PERPANJANG KONTRAK

Lisnawati
Chapter #1

Bab 1 - Karyawan Pasti Tidak Akan Bertahan


“ADUH, Gerd gue kambuh kayaknya!” Aku duduk dibangku ruang kelas sambil menahan perih di perut. Rasanya wanita muda yang terlihat paling perfect itu ingin ku lempari dengan penghapus kayu papan tulis.

“Nyuruh apa dia?” Milan masuk ke dalam kelas dengan senyum penuh arti- mungkin sebenarnya hanya ingin menertawakanku yang mau dengan sukarela membantu singa di kantor ini.

“Gila gak tuh dia, bisa-bisanya nyuruh gue bantuin rekap jumlah murid. Eh, gue tinggal pipis sebentar malah main games. Otaknya ada dimana coba!” Aku terus mengeluarkan uneg-uneg supaya hatiku lebih lega.

“Kan ada cctv, ceunah,” sambung Anggia yang ikut nimbrung.

“Mending, tapi menurut gue cctv disini gak pernah berfungsi deh,” aku melirik cctv di sudut atas ruang kelas yang selalu menjadi basecamp para tutor ketika jam makan siang. “Udah lewat setengah jam waktu makan siang, dia masih gak berhenti nge-game. Akhirnya, gue beralasan kelaparan supaya sampe diruangan ini coba.”

Calm down,” Milan duduk disebelahku sembari mengusap pundakku. “Gue aja udah hampir menuju anniversary ke lima kerja disini, lo lihat gimana gue hadapin Lydia?”

Aku menggeleng, bukan tidak tahu tapi lebih jelas tidak peduli. Lydia Pramestika mungkin dengan jabatan sebagai admin atau leader team di kantor, dia cukup piawai. Tapi, untuk masalah kerjaan, aku, Milan, Anggia dan satu junior bernama Aulia menganggap dia kosong. Alias pekerja dengan pangkat tinggi tapi point untuk dia nol. Hobi sekali untuk menyuruh pegawai lain atas pekerjaan yang seharusnya menjadi jobdesc dia, lebih parahnya lagi ketika terjadi kekeliruan semua kesalahan akan sepenuhnya ditumpahkan kepada orang lain. Sebenarnya aku agak sedikit curiga, ketika Lydia menyatakan dirinya menjadi lulusan terbaik sewaktu kuliah bahkan, dia sempat menjadi asisten dosen. Entah sebagai cerita karangan saja atau terjadi dengan benar.

“Gue pengen cepet resign dan bilang ke Bu Bertila gak akan perpanjang kontrak. Titik!” cetusku.

“Bulan berapa kontrak lo habis?” 

“Bulan agustus dan sekarang masih bulan mei, ada waktu cukup untuk cari pengganti gue, kan?”

“Seharusnya,” jawab Anggia sambil tersenyum. Lebih tepatnya, senyum meremehkan.

Aku berdiri membuka loker dan mengambil kotak bekal. Aku harus segera mengisi perutku dengan jatah waktu makan siang yang tersisa dua puluh menit saja. Waktu tidak wajar untuk seorang pekerja tutor dengan jam terbang agak berantakan. “Tapi lo enggak pengen resign dari kantor ini, Mbak?” tanyaku kepada Mbak Milan serius sekaligus penasaran.

Lihat selengkapnya