"I-tu—" Tenggorokan Hana tercekat, tidak tau harus mengatakan apa sebagai alasan. Berbohong mungkin adalah hal yang paling sial, yang paling tidak bisa Hana lakukan. Meremas jari-jemari tangannya, gugup Hana menoleh kearah Pasha yang duduk tepat di seberangnya. Hana melihat wajah tampan tanpa ekspresi itu, yang hanya menjadi pemerhati dalam diam.
"Itu apa?" Hana dikejutkan dengan suara lantang Keira di telinga kanannya, terus fokusnya kembali berpusat pada kakak keduanya itu.
"Yah itu—" Dalam kebingungan harus memikirkan apa sebagai jawaban, kekacauan itu refleks membuat Hana dengan lugunya berseru, "Love at first sight"
Seruan Hana yang terkesan bersemangat dan menggebu itu berhasil mencuri semua pusat perhatian orang di ruang tamu. Mereka semua berkerut jidat memandang Hana, kecuali Pasha yang menyeringai dengan bibir berkedut samar.
"Hah?" Sepasang mata Keira berkedip dua kali menatap Hana. Seakan ia baru saja mendengar lelucon kering, yang mana itu tidak lucu sama sekali, "Han, kamu bicara apa sih? Love at first sight?" Keira mendesah di ujung pertanyaan, matanya berkedip tak percaya pada Hana, "Jangan konyol deh Han!" Keira benar-benar tidak habis pikir dengan adik bungsunya itu. Entah apa yang dipikirkan Hana sampai melakukan hal gila ini.
"Konyol? Apa menurut kak Kei memiliki cinta pada pandangan pertama itu konyol?" Hana mencoba mengatur keguncangan yang ada dalam dirinya. Berusaha sekeras mungkin menenangkan detak jantungnya yang berdetak cepat seakan siap melompat jatuh ke perut.
"Lihat!" Kognisi Hana yang benar-benar kacau, membuat Hana gagal mengendalikan sel-sel saraf dan otot di tubuhnya. Ke-amburadulan itu begitu kentara, sampai membuat Hana refleks mengangkat jari telunjuknya, menunjuk tepat kearah Pasha duduk.
"Pak Pasha tampak begitu memukau malam ini" Semua orang berpusat pada objek yang Hana tunjuk, Pasha.
Pria arogan itu duduk tegap dengan pesona acuh di wajah tampannya yang tak beriak. Orang-orang mulai menelusuri penampilan Pasha malam itu yang tampak begitu rupawan dalam balutan kemeja formal coklat gelap. Itu menonjolkan kulit putih pucat nya yang bersinar cerah dan adil.
Berpadu luaran rompi hitam yang membungkus badan kekarnya yang keras dan kokoh. Di tambah sentuhan dasi hitam yang mempertegas karakter sombongnya.
Tak ada satupun yang dapat membantah pernyataan Hana.
"Malam ini, dia berhasil membuat ku terpesona dengan penampilannya" Jujur, mengatakan hal se-lugas itu sebagai seorang wanita yang memiliki karakter tertutup dan pemalu, membuat kedua belah pipi Hana menghangat merah. Ingin sekali Hana mengangkat punggungnya dari sofa dan se-segera mungkin meninggalkan ruang tamu.
Tapi, mau tak mau Hana harus menuntaskan aktingnya sampai akhir. Sampai tujuannya tercapai sudah, walau mungkin Hana akan tidur dengan menangis semalaman penuh. Tapi semua demi...
Kebaikan semua orang.
"Hanaa" Keira menggeram kesal, mencubit perut datar Hana yang nyaris tak berlemak, "Kenapa kamu lakuin hal konyol ini hem?" Keira berbisik rendah di telinga Hana.
"Sudah kakak bilang, percayakan saja pada kakak, kamu tak perlu melakukan hal bodoh ini" Keira menatap lamat-lamat Hana. Tidak hanya dirinya seorang, semua orang yang ada di ruang tamu pun tau jelas kekonyolan yang Hana buat hanyalah sandiwara belaka.
Hana menatap Keira rumit, ia melakukan hal gila ini, itu demi Keira dan demi ketenangan semua orang di masa depan. Hana tidak mau ada kegaduhan atau perseteruan apapun dalam keluarga kecilnya. Sejauh ini meskipun mereka semua orang yang sibuk, tapi keluarga mereka selalu dalam ketentraman.
"Kak, aku beneran love at first sight sama pak Pasha.." Hana tidak mungkin mengatakan pengorbanannya secara terbuka, terus menutupnya rapi dalam kebohongan.
"Hannn..."
"Ekhem" Arya berdeham dan menghentikan aktivitas bisik-berbisik antara Keira dan Hana.
Gugup Hana melirik kearah sang papa, menemukan tatapan tegas pria paruh baya itu menatap lurus kearahnya, "Kamu serius dengan apa yang kamu katakan?"
Hana menelan liur pahit, berbalas menatap balik sang papa takut-takut, pelan menganggukkan kepalanya, "Hana serius pa"
Arya tau putri bungsunya itu berbohong. Walau Arya sama sekali tidak mengerti kenapa Hana melakukannya, "Jadi apa yang kamu inginkan?"
"I-tu—" Meremas gamis panjangnya, gugup Hana menoleh kearah Pasha.
Sepasang mata hitam yang bergetar takut-takut itu tampak seperti tatapan kelinci putih di hadapan serigala buas. Bibir merah gelap Pasha berkedut samar melihat itu.
"H-hana mau menerima lamaran pak Pasha"
Sontak Keira dan Ratna duduk terkejut di tempat, sepasang bola mata mereka nyaris saja melompat keluar.
"J-jadi, tolong papa jangan jodohkan kak Keira sama pak Pasha" Hana menundukkan kepalanya. Keringat dingin sudah membasahi kedua telapak tangan kecilnya. Hana merasa dadanya sesak dan sakit. Hana sadar betapa berat pengorbanan yang dilakukannya ini.
"Hanaa" Keira menjerit keras tak terima.
"Baik" Seruan frustasi Keira langsung terpotong oleh suara tegas Arya.
"Papa tanya sekali lagi, apa kamu serius Hana?" Arya menatap lamat-lamat putri bungsunya itu, berusaha menelusuri pikiran akan apa yang membuat Hana sangat bersikukuh menerima lamaran Pasha. Tapi Arya tak mendapatkan apapun dari senyuman palsu Hana yang tampak begitu menyakinkan.
"Iya, Hana serius"
"Papa tanya untuk terakhir kalinya, apa kamu yakin mau menerima lamaran Pasha sebagai suami mu?" Arya sesungguhnya sangat tidak rela Hana yang lugu, polos dan murni harus menikah dengan seorang Pasha yang picik dan licik. Tapi Arya tak punya pilihan jika itu adalah Hal yang di putuskan Hana. Sekalipun Arya tau Hana melakukan itu pasti dengan satu alasan.
"Hana yakin"
Shahbaz mau tak mau tak takjub dengan keberanian dan ketegasan Hana dalam membuat keputusan. Walau Shahbaz sama sekali tidak mengerti, apakah mungkin gadis kecil cantik itu menerima lamaran putra tunggalnya hanya karena ketampanan Pasha semata?
"Baik kalau begitu, seperti yang anda dengar sendiri Shahbaz" Arya menoleh pada Shahbaz, salah seorang konglomerat berdarah campuran Arab yang tak lama lagi akan segera menjadi besannya, "Putri bungsu saya Hana, telah menerima lamaran putra tunggal anda, Pasha"
Keadaan menjadi hening. Ekspresi wajah Ratna menjadi kaku, sedang Keira berkedip tak percaya merasa linglung dan Hana mencoba untuk tetap tenang dengan seulas senyum tipis di bibir kecilnya.
Shahbaz meletakkan sebuah kotak kecil berwarna merah beludru, menyodorkannya pelan kearah Arya, "Ini adalah cincin turun-temurun keluarga, karena tidak lama lagi Hana akan menjadi menantu keluarga kami, tolong sematkan ini di jari manis putri bungsumu"
Arya mengambil kotak beludru kecil itu, membukanya dan melihat sebuah cincin emas putih yang bertahtakan berlian kecil yang mengilap, "Hana kemari..."