Pernikahan Yang Sempurna

Sifa Azz
Chapter #23

23. Rasanya Memiliki Suami

Tepat ketika hampir jam makan siang, Pasha tiba-tiba saja teringat Hana. Hal menggemaskan yang dilakukan gadis itu padanya tadi shubuh, sungguh membuatnya tak tahan tersenyum lucu sendiri. Pasha pun memutuskan untuk pergi ke kampus Hana, mengajaknya makan siang bersama.


Kedatangan Pasha di kampus Hana,

berhasil mengundang banyak perhatian banyak pasang mata. Memang penampilan bos besar ditambah dengan mobil mewah berkelas, siapa yang tak tahan melewatkan panorama itu.


Tepat ketika Pasha menghubungi Hana, itu sama sekali tidak diangkat. Hingga panggilan yang kelima kalinya, tepat ketika tali kesabaran Pasha hampir putus, Pasha mendengar suara lembut Hana dari seberang.


"Wa'alaikumsalam"


"Cepat keluar, saya di kampus kamu sekarang"


"Apa? Kamu di rumah sakit?"


"Beritahu saya alamat rumah sakitnya. Saya ke sana sekarang"


Pasha langsung masuk kedalam mobil dan lekas menuju ke rumah sakit. Sedangkan Hana yang baru saja mengakhiri panggilan, dapat merasakan tatapan Chaca dan Fawaz tertuju kearahnya.


"Kok bisa jadi Pak Pasha, jelas-jelas tadi nama kontaknya Paman kan?" Chaca melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Hana heran.


Hana tidak mungkin bilang karena ia terlalu malas melihat nama Pasha di kontaknya. Bisa-bisa Chaca akan lebih mengutuk dirinya karena dengan bodohnya pasrah menikahi pria yang tak ia cintai.


"Ah, itu panggilan sayang" Hana tersenyum lebar dengan mata berkedip cengengesan.


"Panggilan sayang?" Kening Chaca berkerut dalam, sulit memahami itu.


"Iya, soalnya aku liat pak Pasha itu udah macam paman aku, jadi ya aku buat nama panggilan khusus itu untuk kontaknya" Hana sadar, sepertinya ia mulai terlatih berbohong. Hana merasa sungguh berdosa karena itu. Tapi Hana tak punya pilihan lain, Hana tak mau Chaca mengkhawatirkan pernikahannya dengan Pasha yang memang karena terpaksa— itu sebenarnya tidak baik-baik saja baginya.


Chaca dan Fawaz masih berpikir alasan itu cukup konyol untuk dibilang masuk akal. Hingga setelah beberapa menit berlalu pintu terbuka, tampak Miftah yang berjalan masuk bersama seorang pria berjas hitam yang tak lain adalah Pasha.


"Ini Hana nya Pak" Miftah mengedipkan matanya pada Hana, "Itu Paksu kamu datang"


Perkataan Miftah itu berhasil membuat kedua belah pipi Hana bersemu merah. Hana menoleh pada Fawaz, niatnya mau mau pamit pulang. Tapi Pasha lebih dulu bertanya, "Istri saya baik-baik saja kan dok?" Pasha berdiri dengan satu tangan bersarung di saku seluar, kesan gaya yang ditunjukkannya sedikit pongah.


"Engga, lambung nya sedikit bermasalah"


"Bermasalah?" Alis Pasha bertaut.


"Iya, asam lambungnya naik. Itu karena istri anda makan tidak teratur. Tolong lebih memperhatikan istri anda pak" Fawaz sebenarnya sangat cemburu dengan pria didepannya itu. Tapi Fawaz tetap menjaga sikap profesionalnya dan kewibawaannya sebagai seorang dokter.


"Saya mengerti" Pasha tersenyum klise.


Hana tanpa sadar membandingkan dua orang itu. Yang satu berperawakan tenang dengan aura hangat musim semi yang mendamaikan. Sedangkan yang satunya angkuh, membawa aura musim dingin yang tak bersahabat. Hana tanpa sadar menghela nafas, dapatkah ia paling tidak berteman dengan aura berat itu?


"Hana"


"I-ya pak" Entah karena kebiasaan atau apa, mungkin aura yang membekukan itu kerapkali membuat Hana terintimidasi.


"Kita pulang"


Siap mengatakan itu, Pasha langsung merengkuh tubuh kecih Hana dan menggendongnya. Perlakuan itu membuat Hana sontak terkejut, "Pak, saya masih sanggup jalan kok"


"Saya tau!"


"Yaudah sayanya di turunin aja pak.." Tutur Hana gugup. Aroma maskulin Pasha yang merambat masuk ke penciumannya, mungkin itulah pemicunya.


Pasha tidak menjawab apa-apa, terus membawa Hana keluar dari bangsal.


"Jadi itu suaminya Hana?" Fawaz bertanya pada Chaca dan Miftah. Keduanya sekilas tampak terpesona dengan apa yang dilakukan Pasha pada Hana yang nyaris mirip dalam drama-drama.


"Iya kak" Chaca mengangguk.


"Oh" Fawaz tidak punya hal lain untuk dikatakan.


"Kak Fawaz, maaf" Chaca sedikit menundukkan wajah menyesal.


"Kenapa tiba-tiba minta maaf?" Dahi Fawaz mengernyit.


"Sebenarnya Chaca sengaja desak Hana untuk kemari" Chaca mengangkat pandangannya, menatap dalam ke ujung dasar mata sang kakak lelaki.


"Kenapa?"


"Buat mastiin sesuatu"


"Sesuatu?" Kening Fawaz berkerut bingung. Sedangkan Miftah hanya diam menyimak percakapan dua orang itu.


"Apa kak Fawaz ada perasaan sama Hana atau enggak"


Deg!


Tak hanya Fawaz yang terkejut, Miftah pun ikut membelalakkan matanya sekilas mencuri pandang untuk memperhatikan ekspresi dokter tampan itu.


Fawaz tanpa sadar meremas jari-jemarinya, mencoba untuk tidak gugup. Fawaz yakin selama ini ia sudah menyembunyikan perasaannya dengan sangat baik, jadi tidak mungkin...


"Terus menurut kamu?"

Lihat selengkapnya