Pernikahan Yang Sempurna

Sifa Azz
Chapter #16

16. Kapan Halalnya?

Hana muntah-muntah di wastafel kamar mandi yang ada dalam kamarnya, di temani kedua sahabatnya yang terus menepuk pelan punggungnya. Semangkuk bubur bayam yang Hana paksa masuk ke perut, kini terbuang sudah. Hana memutar kran dan membilas mulutnya dengan air.


"Kamu sih Han, kenapa harus nurut banget si sama omongan tu bapak. Belum juga jadi istrinya, toh masih tunangan" Bebel Chaca, yang tak habis-habisnya meluahkan kekesalannya terkait kejadian tadi.


Hana menutup kran air, mengambil tisu dan mengelap kering bibirnya yang basah, "Aku males liat kalian berdua cekcok"


Karena itulah Hana segera menghabiskan semangkuk bubur bayam itu, berjuang keras untuk tidak muntah sampai akhir, agar Pasha segera pergi dan tak perlu melanjutkan peperangan dengan Chaca.


Hana menoleh pada Chaca, mendesah panjang, "Yang satunya perang tombak yang satunya lagi perang dingin..." Hana menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat perseteruan antara Pasha dan Maya.


"Perang tombak? Maksudnya itu aku?" Chaca menunjuk kearah dirinya, menatap Hana setengah percaya.


"Udah Cha, udah.." Miftah sebenarnya sudah sangat lelah membujuk temannya yang satu itu agar berhenti mendumel. Tapi mau tak mau ia kena sabar dan terus membujuk.


Hana pergi meninggalkan kamar mandi diikuti Miftah dan Chaca yang berjalan di belakangnya. Naik ke atas ranjang, Hana terus berbaring di bawah selimut. Hana menatap langit-langit kamarnya dengan perasaan berat.


"Jadi gimana ceritanya Han, kok bisa kamu tiba-tiba tunangan sama pak Pasha?" Miftah duduk di tepi kasur, bertanya dengan tenang pada Hana. Sedang Chaca berdiri di samping tempat Hana berbaring, melipat kedua tangannya di depan dada, Chaca juga ikut menanti jawaban Hana.


"Ceritanya pan—"


"Kita tau kok ceritanya panjang" Potong Chaca, berhasil membuat Hana mengulum rapat bibirnya tersenyum kecil, "Kalau kamu gak sanggup cerita sekarang, kita tunggu pas kamu udah sehat. Mau seberapa panjang pun ceritanya, kita berdua bakal siap dengerin. Mau dua hari dua malam sekalipun, kita bisa nginep disini kalau perlu"


Miftah dan Hana saling bertukar pandang, saling melempar senyum dan menggelengkan kepala.


Hana menarik nafas dalam-dalam, menghembusnya perlahan. Hana menatap Chaca dan Miftah silih berganti hingga memutuskan untuk bercerita dari malam di mana ia membuat kesepakatan dengan Pasha. Keduanya tampak menyimak dengan serius sampai akhir tanpa menyela.


"Jadi karena pak Pasha berhasil memenuhi ketiga persyaratan yang ku ajukan, mau gak mau ya aku harus terima lamarannya sesuai kesepakatan yang kita buat" Tutup Hana dan mendesah berat.


"Kamu yakin Han, bakal nikah sama tu bapak?" Chaca sungguh tidak habis pikir hanya karena kesepakatan Hana bersedia menikah dengan seseorang yang jelas-jelas tidak Hana cintai.


"Itu bapak bukan tipe kamu banget Han, udah gitu dari segi aspek manapun gak ada yang cocok-cocoknya di antara kalian berdua" Jabar Chaca, emosi ketidaksenangan terukir jelas di raut wajahnya, "Nih ya, teman yang engga satu frekuensi aja susah banget jalaninnya, apa lagi nikah sama orang yang gak se-frekuensi, Han kamu yakin?"


Hana memejamkan matanya sesaat dan lagi-lagi mendesak panjang, "Aku gak punya pilihan lain Cha" Hana membuka kedua matanya, menatap sendu tak berdaya pada Chaca.


"Gini Han, kamu bisa kan bincang-bincang lebih lanjut sama pak Pasha, terus terang ke dia kalau kamu tu benar-benar engga bisa nikah sama dia. Kamu jelasin baik-baik ke dia kalau pernikahan ini tetap dipaksain, itu gak akan baik buat kalian berdua"


Hana tersenyum lemah, menggeleng-gelengkan kepalanya kearah Miftah, "Udah Mif, udah aku lakuin dari awal. Tapi pak Pasha tetep kekeuh buat nikah sama aku"


"Dasar ya tu bapak, emang gak bisa banget liat daun muda. Padahal kan di luar sana masih banyak yang lebih cantik dan bahkan lebih muda dari kamu. Dengan tampang dan statusnya yang seorang bos besar itu, aku yakin itu cukup mudah buat dia. Tapi kenapa sih harus banget dia pilih kamu?" Gerutu Chaca kesal.


"Sebenarnya.." Ragu Hana berbicara, menatap Chaca dan Miftah bergantian.


"Sebenarnya apa Han?" Buru Chaca tak sabar.


"Pak Pasha keukeh nikah sama aku itu bukan karena cinta.."


"Ya jelas lah, pria dingin macam dia tau apa pasal cinta" Geram Chaca.


"Dan bukan karena aku cantik, atau pernikahan politik atau masih muda, pokoknya ini tu gak seperti yang kalian bayangin"


Sontak pernyataan itu membuat Miftah dan Chaca membulatkan mata terkejut, "Terus karena apa?" Tanya keduanya serempak.


"Di mata Pak Pasha, aku ini itu macam barang antik"


"Apaa?" Pekik keduanya serentak.


"Ya gitulah pokoknya. Aku pun gak ngerti kenapa bisa dia berpikir kaya gitu"


"Ini bahaya Han, jangan-jangan tu bapak kelainan lagi? Kamu tau kan akhir-akhir ini banyak berita terkait fetish-fetish orang yang jujur itu gak masuk akal banget Han"


"Husy, jangan asal ngomong gitu Cha. Kita kan gak tau hal sebenarnya apa. Ya bisa aja kan antik yang di maksud pak Pasha itu sifat atau karakternya Hana mungkin?" Terang Miftah.


"Kamu tu terlalu positive thinking Mif. Saat-saat seperti ini kita tu perlu berpikir negatif sedikit untuk meningkatkan kewaspadaan, fahimti?*¹"


"Fahimtu*², tapi ya gak—"


"Sytt, udah. Aku lagi gak mau berdebat"


"Huft.." Miftah terakhir menghela nafas.


Tidak tau kenapa, kepala Hana tiba-tiba saja memberat dan pusing. Memikirkan apa yang baru saja di jabarkan Chaca, jujur itu membuat Hana menjadi gelisah. Bagaimanapun, Pasha tidak memiliki image baik apapun di ranah bisnis, selain sikap kompetitif dan kesuksesannya dalam meniti perusahaan di usia muda.


Selebihnya, itu adalah negatif semua.


Bos besar yang toxic...


Pangeran malam yang licik...


Pria dingin yang arogan...


Pengusaha angkuh yang picik...


Anak konglomerat yang apatis...


Hampir tak ada hal positif apapun ketika nama Pasha di sebutkan.


"Jadi, sampai kapan kalian bakal tunangan?" Setelah beberapa saat berlalu dalam keheningan, Chaca kembali mengajukan pertanyaan.


"Itu aku belum tau Cha"


Chaca menghela nafas pelan. Meraih salah satu tangan Hana yang putih bening itu, lembut Chaca menggenggamnya dan berkata dengan tulus, "Jika kamu memang tidak sanggup menerima pernikahan ini, aku harap kamu jujur. Bilang ke kita, terus terang kita, siapa tau kita berdua bisa bantu kamu Han untuk nyari solusinya"

Lihat selengkapnya