The Plantation atau Perkebunan itu. Kelihatannya sangat menarik dan menjanjikan. “TRI turut melaksanakan kebijakan Pemerintah dalam menunjang program akselerasi produksi gula Nasional”. Demikian kurang lebih slogan yang tertulis pada spanduk yang terpasang di jalan memasuki kawasan areal Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).
Sepanjang mata memandang adalah hamparan tanaman agro industri berbasis tanaman Tebu Rakyat. Dimana penerapan mekanisasi pengembangan pertanian yang mengandalkan Sumber Daya Manusia, sudah mampu tumbuh dan berkembang sesuai kriteria yang diharapkan.
Penyediaan infrasrtuktur dan sistem irigasi terlihat sudah berjalan secara optimal. Dalam kompetisi global dan persaingan dengan komoditi lain sekarang ini. Pengelolaan memang harus dilaksanakan secara profesional dan inovatif dengan berorientasi pada kualitas produk.
Hari ini Ranni bersama Endang staf kantor Tour & Travel cabang Bandar Lampung, sedang dalam perjalanan menuju desa tempat Raffi bertugas. Melewati areal perkebunan TRI milik para petani yang bagai tak berujung dan tak berpangkal.
Dengan fasilitas mobil Travel mereka berdua dengan sopir menjelajahi kawasan TRI. Sejak subuh Ranni berangkat dari Bandar Lampung. Hanya ada satu tujuan, Ranni ingin melihat sendiri keberadaan Raffi Dirgantara. Tentang pekerjaannya, tentang kantornya, tentang tempat tinggalnya. Kalau bisa tentang seluruhnya yang berkaitan dengannya.
Tante Lies telah mengatur perjalanan Ranni ke Lampung. Mulai dari penjemputan di bandara, mencari hotel untuk menginap, hingga menyiapkan transportasi travel. Endang orang pertama yang di-temuinya saat menjemput di Bandara.
Ranni meminta Endang yang masih gadis untuk menemani dalam perjalanan ini. Kebetulan Endang pernah masuk ke kawasan Pabrik Gula disini saat mengadakan Prospek kerja sama. Setiap tahun akhir giling manajemen Pabrik Gula menggunakan jasa Tour & Travel ini untuk Refreshing bagi karyawan-nya ke tempat-tempat wisata.
Perjalanan selanjutnya sudah memasuki kawasan Pabrik Gula yang padat dengan orang-orang beraktifitas. Pusat semua kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan komoditas tebu hingga menjadi gula putih.
Bangunan Pabrik yang besar dan megah serta kantor-kantor tampak berjajar di sekitar Pabrik. Ranni tidak menyangka di wilayah yang se-jauh ini sudah menjadi pusat kegiatan modern. Pantas saja Raffi betah bertugas disini, walaupun di desa ada nuansa perkotaan.
Sopir Travel yang mengantar Ranni sudah berpengalaman memasuki wilayah ini. Dia lalu memberhentikan mobilnya di depan kantor KUD sebagaimana tujuan awal Ranni. Kemudian Ranni dan Endang turun untuk menanyakan Raffi pada salah satu petugas KUD.
Dari Petugas itu di peroleh keterangan bahwa Raffi sedang mengadakan penyuluhan di desa Negeri Ujung Karang. Petugas memberikan petunjuk, dengan menelusuri desa-desa di sisi Pabrik Gula, nanti akan ketemu desa tempat Raffi mengadakan penyuluhan.
Mereka pun memasuki perkampungan penduduk yang identik dengan kehidupan petani. Di jalur ini Ranni bisa menikmati pemandangannya dari jarak dekat. Bagaimana cara petani beraktifitas di peladangan. Ada yang sedang mencangkul, ada yang mengairi lahannya, dan ada juga yang sedang merumput mencari pakan ternak.
Suatu saat mobil mereka berpapasan dengan seorang petani yang sedang mendorong sepeda yang sarat dengan rumput pakan ternak. Sebegitu banyak rumput itu memenuhi sepedanya. Sehingga menutup separuh dari badan jalan.
Karena lebar jalan hanya cukup untuk dilalui satu mobil. Maka dengan demikian salah satu dari mobil atau sepeda harus ada yang mengalah.
Oleh karena itu mobil terpaksa harus berhenti. Lalu sopir turun dari mobilnya bernegosiasi dengan Pak tani agar mobil bisa lewat. Dalam berdialog itu Pak taninya mau mengalah. Kemudian menurunkan semua rumputnya agar mobil bisa lewat.
Dalam pada itu Ranni ikut turun dari mobil. Ranni menyempatkan bertanya apakah pak tani mengenal Raffi? Dijawab bahwa sangat mengenalnya, karena Pak Raffi sering berkunjung ke ladang-ladang kami. Pak tani juga menunjukkan tempat penyuluhan Pak Raffi sudah tidak jauh lagi dari sini.
Ketika mobil memasuki desa tempat penyuluhan Raffi sayup-sayup terdengar suara orang berpidato. Suara itu ternyata dari sebuah Gedung di pinggir jalan yang akan dilewati. Mobil pun lalu berhenti dan dengan serius Ranni mendengarkan suara orang berpidato itu.
“Arah kebijakan Pemerintah dalam program revitalisasi tebu rakyat diantaranya adalah melalui Pemberdayaan Petani. Yaitu Segala upaya untuk mengubah pola pikir kearah yang lebih maju. Dari petani subsistance tradisional menuju Petani modern yang berwawasan agribisnis.--- Bla-bla-bla---"
“Tidak salah lagi, itu suara Raffi,” kata Ranni pelan kepada Endang. Lalu menjelaskan, “Dari nada suaranya dan cara mengucapkan kalimat. Walaupun melalui pengeras suara, namun aku yakin itu jelas suara Raffi.”
“Ya mbak,” sambut Endang mengiyakan saja.
Setengah menyadari Ranni mengucap sesuatu saat menyebut nama Raffi, “Ternyata tugas Raffi sangat mulia.” Dia sedang terduduk diam dengan pandangan mata yang bersinar hampa. Sementara sepasang tangannya kelihatan memegang pangkuannya.
Nampak sekali Ranni sedang melamun. Pada sepasang matanya itu kelihatan seperti mengalirkan air mata. Ya, air mata yang bahkan kelihatan menetes jatuh di tangannya. Di sampingnya Endang dibuatnya menjadi gelisah.
“Mabak, kenapa dengan mbak Ranni?” tanya Endang memberanikan bertanya.
“Enggak apa-apa, Endang, aku terharu saja mengetahui tugas dia disini,” balas Ranni sambil mengusap air matanya.
“Ya Tuhan, kenapa dan mengapa?” Endang sama sekali tidak berani mengatakan sesuatu. Dia hanya dengar saja cerita Ranni dengan pacarnya itu dari tante Lies di telefon. Sementara sopir yang duduk di depan, di belakang stir tidak menyadari sesuatu. Bahkan dia dengan santainya menyandarkan kepalanya seakan tertidur.
Untuk sesaat suasana di dalam mobil itu hening. Mereka tidak mengeluarkan kata-kata apa pun. Sementara suara pidato dari dalam gedung semakin seru. Kadang di selingi dengan tepuk tangan sehingga terdengar ramai sekali.
Dengan memperlihatkan sedikit senyumnya Ranni kembali mengusap air matanya dengan sapu tangan, “Endang, kita tunggu, ya?” katanya kemudian.
“Apakah enggak sebaiknya Mas Raffi dikasih tahu?” saran Endang sedih juga melihatnya.
Sementara Ranni cepat dapat menyesuaikan kondisinya. Kemudian berkata sambil menunjuk kearah gedung, “Kita tunggu sampai selesai pidatonya. Nggak enak nanti malah mengganggu penyuluhan dia.”
“Terserah mbak Ranni. Aku ikut saja.” Endang menurutinya.
Setelah beberapa lama mendengarkan akhirnya pidato Raffi selesai. Endang menunjuk ke arah seseorang yang baru keluar gedung. Ranni melihat orang itu adalah Raffi menuju mobilnya yang diparkir di samping gedung. Seperti mengambil sesuatu dari dalam mobilnya.
Ranni melihat Raffi memakai baju seragam coklat muda yang tampak berwibawa walau terlihat sederhana. Lalu seperti orang yang tidak sabar Ranni bergegas keluar mobil menghampiri Raffi. Pada saat itu jiwanya sudah bergetar hebat. Dia menahan gejolak hatinya yang tidak menentu.
“Raffi …” pekik Ranni dengan sedikit gugup setelah agak dekat.
Raffi yang dipangil terkejut bukan kepalang. Dia tidak menyahuti panggilan itu. Rupanya dia sedang tertegun. Menatap Ranni dengan perhatian penuh. Keduanya saling menatap, Raffi seakan tidak percaya pada apa yang sedang di hadapannya. Setelah masing-masing mulai sadar keduanya segera berjabat tangan.
“Ranni … kamu sampai disini?” kata Raffi singkat, seperti ada gerakan yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Raffi mencium kedua pipi Ranni, Ranni memandang Raffi dengan berkaca-kaca matanya. Dia menangis bahagia Raffi menyambut dengan hangat, seperti ketika berpacaran.
Rasanya Ranni ingin berteriak pada semua orang bahwa saat ini dia paling bahagia. Kedua tangannya sampai gemetaran. Raffi memegang kedua tangan Ranni itu erat-erat memakai kedua tangannya. Namun tetap saja Ranni kelihatan gemetar.
“Ranni kamu baik-baik saja, kan?” Raffi menatapnya.
“Ya, aku sengaja mencarimu kesini,” balas Rani perasaannya masih tidak menentu.
"Mengapa nggak kasih kabar sebelumnya?" Raffi masih setengah terkejut.
"Aku ingin buat surprise." Ranni mencoba tersenyum.
“Disnilah kehidupanku sekarang,” kata Raffi memandangi Ranni dengan perasaan terenyuh tidak menyangka sama sekali.
“Aku senang dengan kehidupan barumu disini,” ucapnya seperti sudah lepas control dan tidak sungkan lagi Ranni memeluk Raffi.
Raffi hanya tersenyum mengangguk sambil membimbing Ranni berjalan menuju pintu masuk gedung. Di pintu masuk Ranni di perkenalkan dengan Pak Lurah, kakek, dan tokoh-tokoh yang menghadiri penyuluhan.
Beruntung acara penyuluhan memasuki tahap akhir dan Pak Lurah segera menutup acara ini. Peserta penyuluhan sudah mulai meninggalkan tempat. Raffi pun kemudian berpamitan mengajak Ranni, Endang dan sopirnya pulang ke rumah dinasnya.
` ***
Di rumah dinasnya Raffi menjamu mereka dengan serba salah. Perumahan Type 100 yang sebenarnya terkesan mewah ini seperti tidak terurus. Isi rumah masih berantakan, barang-barang berserakan disana sini. Maklum Raffi menempatinya tanpa asisten rumah tangga.
Ranni langsung sibuk merapikan dan menyusun alat-alat rumah tangga pada tempatnya. Setelah tadi memeriksa bagian InDoor isi perabotan lumayan, meski belum lengkap. Kini dia keluar mengamati bagian Outdoor. Dia mengelilingi rumah seakan memastikan bangunan dibuat dengan kwalitas yang baik.
Sejenak Ranni menghela nafas, kemungkinan Ella yang akan menempati rumah dinas ini bersama Raffi. Karena menurutnya sejauh ini Raffi masih berhubungan dengan Ella. Kalau begitu apa artinya dia jauh-jauh datang kesini?
Tetapi tidak, kata suara hatinya. Ranni sudah cukup bahagia Raffi menyambut dengan hangat dan menghargai kehadirannya. Selebihnya dia tidak akan mempermasalahkan bila nanti Raffi benar-benar menikah dengan Ella.
Ranni sudah cukup puas melihat prestasi Raffi sebagai Petugas di desa. Tidak banyak seorang sarjana yang bersedia mengabdi sampai di tempat sejauh ini. Meski dia juga yakin masih banyak para sarjana yang bertugas seperti Raffi di tempat lain.
“Ran ...” tahu-tahu Raffi sudah berdiri di samping Ranni sambil menyodorkan segelas Jus.
“Ma’kasih, eh, kamu buat sendiri, ya?” tanya Ranni tersenyum langsung menyeruputnya.
“Kalau nggak aku siapa lagi?” Raffi tersenyum.
“Endang dan sopirnya tadi kemana?” tanya Ranni menyadari keduanya tidak berada disini.
“Tadi pamit katanya mau main ke kantor Pak Adm (Sebutan Administrator Pimpinan Pabrik Gula)” jawab Raffi.
“O, iya, katanya mereka udah biasa mengadakan pertemuan prospek masalah pariwisata.” Ranni mengiyakan.