Permata Hati

Awang Nurhakim
Chapter #14

Permata Hati.

Ranny memandang layar handphone-nya, ada beberapa pesan di WA-Groupnya. Tapi ada juga pesan yang masuk di Japrinya. Pesan itu dari Pretty yang mengabarkan bahwa dia akan melahirkan. Pesan di kirim jam 8 pagi tadi, sekarang sudah jam 10.

Ranni Panik, dari pagi tokonya ramai di kunjungi pembeli, sehingga dia baru tahu pesan itu sekarang. Dia ingat sekarang sudah bulan november yang tinggal beberapa hari lagi berganti bulan desember. Berarti pas dugaan Ranni kelahiran anak Pretty di bulan ini.

Ranni meminta izin pada ibunya untuk meninggalkannya selama Pretty melahirkan di Rumah Sakit. Rencananya dia akan ikut nungguin Pretty, karena kelihatannya suaminya Pram agak kecewa tahu bayi Pretty yang akan lahir perempuan, sedang maunya laki-laki.

Dalam perjalanan ke Rumah Sakit Ranni begitu gelisah setelah dua jam. Apakah Pretty sudah melahirkan apa belum? Mau telefon Pretty nggak mungkin lagi, pasti dia konsentrasi pada kelahiran anaknya. Mau telefon Pram juga nggak enak, maka Ranni harus cepat datang.

Sesampai di Rumah Sakit Ranni langsung berlari ke meja informasi, menanyakan letak ruang bersalin. Setelah itu barulah dia berani telefon Pram memberi tahu dia sudah di Rumah Sakit. Ternyata Pram juga baru masuk ke ruang bersalin beberapa menit yang lalu.

Ketika tiba di ruang tunggu keluarga, Ranni bertemu dengan Bapak dan Ibunda pretty yang terlihat cukup tenang, sedang menikmati minuman hangat. Mereka bersalam-salaman, Ranni memberi hormat. Ibunda Pretty sambil memeluk dan mencium Ranni.

“Kamu sendirian?” Ibunda Pretty tersenyum.

“Ya,” Ranni mengangguk, “Bu, Pretty gimana?’ tanya Ranni agak cemas ingin tahu.

“Pretty baik-baik saja, kok. Tadi Pram bilang, kalau kamu mau ikutan masuk, silahkan,” jawab ibunda Pretty.

Ranni langsung masuk ke ruang bersalin untuk menemani Pretty. Di ruang ini terlihat agak kosong, hanya ada satu dokter, dua suster, dan Pram yang tersenyum melihat Ranni. Lalu Pram menyilahkan Ranni untuk mendekat.

Pretty yang terlihat sangat kesakitan sempat melihat Ranni sebelum dia mengalami kontraksi. Selama beberapa waktu kemudian Ranni menemani Pretty di ruang bersalin. Pram memilih keluar karena sudah ada Ranni. Setelah sekitar satu jam si bayi akhirnya lahir juga.

Pram yang dipanggil masuk, keningnya berkeringat dan nafasnya memburu. Ranni dalam hati tertawa, beginilah sikap suami kalau melihat isterinya barusan melahirkan. Pram mencium kening Pretty sambil tersenyum lega.

Ranni merasakan tangannya agak merah dan bengkak karena digenggam Pretty selama dia mengalami kontraksi. Ranni berjalan keluar memberi tahu bapak dan ibunda Pretty, bahwa Pretty dan bayinya sudah lahir sehat-sehat saja.

Mereka langsung berpelukan merasakan kebahagiaan mendapatkan cucu hari ini. Seorang suster menghampiri untuk mempersilahkan mereka bertemu Pretty dan anaknya. Tanpa basa-basi mereka langsung masuk, Ranni pergi ke kantin untuk mencari minuman.

Ketika Ranni masuk ruangan lagi, mereka sedang membicarakan nama bayi yang sudah di pilih Pretty. Yustine Novia Ningsih, nama yang menurutnya sangat berkarakteristik dengan ibunya. Melihat berat dan ukuran si bayi kemungkinan juga akan seperti ibunya, cantik dan tinggi semampai.

“Pretty ... Selamat ya!” Ranni memeluk Pretty tiba-tiba, “Aku ikut bahagia dengan kelahiran Yustine, namanya anak laki atau perempuan sama saja,” lanjutnya, melihat temannya masih nampak lemah, memberi semangat karena mendengar Pram kecewa anaknya perempuan.

Pretty balas memeluk Ranni, tanpa harus mengatakan sesuatu, Pretty tahu Ranni tulus berbuat untuk dirinya. Dalam hati Pretty selalu berdoa semoga Ranni juga cepat mendapat kebahagiaan seperti dirinya. Ranni pun seolah merasakan hatinya terasa sejuk di hadapan Pretty.

“Syukuran nanti tentunya besar-besaran, ya?” tanya Ranni pelan.

“Pram nggak mau, mengundang kerabat dekat aja,” balas Pretty dengan nada kecewa.

“Yah, kita syukuri saja, Prett. Anugerah Tuhan, apapun bentuknya itu membahagiakan.”

“Terima kasih ya, Ran. Kamu selalu ada disaat aku membutuhkan, membuat aku semangat.”

“Iyaaa ... aku sekedar melakukan apa yang aku bisa lakukan.”

Cuaca di luar sangat cerah menambah kebahagiaan mereka hari ini. Tetapi entah kenapa hati Ranni sedikit gelisah. Terharu dan mengingatkan dia bahwa semakin hari dia semakin tua. Sementara khayalan untuk pernikahan belum terbayang sama sekali.

Ditambah Bapak dan ibunda Pretty menanyakannya, kapan Ranni akan segera menikah dan punya anak. Maka Ranni hanya bisa menangis dalam hati, tidak berani menjawab secara pasti. Minimal sebagai pertanda bahwa dia masih sadar memikirkan hal itu.

Tiba-tiba Pram mendekati Ranni menunjukkan tulisan di massage Japri WA-nya :

“Pram, kamu sudah tahu masalahku dengan Ranni. Aku ngikutin dia untuk tidak menelefon atau bertemu. Karena Pretty isteri kamu teman baiknya, maka aku bertanya lewat kamu. Aku hanya ingin tahu ... Ranni baik-baik saja, kan?”

Ranni tercenung membaca pesan Raffi untuk Pram. Dia gemas, kenapa Raffi nggak nekat aja langsung japri ke dia. Mungkin dia akan luluh dengan caranya itu demi cinta. Tapi dia menghargai komitmennya, bahwa Raffi memegang betul kata-kata Ranni.

“Terima kasih, ya. Bukannya aku nggak sadar, tapi untuk kebaikanku dan kebaikan dia juga.” komentar Ranni pada Pram.

“Ya, udah. Aku sama Pretty sebenarnya nggak jauh beda Raffi sama kamu. Setiap hari pasti ada masalah, tapi kita harus bisa melihatnya secara bijak,” komentar Pram juga.

Ranni menghela nafas, semoga apa yang dia lakukannya terhadap Raffi tidak berdampak. Mengganggu ketenangan dan kenyamanan keluarga Pram dan Pretty. Mereka harus repot mengurusi hal-hal yang sepele untuk dirinya.

Ketika Ranni mencerna pesan Raffi tadi yang menanyakan keadaan dirinya. Itu artinya Raffi masih memikirkan dirinya. Dalam hati menangis menyadari Raffi masih punya perhatian. Tetapi dia tidak tahu, entah sampai kapan dia akan terus begini.

Sekarang Ranni sudah bisa merasakan, kadang-kadang dia berpikir. Jelas-jelas Tuhan sudah mempermudah segalanya, tapi dirinya sendiri yang membuat semua jadi rumit. Yang lebih parah, dia pusing kepala karena dibuatnya sendiri dengan sadar ... itulah Ranni.

Ranni hanya bisa berdoa. Semoga Tuhan masih memberi jalan ataupun memberi petunjuk. Bahwa seandainya dia berjodoh dengan Raffi, mereka akan segera dipertemukan. Akan tetapi seandainya tidak, agar cepat diberikan solusinya.

                                                                   ***

Sekarang sudah tiba saatnya di penghujung tahun menjelang tahun baru. Desember akan segera ditinggalkan menggantikan tahun lama dengan tahun baru. Banyak Kantor sudah tutup libur Natal dan tahun baru. Biasanya banyak orang telah mempersiapkan diri untuk berlibur.

Mereka menghabiskan waktu bersama keluarga atau bersama kekasih tercintanya bagi yang masih lajang. Suasana gembira merebak dimana-mana. Setelah sibuk dengan pesta natal lalu disambung dengan pesta menyambut tahun baru.

Panggung-panggung hiburan digelar dimana-mana. Mulai dari yang menampilkan artis local hingga yang didatangkan dari ibukota. Acara makan-makan bersama, Pesta kembang api, pasti akan menyemarakkan suasana. Bagi yang memilih tinggal dirumah, TV pun berebut menyuguhkan berbagai acara menarik.

Banyak teman-teman dan kenalannya mengajak Ranni untuk merayakan tahun baru bersama. Ada yang menawarkan ke pesta suave new year party. Ada yang ngajak nonton konser music semalaman. Ada pula yang menawarkan menginap di Villa sambil memancing ikan.

Ranni tidak begitu tertarik, malas, apalagi kalau sampai harus menginap. Yang jelas sudah nggak ada semangat lagi. Tahun baru terasa nggak ada arti apa-apa baginya. Nggak ada harapan-harapan baru yang hadir. Semuanya tetap biasa saja, sepi.

Ranni menghempaskan badan ke sandaran kursi di belakang meja di tokonya. Hari ini sangat melelahkan, menjelang tahun baru banyak pesanan yang masuk. Dia menyalahkan dirinya sendiri yang belum bisa berkonsentrasi dengan penuh.

Beberapa konsumen ada yang komplain, hasil pesanan berbeda dengan yang di-inginkan. Sehingga dia harus memperbaiki, mengulangi lagi pekerjaannya. Setelah di teliti ternyata ada barang yang tertukar kepemilikannya dengan yang lain.

Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Saking parahnya semua karena keteledoran Ranni sendiri. Beruntung konsumen baik-baik saja mau memberi kesempatan Ranni untuk mengkoreksi. Sehingga tidak menimbulkan gejolak Mal service.

Apa iya pekerjaannya kacau begini gara-gara Raffi? Belakangan ini Ranni menyadari perasaan kerja bukan lagi penuh semangat. Tetapi lebih seperti hanya melakukan kewajiban saja. Tidak lagi mempertimbangkan apakah konsumen akan puas atau tidak.

Tanpa diduga Pretty datang diantar sopirnya, langsung memperlihatkan undangan syukuran anaknya, “Ran, acara besuk kamu harus hadir, ya.” Pretty mengingatkan. Sengaja dia mampir ke tokonya bertemu sendiri agar Ranni bisa hadir.

“Lho, katanya nggak di-rayain gede-gedean?” Ranni setengah kaget.

“Iya, tetep biasa-biasa saja. Karena acara syukuran Selapanan bertepatan pada tanggal 1 tahun baru. Pram mendadak ingin mengundang temen-temen sekelas sekaligus begadang menyambut tahun baru.”

“Hah? Maksudmu Re-Unian?” Ranni semakin terkejut.

“Ya, sekalian re-unian kecil-kecilan, bagi yang sempat hadir saja,” jawab Pretty.

Lihat selengkapnya