Mobil warna hitam milik Pramudya perlahan meninggalkan desa. Nada terus saja menunduk dan menangis sesenggukan. Air mata seolah enggan pergi darinya. Hatinya sakit, batinnya terluka. Bagaimana dia harus menjalani masa remajanya? Itu yang terus dan terus ia pikirkan. Dadanya terasa sangat sesak karena tangis yang tak kunjung berhenti. Dia beberapa kali menyeka hidungnya dengan baju yang ia pakai.
Tanpa kata, Pramudya memberinya tissue.
"Terima kasih," ucap Nada menerima tissue dari Pramudya. Dia segera membersihkan hidungnya dan mencoba berpikir dengan jernih. Dia tidak bisa merubah ini, tangis dan rintihan kepiluannya juga tidak akan bisa merubah ini. Saat ini, yang harus ia lakukan adalah menerimanya. Menjadi gadis kuat dan tetap ceria seperti biasanya. Dia akan membuat Pramudya kesal padanya setiap hari, hingga laki-laki itu muak dengannya lalu mereka bercerai. Ide bagus. Nada menyeka air matanya. Kemudian, ia duduk dengan tegak.
Tidak ada percakapan antara mereka sepanjang perjalanan. Nada diam, pun dengan Pramudya. Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga mobil itu masuk ke area perumahan cluster di pusat kota. Hanya selang tiga menit dari gerbang utama mobil Pramudya parkir di salah satu rumah. Pelan, dia keluar dari mobil lebih dulu lalu membukakan pintu untuk Nada.
"Sudah sampai, Yuk," ajaknya. Nada menatapnya sinis. Hatinya sangat terluka dan muak melihat laki-laki ini. Laki-laki yang menurutnya telah merenggut masa remajanya dengan keji. Seperti boneka penuh dendam ia turun dari mobil dan mengikuti Pramudya.
Pramudya membuka pintu rumah dan melangkah masuk. Namun tidak dengan Nada, dia diam membeku dengan tatapan kebencian dari matanya. Menyadari jika Nada tidak ikut masuk dengannya, Pramudya menghentikan langkahnya lalu membalik badan, menatap gadis kecil itu dengan senyum.
"Masuklah," ucap Pram menatap Nada yang masih diam mematung di depan pintu. Nada membalas tatapan mata Pramudya.
"A'uzubillahi minashaithoo nirrojiim. Bismillahirrahmanirrahim," Nada membaca ta'awud dan bismillah sebelum menyetujui untuk masuk ke dalam rumah. Dia bahkan membaca ayat kursi tiga kali.
"Rumah ini aman, tidak ada setan," sahut Pramudya yang mendengar Nada melafalkan do'a.
"Ada, kamu setannya," jawab Nada dengan sinis. Pramudya yang mendengar itu langsung tertawa terbahak-bahak. Dia berpikir jika Nada akan diam seribu bahasa saat sampai di rumah tetapi ternyata dia malah melawak.