Keesokan harinya. Pada pukul dua siang hari. Teman dekat Nada datang kerumah, bermaksud untuk menjenguknya. Sudah hampir satu minggu Nada izin tidak masuk sekolah dengan alasan sakit.
"Nad, ada temanmu datang," ucap Bu Yani mengutuk pintu kamar putrinya. Nada langsung menyeka air matanya. Dia bangkit dari tempat tidur dan langsung memperhatikan wajahnya di cermin. Matanya sembab, hidungnya merah dengan wajah yang sangat terlihat muram.
"Ya, Bu. Nada akan segera keluar," jawab Nada dari dalam kamarnya. Dia memakai Concealer di bawah matanya. Alat kecantikan sederhana yang ia beli dengan menabung selama beberapa bulan. Kemudian, ia mengambil sweater hangat dari dalam lemari lalu memakinya. Pelan, ia keluar kamar dan menemui temannya.
"Nad nad ...." Nur teman sebangkunya langsung berdiri dan memeluknya. "Ya, Allah. Kau pucat sekali," ujar Nur.
"Sakit apa Nad?" tanya Atika dia menyalami Nada.
"Hanya demam biasa, Tik," jawab Nada pelan. Mereka bertiga duduk di bangku.
"Sudah berobat?" tanya Atika lagi. Kali ini Nada menjawabnya dengan anggukan.
"Rafi mencarimu ke kelas setiap hari," ujar Nur, yang langsung di sambung cie-cie oleh Atika. Nada tersenyum malu dengan itu tapi sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi sangat muram. Bagaimana hubungannya dengan Rafi jika saat ini dia bukan lagi gadis lajang yang bebas menyukai siapa saja.
"Dia tanya alamat rumahmu," ujar Nur.
"Uhuk, sekalian datang bareng Ayah, Ibu," goda Atika.
"Hahaaa bener," Nur dan Atika saling berbalas meledek Nada dan Rafi.