Permata Hati

Awang Nurhakim
Chapter #13

Bertemu Ella.

Ranni mengetuk-ngetukkan pangkal pena ke ujung meja tempat duduknya di toko. Dia ingin menuliskan sesuatu ke dalam buku diarynya. Momen-momen peristiwa penting yang dijalani hari-hari terakhir ini. Buku diary kini sudah menjadi jurnal kesibukan pribadinya.

Namun tak satupun kata berhasil ditulis. Perasaan hampa tiba-tiba datang membadai merasuk ke dalam sanubarinya. Bayangan masa-masa lalu tanpa disadari melintas ke dalam angannya. Dia terlihat suntuk dan kembali hanya melamun saja.

Ibunya yang selalu perhatian mendekati Ranni lalu memberi saran. Kalau lagi sakit nggak enak badan sebaiknya istirahat di rumah. Sejak hubungannya dengan Raffi menyeruak lagi, Ranni seperti kehilangan arah. Ibunya sudah memaklumi dengan keadaannya.

Ranni sendiri tidak menduga, ternyata masalahnya kali ini berakibat fatal. Dia sampai tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya di toko. Semua pesanan dari konsumen yang sebelumnya ditangani Ranni, di ambil alih oleh ibunya.

Ranni menuruti perintah ibunya untuk beristirahat di rumah. Di kamar dia kembali merenung, dia hanya yakin jika Raffi mencintainya, pasti akan bertemu lagi. Hingga suatu hari asisten rumah tangganya mengetok pintu kamar memberitahukan kalau tante Lies datang.

Ya, ampun, kok Ranni bisa lupa sepulang dari Lampung tidak mengabari tante Lies. Ranni lalu berdandan sebentar merapikan rambutnya kemudian keluar kamar. Tante Lies yang sudah duduk di ruang tamu langsung berdiri memeluk Ranni.

"Ranni, bagaimana keadaanmu?" tanya tante Lies nadanya sedih.

“Aku baik-baik saja tante, aduuuh ... maaf tante, aku sampai lupa nggak telefon tante.” Ranni mencoba tersenyum.

“Iya, nggak apa-apa, aku sudah tahu dari Raffi,” balas tante Lies, Ranni cukup terkejut.

Untuk sesaat Ranni tidak bisa berkomentar, menunggu apakah yang akan di ucapkan tante Lies selanjutnya. Namun setelah melepas pelukannya tante Lies justeru mengambil Hp-nya dan menelefon. Setelah tersambung lalu memberikan Handphonenya pada Ranni.

“Nih, Ran. Sekarang kamu dengerkan sendiri omongannya ...” perintah tante Lies.

“Hah? Telefon dengan siapa?” Ranni melongo, tapi segera menyadari siapa yang di telefon. Tante Lies rupanya telah menelefon Raffi, “Oh, enggak tante, aku nggak mau,” katanya sambil mengembalikan Hp tante Lies.

Tante Lies tampak cemas, “Aku sedih Ran, kamu memutus sendiri hubunganmu dengan Raffi. Sebaiknya kamu batalkan keputusan itu,” pinta tante Lies.

Ranni bengong, terkejut dengan permintaan tante Lies. Lagi pula tante Lies yang sudah tahu apa yang telah terjadi dengan Raffi. Tante Lies tidak mau menerima Hp-nya kembali. Justeru kembali mengulangi agar Ranni menerima telefon Raffi.

Ranni terdiam bimbang, yang di dalam sambungan telefon jelas Raffi. Kalau sampai dia telefonan sama Raffi, mungkin Ranni bisa mengartikan membatalkan keputusannya. Ranni menganggap status hubungannya akan kembali seperti sebelumnnya.

Dia terus berpikir, apa artinya ciuman Raffi itu? Apakah hanya untuk dirinya? Atau apakah juga untuk Ella? Dia tidak akan pernah tahu selamanya. Padahal Ranni ingin pembuktian, bahwa ciuman itu hanya untuknya, He is The One.

“Maaf tante, aku nggak bisa ...”

Mata Tante Lies memandang penuh tanda tanya, “Nggak bisa bagaimana?”

Sebelum menjawab Ranni mematikan Hp di tangannya yang sudah tersambung dengan Raffi. Lalu dengan memaksakan tersenyum menyerahkan Hpnya pada tante Lies, “Terima kasih tante telah perhatian dengan masalah ini. Tapi aku tetap dengan keputusanku untuk tidak telefon atau bertemu dengan Raffi.”

Wajah tante Lies seperti kecewa, “Ranni, sebenarnya masalahnya apa? Kamu kan jauh-jauh datang ke Lampung, bukankah untuk memastikan Raffi?” tante Lies bingung.

Mata Ranni sembab, entah sudah berapa teman atau saudara menanyakan hal itu. Akan tetapi setiap kali itu pula dia hanya menangis. Dia merasa begitu bodoh membuat keputusan itu. Apalagi berani bertaruh untuk bermain Game dengan cintanya.

Tetapi Ranni tetap pada pendiriannya, “Iya, tante. Tapi aku ingin cinta Raffi hanya untukku, bukan untuk yang lain.”

Tante Lies geleng-geleng kepala, “Bukankah Raffi itu cintanya hanya sama kamu. Itu sudah dia katakan sama tante. Kenapa kamu masih tidak bisa menerima?”

Ranni menarik bibirnya serius, “Aku perlu pembuktikan, apakah nanti dia masih mencintaiku atau malah justeru menikah dengan Ella.”

Tante Lies tersenyum mulai menangkap maksud Ranni, “Jadi maksudmu apakah Raffi juga mencintai Ella? Lalu kamu menuduh Raffi akan menikah dengan Ella?” tanya tante Lies seperti minta penjelasan.

Ranni mengangguk pelan, “Kurang lebih seperti itu, tante.”

Walaupun kembali geleng-geleng kepala tante Lies tersenyum juga, “Ide kamu bagus, Ranni. Tapi dampaknya terlalu besar, kamu jadi nggak punya gairah, nggak bisa kerja. Kamu juga seperti nggak punya kehidupan, nggak punya tujuan hidup.”

Ranni cepat menjawab, “Memang untuk sementara aku harus menanggung beban itu, tante.”

Tante Lies sudah memahami, “Masalah ini harus di selesaikan. Kamu harus ketemu langsung dengan Ella, nanti semua akan ketahuan.”

Ranni mengerutkan kening, “Ya, itulah maksudku, dengan memutus hubungan dengannya, semua nanti akan ketahuan.”

Tante Lies lalu tersenyum lebar, “Okelah, besuk kita berangkat ke Jakarta. Kita akan tanya langsung pada Ella, apakah ada janji menikah dengan Raffi.”

Ranni tercenung terdiam, tidak ada kata yang bisa di ucapkan.

“Berarti kasusnya sudah ketemu, nggak usah pakai lama. Besuk juga akan ketahuan apakah Raffi membagi cinta dengan Ella apa tidak.”

Ranni hanya tersenyum, tante Lies sudah benar, yang jadi permasalahan memang seperti itu. Namun dia juga tidak berani berkata apa-apa. Sampai kemudian tante Lies dengan serius memastikan besuk pagi bersama-sama terbang ke Jakarta.

                                                                ***

Di Jakarta Tante Erna dan Ella menyambut kedatangannya dengan penuh kegembiraan. Mereka saling berpelukan seperti melepas rindu. Terutama Ella keinginannya untuk bertemu Ranni menjadi kenyataan.

Mereka saling bercerita tentang banyak hal. Tante Erna bercerita, berkat bimbingan Raffi, Ella menjadi gadis dewasa yang lincah dan berwawasan. Mulai saat ini Tante Erna akan memperhatikan masa depan Ella dengan sebaik-baiknya.

Selanjutnya tante Erna bercerita suaminya telah divonis pengadilan dengan hukuman tiga tahun. Ini menjadi pelajaran bahwa semua pekerjaan harus di jalankan secara benar. Tante Erna menyadari kepentingan keluarga harus di utamakan dari pada sekedar berbisinis.

Kakek dan nenek di Lampung sekarang sudah membiasakan hidup tanpa Ella. Disana masih ada Raffi yang sudah menjadi bagian keluarga yang tidak terpisahkan. Saling berbagi, saling berkomunikasi, dan saling mendukung dalam kekeluargaan.

Pada kesempatan pertama Ella bertemu Ranni, air matanya tumpah ruah saking bahagianya. Dia tidak menyangka mempunyai kakak perempuan yang cantik, anggun, dan mempesona. Tidak henti-hentinya dia mengagumi sosok Ranni sebagai idolanya.

Ranni sendiri cukup puas bisa bertemu dengan Ella. Di matanya Ella seorang gadis yang cerdas, lincah dan manja. Punya chemistry yang baik, santun dan menghormati dirinya. Berbicara dengannya menjadi hal yang menyenangkan.

Mungkin bagi Ella memandangnya sebagai hal biasa dalam kekeluargaan. Tetapi bagi Ranni jauh di kedalaman menyimpan hati yang hancur berkeping-keping. Bagaimana pun Ella adalah adiknya, maka apapun yang terjadi dia sudah mengikhlaskan.

“Ella, bagaima dengan kuliahmu?” tanya Ranni.

“Sudah masuk tahapan pembelajaran mbak, doakan Ella bisa menjalani dengan sebaik-baiknya,” jawab Ella bernada senang.

“Ya, syukurlah. Aku berharap kamu bisa sukses nantinya di Jakarta.” Ranni ikut senang.

“Terima kasih, kalau ada kesulitan aku biasa konsultasi sama kak Raffi.” Ella jujur.

“Berunrung kamu punya kak Raffi.” Ranni juga jujur mengatakan.

“Bagaimana hubungan mbak Ranni dengan Kak Raffi? Aku berharap makin baik. Oya, kapan mau menikahnya?” kata Ella tiba-tiba, pelan tapi menusuk hatinya.

“Ella, kenapa kamu tanyakan itu padaku?” jawab Ranni balik bertanya.

“Ya, karena aku tahu mbak Ranni pacarnya kak Raffi.” Ella tersenyum.

Lihat selengkapnya