Kamu pandai bercanda juga ... maksudku kalau aku mau menikah sekarang juga aku sudah siap, kan nggak ada yang salah?”
“Kalau begitu ... ya, udah. Aku kan tinggal Excecuty on Order.”
Raffi berdehem sebelum berbicara lagi, “Jadi begini, Ran. Soal desain model seperti apa terserah kamu. Aku transfer untuk pembayaran dimuka, kalau kurang nanti aku tambah, kalau lebih terserah kamu.”
Nah, dari sini Ranni mulai bingung lagi. Biasanya kalau terima order seperti itu langsung deal. Tetapi terhadap pesanan Raffi dia harus lebih fokus agar tidak mengecewakan. Ranni hanya berpikir, mungkin Raffi ingin mencicil untuk pernikahannya.
Ranni menghela nafas diam-diam. Sungguh beruntung calon isteri Rafffi. Ella pasti sangat istimewa di hatinya. Sampai-sampai dia mau melakukan hal begini sedini mungkin. Ranni terpesona pada masa lalunya, tapi kini Raffi sudah bukan miliknya, pikirnya.
Ditengah kesibukannya mengurus toko, Ranni masih menyempatkan menerima telfon dari Raffi. Seperti komitmen sebelumnya keduanya akan tetap melakukan komunikasi. Tanpa disadari angannya melayang pada sosok yang belum hilang dari benaknya itu.
Ranni dan Raffi memang sudah saling mengikhlaskan untuk menempuh jalan hidup masing-masing. Keduanya sudah sama-sama sibuk dengan pekerjaannya. Apalagi Raffi di tempat tugasnya mempunyai beban pekerjaan yang komplek.
Pada kesempatan waktu itu Raffi menelefon Ranni. Mengatakan sedang melaksanakan panen raya kebun kelompok tani tebu (TRI). Diramaikan dengan menyelenggarakan pesta Rakyat. Pesertanya banyak sekali, semua Kelompok Tani Tebu (TRI) sangat antusias memamerkan hasil produksinya.
Acaranya meriah sekali dihadiri oleh atasan langsungnya dari Direktur Jenderal di Jakarta. Termasuk Pejabat-Pejabat dari Propinsi, Kabupaten, dan Kecamatan. Perhelatan rakyat itu menjadi sedemikian menarik karena Pihak Pabrik Gula menjadi sponsor utama-nya.
Tidak ketinggalan Raffi menceriterakan ke-ikutsertaan Ella dalam mengisi acara tersebut. Ella memperagakan Tari Sembah Sigeh Penguten sebagai penyambutan dan penghormatan bagi tamu-tamu penting yang datang ke Lampung.
Ranni sendiri sudah tidak mempunyai perasaan apa-apa terhadap Ella. Bahkan cemburu pun tidak. Toh diantara dirinya dan Raffi sudah tidak ada hubungan apa-apa. Kecuali Ranni menghargai karena Raffi mempunyai sudut pandang yang positif.