Pernikahan Yang Sempurna

Sifa Azz
Chapter #32

32

"Terimakasih kak buat traktiran nya." Hana berjalan keluar bersama Fawaz meninggalkan restoran tempat tadi mereka makan. Situasi keduanya masih agak canggung karena pembicaraan Fawaz yang mengakui perasaannya pada Hana.


"Itu bukan apa-apa, seharusnya saya yang berterimakasih karena kamu sudah meluangkan waktu untuk bertemu."


"Ya tetap saja Hana harus berterima kasih sama kakak buat traktirannya." Hana mengulas senyum seadanya. Tanpa Fawaz sadari, hati Hana masih sakit mengingat pengakuannya tadi. Membuat Hana merasa ingin sekali mengulang waktu dan berlari pada pria itu untuk menikahinya alih-alih Pasha yang kejam.


Tapi apa daya, segalanya telah terjadi.


"Kamu pulangnya gimana? Mau kakak antar aja gak?"


"Enggak pas-pa kok kak, nanti aku naik taxi aja." Tolak Hana sopan.


"Udah biar saya anterin aja ya." Keukeh Fawaz.


Melihat Fawaz yang tampak bersikeras untuk mengantarkannya pulang, Hana terakhir mengangguk, "Yaudah kalau gitu kak, maaf nih Hana jadi ngere—"


"Hana!"


Suara dingin yang siap membekukan sekitar itu berhasil membuat sekujur tubuh Hana menegang, 'Ini halusinasi ku atau...'


"Pulang!"


Lagi, suara dingin itu jatuh seperti titah kaisar yang tak dapat dibantah. Kali ini Hana yakin kalau itu bukan hanya ilusi nya semata. Pelan Hana menoleh ke belakang, "Pak Pasha kenapa bisa di sini?" Hana masih tersenyum disela-sela ketakutannya. Melihat Pasha yang mulai berjalan mendekat kearahnya.


Fawaz mengerutkan keningnya menatap Pasha setengah curiga. 'Apa mungkin ini hanya kebetulan suami Hana ada disini?'


"Emang kenapa kalau saya disini?" Pasha meraih tangan Hana dan mencekal nya keras, "Kamu kecewa hum? Karena saya disini akhirnya kamu tidak bisa berduaan lagi dengan pria itu."


Hana menjepit alisnya sakit, "Pak Pasha ngomong apa sih? Berduaan gimana? Di sini tu tempatnya ramai pak. Kalau bapak gak percaya masuk aja kedalam." Hana menarik tangannya yang dicekal Pasha, tapi cekalan itu terlalu erat buat Hana bisa melepasnya.


"Berani kamu bicara seperti ini sama saya hah?"


Pasha memperkuat cekalan nya alhasil Hana metintih sakit.


"Akhh..sakit pak."


"Berani kamu!"


"Sakit Pakk!" Sepasang mata Hana yang berkaca-kaca menatap memelas pada Pasha untuk menghentikan perbuatannya.


"Kalau tau sakit harusnya kamu dengerin saya. Berapa kali saya harus mengatakan ini hum?"


Hana tak kuasa mengelak apalagi menentang. Kekuatan Pasha begitu besar untuk bisa ia lawan. Hana hanya bisa pasrah melihat cekalan itu semakin jadi membuat kulit pergelangan tangannya memerah.


"Pak Pasha lepas pakk, sakitt.." Mohon Hana nyaris akan menangis.


Fawaz yang sedari diam kini tak dapat menahannya lagi. Fawaz terus maju ke depan, menarik tangan Pasha yang mencekal kasar tangan Hana, "Tolong jangan seperti ini, apa yang anda lakukan ini menyakiti Hana."


Urat-urat di dahi Pasha menyembul keluar tatkala tatapannya bertemu Fawaz. Lagi-lagi pria itu yang menempeli 'permatanya yang berharga'. Apa dia mencoba merebut permata yang sudah susah payah ia dapat?


Pasha berhenti mencekal pergelangan tangan Hana, menarik lengan Hana sebagai gantinya agar lebih dekat dengannya, "Saya sudah mengatakannya dengan jelas malam itu untuk tidak menemui istri saya lagi. Tapi sepertinya anda tidak paham bahasa ya."


Rahang Fawaz mengetat dengan penghinaan itu, "Sikap anda yang seperti ini tidakkah terlalu mengekang Hana?"


Mereka hanya sekadar berjumpa dan tidak lebih dari itu. Tapi Pasha menemukan mereka seperti pasangan yang baru saja berselingkuh.


"Itu adalah hak saya jika ingin berjumpa dengan Hana. Anda tidak berhak melarang saya."


"Tidak tau malu sekali kamu, saya ini suami Hana. Kenapa saya tidak berhak?" Pasha tersenyum dingin pada Fawaz.


"..." Fawaz tidak dapat menyangkal bagian itu. Apa yang dikatakan Pasha benar. Ia hanyalah pria yang tak tau malu, datang begitu berani menyatakan cinta pada istri orang lain.


"Sepertinya hukuman saya malam hari itu belum cukup untuk membuat kamu jera." Pasha mencubit dagu Hana dan jempolnya mengusap kasar koyakan di bibir Hana, membuat gadis itu meringis.


"Lihat bagaimana saya menghukum kamu setelah ini."


Bola mata hitam Hana bergetar. Hukuman? Satu kata itu kini lebih membuatnya merinding ketimbang penampakan hantu di malam yang hening. Hana refleks menjauh dari Pasha, "S-saya hari ini mau pulang ke rumah. S-saya engga mau pulang ke apartemen bapak."


Melihat itu mata Pasha membesar dengan gejolak api amarah, "Hana kamu bera—"


Belum selesai Pasha berbicara, Hana terus berlari pergi dengan kencang meninggalkan tempat itu. Fawaz sontak terkejut dan Pasha sudah berlari mengejar Hana.


"Menghukum?" Perasaan Fawaz buruk. Ia pun akhirnya mengejar dua orang itu.


Nafas Hana tersengal, tapi ia bersikeras untuk berlari sejauh mungkin dari pria kejam yang sewaktu-waktu dapat mematahkan jarinya.


"Hana berhenti!"


"..." Teriakan Pasha yang dibelakangnya tak Hana idahkan.


"Hana saya bilang berhenti!"


Lihat selengkapnya