Pernikahan Yang Sempurna

Sifa Azz
Chapter #18

18. Seperti Barang Antik

"Ah, iya, aku lupa memberitahu kakak" Hana lupa memberitahu keluarganya kalau Pasha bersiap menikahinya minggu depan.


"Sebenarnya hari ini, aku baru aja selesai fitting baju pengantin sama pak Pasha"


Keira ter-pelongo di tempat.


"Bukannya kalian baru aja tunangan? Kok bisa tiba-tiba mau nikahan minggu depan?" Keira mengedipkan matanya tak percaya.


Hana mendesah berat. Karena sebelumnya ia sudah ber-akting menjadi Hana yang love at first sight sama Pasha, jadi di sini ia harus menunjukkan seperti apa umumnya seorang gadis ketika terbuai bunga-bunga cinta, "Ya bukannya apa si kak, Hana merasa gak nyaman aja gitu kalau tunangannya kelamaan. Mending langsung nikah, biar lebih enak aja gitu nanti jalin hubungannya sama pak Pasha, kan udah halal"


"Han, kok kamu ngebet banget si nikah sama dia, Jangan bilang kamu benar-benar love at first sight sama si toxic itu?" Keira yakin kalau malam hari itu Hana berbohong mengucapkan kalimat dramatis itu, tapi ini kenapa...


"Ya memang benar kan" Hana bersikap se-normal mungkin. Hana tidak mau Keira curiga kalau ia menerima lamaran Pasha malam hari itu karena terpaksa.


"Terus, kamu serius mau nikahan terus minggu depan? Gak nunggu kamu siap S1 dulu Han? Kamu tinggal beberapa semester lagi loh Han, mending kamu fokus kuliah dulu, nikahnya di tunda dulu bisa kan?" Keira sungguh tidak tau apa yang merasuki adiknya. Ia bahkan masih sulit mempercayai kalau Hana sungguh telah jatuh hati pada Pasha.


Hana mengulum rapat bibirnya, menatap Keira diam.


Itulah yang sangat ingin Hana lakukan. Fokus menyelesaikan studi S1 nya dulu. Baju toga sebelum baju pengantin. Tapi karena kejadian semalam, segalanya menjadi kacau. Hana tidak mungkin menceritakan hal itu pada Keira. Hana tidak mau Keira curiga kalau ia melakukan semua ini karena terpaksa.


"Ya kan enggak ada masalahnya kak. Toh setelah aku nikah aku bakalan tetep nyelesain studi aku. Nanti aku juga bakal bicarain ini sama Pak Pasha, aku yakin dia bakal ngerti kok"


Keira menghela nafas kasar, menatap Hana jengah, "Hana tapi kamu masih terlalu muda buat nikah. Gimana nanti kalau kamu hamil? Apa kamu yakin masih bisa fokus sama studi kamu?"


Hana tertegun. Ia tidak terpikir sampai ke sana, "Ya itulah kenapa aku bakal ngebahas ini nanti sama pak Pasha lebih jauhnya gimana. Aku harap dia paham"


"Kalau dia paham, ya kalau engga?" Keira sungguh sangat mengasihani keluguan adik cantiknya didepannya ini. Bisa-bisanya Hana yang polos dan murni jatuh di tangan pria dingin apatis seperti Pasha.


Hana terdiam.


"Han, kakak tau kamu tu pribadi yang relijius, rajin beribadah, berhijab dan salehah" Jadi wajar jika Hana menolak bertunangan lama-lama dan memilih untuk segera menikah untuk dapat menjalin hubungan secara halal, "Tapi apa kamu yakin diri kamu siap menikah di usia semuda ini? Apa kamu yakin nantinya kamu gak akan menyesali keputusan kamu ini? Apa kamu sanggup jika masa muda kamu sirna begitu saja setelah pernikahan nanti?"


Hana terhenyak. Meremas jari-jemari tangannya gusar. Hana merasa seperti ada sesuatu yang menekan dadanya. Itu berat dan menyesakkan. Jujur, membayangkan semua pertanyaan itu membuat Hana tak dapat membohongi dirinya untuk tidak merasa takut.


"Maaf, kakak sama sekali gak niat buat nakutin kamu disini. Kakak cuma mau kamu mikir panjang ke depan, bukan mikir enaknya aja buat sekarang"


Bulu mata Hana bergetar pelan, memandangi Keira dengan perasaan tak tergambarkan.


"Tapi apapun keputusan kamu nanti, kakak cuma bisa bilang..." Keira meraih tangan kecil Hana yang lembut dan putih bersih menggenggamnya erat, "Kakak akan ngedukung apapun itu"


Hana tersenyum dengan perasaan gemetar, "Makasih kak"

—••—

"Jadi, ada apa kamu ngajak saya ketemuan di sini?"


Setelah pembicaraan sore kemarin dengan Keira, keesokan harinya tepat di jam makan siang, Hana terus meminta Pasha untuk bertemu di restoran Diamond keluarganya.


"Ada hal yang mau saya omongin sama bapak" Hana menautkan jari-jemari tangannya, berusaha untuk tetap tenang dan rileks.


"Apa?"


"Itu—"


Pasha mengangkat tangannya, "Sebentar" Lalu meraba saku jasnya mengeluarkan sebuah benda kecil yang tak lagi asing di mata Hana.


"Dua puluh menit" Pasha meletakkan jam pasir kecil itu di tengah meja, "Saya hanya punya waktu tiga puluh menit. Dua puluh menit untuk mendengarkan pembicaraan mu dan sepuluh menit untuk saya makan siang. Sesudahnya, saya harus segera kembali ke perusahaan"


Itu tidak lagi menjadi suatu hal yang mengejutkan bagi Hana. Karena Hana sudah melewati hal yang lebih menegangkan daripada itu. Di hari membuat kesepakatan, dimana Pasha benar-benar membuatnya merasa diburu oleh waktu.


"Baik" Hana mengangguk sebagai pertanda dari persetujuan.

Lihat selengkapnya