"Jawab saya Hana.."
"..." Hana tak berani menatap mata itu, terus melarikan pandangannya ke sembarang arah.
Pasha mencubit dagu Hana dan membuat sepasang mata hitam itu menatap tepat kearahnya. Pasha dapat melihat dahi Hana yang mengernyit sakit, tampaknya cubitan yang ia berikan terlalu keras. Pasha pun melepas cubitannya dari dagu Hana dan begitupun kedua tangan Hana yang ia kunci di atas kepala.
Hana tidak dapat merasa lega sebelum tubuh kekar Pasha berhenti menindih tubuhnya. Jujur, tubuh pria itu cukup berat. Jika terus dalam posisi ini, Hana bisa pingsan karena menanggung beban itu dengan tubuh kecilnya.
"Ini peringatan terakhir dari saya, jangan pernah menyentuh dapur lagi" Mata elang itu menatap Hana tegas dan dalam.
Membuat Hana diam dan tak mampu berkutik. Hana pasrah saja melihat Pasha yang meraih kedua tangannya dan memeriksa setiap incinya dengan saksama. Ketegangan Hana sirna tergantikan dengan rasa penasaran, 'Sebenarnya apa yang sedang pak Pasha lakukan?'
"Baguslah tak ada yang terluka"
Hana tertegun. Jadi manusia es itu sedang memeriksa apakah ada luka ditangannya?
"Luka dijari telunjuk mu baru saja kering, jadi jangan menambah luka lain" Pasha mengatakan itu sambil mengecup lembut jari telunjuk Hana. Tepat di mana Hana tanpa sengaja melukai jarinya dengan pisau.
Mendapati itu Hana merasa seluruh sel saraf dalam tubuhnya berguncang dalam amukan, 'Jangan menambah luka katanya? Lalu tidak lihat yang dibibir ku ini karena ulah siapa?' Hana hanya bisa mengeluh dalam diam.
"Kali ini saya tidak akan memperhitungkannya. Tapi jika saya mendapati kamu memasak di lain waktu, saya mungkin akan mematahkan satu jari mu sebagai hukuman"
Sekujur tubuh Hana seketika membeku. Wajah cantik Hana menjadi pucat dan begitupun dengan bibir mungilnya yang bergetar dalam ketakutan. Melihat reaksi Hana seperti itu, Pasha dengan santainya mengembangkan senyum manisnya di bibir, "Kenapa huh? Takut?"
"..." Bulu mata Hana bergertar. Rasa takut yang membumbung tinggi membuat Hana serasa sesak sampai ingin pingsan.
"Jika takut, maka patuhlah" Pasha mengusap lembut belahan pipi Hana dengan jempolnya, "Karena aku tidak akan melakukannya selama kamu patuh"
Tepat ketika Hana merasa akan pingsan, Pasha sudah bangun dari tubuhnya dan berambus pergi ke kamar mandi. Hana dengan perasaan kacau, kalut dan takut— beranjak dari ranjang dan bergegas mengenakan piyaman nya dengan cepat. Mendengar air dari kamar mandi, Hana menebak Pasha sedang mandi.
Hana terus memanfaatkan momentum itu untuk menyelinap keluar dari kamar secara diam-diam. Setibanya di luar, Hana berjalan linglung ke ruang depan...
"Ya Allah bagaimana ini..." Hana menekan dadanya dengan perasaan cemas, "Tadi itu sangat menakutkan" Ancaman Pasha yang siap mematahkan jarinya jika ia tidak patuh, itu masih terekam jelas di otaknya.
Hana melihat pintu kamar ruang tamu, bergegas masuk kedalam sana. Hana menutup pintu tersebut dan tak lupa menguncinya. Detak jantung Hana masih menggebu-gebu. Hana berjalan lemah mendekati ranjang dan membaringkan tubuhnya dengan perasaan tak tenang.
Malam ini Hana tidak akan tidur di kamar Pasha. Hana tidak berani tidur di samping harimau buas yang perlahan mulai menunjukkan taringnya.
"Bos toxic yang apatis dan pangeran malam yang bengis.." Hana menatap ke langit-langit kamar dengan mata memanas pedih menahan air mata, "Ya Allah, kenapa aku harus bersuamikan pria kejam seperti Pak Pasha.." Lirih Hana lemah tak ber-maya.
"Padahal baru saja aku mencoba untuk ikhlas, tapi..." Air mata Hana luruh berjatuhan membasahi pipi hingga ke bantal.
"Jika Pak Pasha ternyata sekejam itu, dapatkah aku bertahan?"
Malam itu...
Lagi-lagi Hana habiskan dengan menangis tersedu-sedu hingga tertidur karena lelah.
—•••—
Tepat di waktu subuh, Hana menggeliat dalam pelukan hangat Pasha yang melonggar. Hana yang masih separuh sadar dengan mata mengantuk pergi memutar badannya. Hana pun kini tidur menghadap tepat kearah dada bidang Pasha. Hana dengan nyamannya melekap kan wajahnya ke dada Pasha. Itu terasa nyaman, aman dan membuat Hana kian larut dalam tidurnya.
Pasha mengerutkan keningnya, perlahan mengangkat kelopak matanya. Pasha tersenyum kecil melihat Hana yang menempel begitu dekat dengannya. Padahal semalam bukan main gadis itu menggigil ketakutan sampai lari tidur ke kamar tamu.
"Hana"
"Emm.." Gumam Hana yang begitu malas membuka mata.
"Hana" Suara serak Pasha kembali membangunkan Hana.
"Euhmm" Bukannya bangun, Hana malah menggosok kepalanya manja ke dada Pasha dan kian larut dalam mimpi.
"Hana, kamu gak shalat shubuh?"
Hana mengangkat kelopak matanya yang masih terasa cukup berat. Dengan wajah mengantuk Hana perlahan bangun dan bersandar sebentar ke kepala ranjang untuk mengumpulkan kesadarannya.
Setelah kesadarannya pulih, Hana kembali teringat yang semalam ia tidur di kamar tamu. Tapi kenapa...
"Loh, Pak Pasha kok bisa disini?" Hana mengucek kedua matanya, menatap Pasha yang ada tepat disebelahnya.
Pasha menyungging kan senyum dibibir. Suara serak Hana yang baru bangun tidur itu terdengar cukup menyenangkan di telinga, "Cepat siap-siap, kita Shalat shubuh" Pasha beranjak dari kasur dan pergi ke kamar mandi.
Hal itu membuat Hana ter-pelongo dan menatap kamar dengan heran. Sekali pandang saja ia langsung tau kalau itu kamar Pasha.
"Berarti semalam Pak Pasha yang mindahin aku kemari" Hana menghela nafas berat.
Percuma saja Hana semalam mengunci kamar tamu rapat-rapat. Apartemen ini adalah milik Pasha. Selama Pasha punya kunci cadangan, 'kemana aku bisa mengurung diri?
"Gak papa deh, selama Pak Pasha gak lagi mode kejam macam semalam, aku bisa tenang"
Pagi buta itupun menjadi shubuh yang kesekian kalinya bagi Hana berdiri sebagai makmum Pasha.