Malam yang begitu dingin menyergap perlahan menyusup ke dalam setiap sel di dalam tubuh yang fana ini. Lampu jalanan yang berdiri beriringan memberikan sedikit cahayanya yang berpendar kekuningan. Sepi dan sunyi beradu padu menjadi satu kesatuan yang utuh, tidak ada satupun tanda pergerakan manusia, diam dan lelap. Salju mulai turun dengan begitu anggun, lambat melambat menghiasi jalan yang kelabu menjadi putih bersih. Suhu udara yang mendekati minus dua puluh derajat celcius. Keadaan yang tak biasa terjadi di Kota Pelabuhan ini. Kulirik jam di tangan yang sedari tadi memecah keheningan malam dengan suaranya yang mengetuk-etuk. Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, tersisa dua jam untuk melakukan eksekusi kali ini. Malam natal keluarga yang akan kudatangi ini akan dipenuhi darah segar yang mengalir membentuk sungai kecil, membentuk genangan yang akan memberikan kenangan bagi siapapun yang melihatnya. Nafsu untuk segera melihat genangan darah segar tak dapat kubendung lagi, benar-benar tak sabar membayangkan bagaimana raut wajah mereka ketika bersujud dan meminta ampun kepadaku. Tuhan sudah sangat lama menunggu kehadiran manusia seperti keluarga ini untuk segera menemuiNya, manusia-manusia perusak! Mempercepat kematian mereka sudah menjadi makananku sehari-hari. Tuhan, aku akan segera mempertemukanMu dengan manusia kotor seperti keluarga ini, tugasku hanya mengantar, Kaulah sebaik-baik Pengadil di seluruh alam semesta ini.
Kunyalakan rokok terakhir yang tertinggal di dalam case untuk menemaniku berjalan di tengah keheningan yang tiada akhir. Kubalut tubuhku dengan sebuah mantel hitam untuk menciptakan kehangatan saat menerjang dinginnya malam, sayangnya mantel ini tak berkutik sama sekali, tak berfungsi sama sekali. Dingin benar-benar memburuku! Tak pernah aku merasakan dingin walau suhu udara turun begitu drastis. Aneh! Malam ini sangat aneh! Pertama kali aku harus tunduk di bawah kehebatan dinginnya malam! Tulangku benar-benar mati rasa, badanku kaku, dan kulitku pucat pasi. Sangat aneh, tidak biasanya aku bisa merasakan seperti ini. Apa yang ingin Tuhan tunjukkan padaku hingga memberiku rasa dingin ini? KehebatanNya? KekuasanNya? Atau ini adalah pertanda? Rasa khawatir mulai merambat, merangkak perlahan di dalam pikiran. Akankah aku yang harus mati dalam eksekusi ini? Atau akankah aku gagal dalam misi ini? Gila! Benar-benar bukan aku! Kuhisap dalam-dalam rokok terakhirku, mencoba menenangkan pikiran dengan sebatang rokok yang tak lama lagi akan menjadi puntung. Mematikan dan membuang puntung rokok itu untuk mengalihkan pikiranku yang sudah dikendalikan rasa khawatir ini.
Tak bisa terus menerus seperti ini. Menepis pemikiran yang terlalu dibuat-dibuat, memanipulasi pemikiran sedemikian rupa agar tercipta ketakutan dan keraguan dalam tiap pengambilan tindakan. Gagal dengan cara pengalihan melalui rokok, aku mencoba cara lain untuk mengalihkan pemikiranku kepada deretan rumah mewah yang berjajar di sepanjang jalanan yang kulalui ini. Rumah target perburuanku sangatlah mudah untuk dikenali. Bagaimana tidak? Rumah paling besar dan mentereng di antara yang lain! Rumah dengan halaman yang sangat luas, pagar besi yang tinggi, serta penjagaan yang amat ketat membuatku harus berusaha untuk memasukinya. Langkah pertama sebelum terjun ke medan perburuan adalah mengenali mangsa di teritorinya. Pria muda yang bertugas sebagai penjaga rumah itulah mangsa pertamaku. Mengamatinya dari seberang jalan membuatku bisa mengetahui karakter orang tersebut. Hah! Tipe penjaga yang suka membanggakan majikannya di depan orang lain. Tak buruk, karena di mana bumi dipijak di sanalah langit dijunjung. Hanya saja, majikannya tak pantas mendapat pujian seperti itu, sampah! Setelah memahami garis besar karakter si penjaga, ada baiknya aku menemuinya langsung dan mencoba berbincang untuk memastikan semua penilaianku.
“Yo! Bukankah malam ini terasa lebih dingin dari biasanya?” sapaku dengan melambaikan tangan.
“Ya, malam ini sangat dingin. Ada perlu apa Anda kemari, Tuan?” balasnya sopan.
“Tidak ada. Aku hanya berjalan-jalan di sekitar sini. Mengamati rumah mewah. Biasa, bahan observasi,” kataku mencoba terlihat natural.
“Anda seorang arsitek?” jawabnya antusias.
“Bisa dibilang begitu. Aku membutuhkan ide-ide yang segar dengan berkeliling. Kau ada rokok?” tanyaku tiba-tiba.
“Ada, saya tidak tahu apakah Anda suka tapi ini Cuban cigar, Tuanku yang membawakan untukku,” jawabnya sembari menyodorkan cerutu itu padaku.
“Terima kasih, aku baru pertama kali mencoba yang seperti ini. Boleh pinjam korek?”
“Silakan Tuan,” secepat kilat dia memberikan korek kepadaku.
“Wow! Cerutunya terasa berbeda. Aroma tembakaunya sangat kuat. Pasti mahal,” ceracauku sambil meniupkan asap rokok kepadanya.
“Aromanya agak berbeda Tuan, kenapa aromanya sangat kuat ya? Oh, tidak! Kepalaku berputar-putar. Aku akan mengambil minum sebentar,” sahutnya setengah bingung dengan perubahan tubuhnya.
Tak berselang lama, suara pecahan gelas menjadi sebuah tanda bagiku. Penjaga itu tergeletak tak sadarkan diri di lantai pos penjagaannya.
“Terima kasih atas suguhan cerutunya, sekarang kau tidur dan bangunlah besok pagi,” kataku sambil mengangkat dan mendudukannya di kursi, memposisikan duduknya seolah-olah tengah tidur dengan posisi terduduk.
Penjaga yang polos. Dia tidak tahu aku telah melumuri cerutu itu dengan embalming fluid. Saat cerutu yang sudah dilumuri dengan balsam mayat ini dibakar, asapnya akan membuat orang yang menghirupnya mengalami disorientasi hingga tak sadarkan diri. Benar-benar penjaga yang tidak bisa diandalkan! Menggunakan trik seperti ini saja dia tidak bisa mengetahuinya. Segera kuperiksa seluruh ruang penjagaan dan mematikan seluruh sistem CCTV kemudian menyambungkan sistem tersebut ke alat pemantau milikku. Terlihat jelas, Tuan dan Nyonya pemilik rumah mewah ini sedang mengadakan makan malam. Tepat sekali, aku belum makan apapun malam ini.
Aku berjalan menyusuri lorong yang besar dan panjang ini. Di kanan dan kiri lorong dihiasi pilar seukuran pelukan lima orang dewasa. Patung yang terbuat dari emas juga tampak mencolok yang diletakkan di tiap jarak lima belas meter. Tapi semua itu tak kalah mencolok jika melihat ujung lorong. Lukisan besar dengan ukuran kurang lebih sepuluh kali enam meter itu benar-benar membuat siapapun berhenti sejenak untuk memandang. Bingkai emas yang mengelilingi lukisan tampak mewah dengan adanya sedikit ukiran bunga yang menyertainya.
“Tuan mencari siapa?” kata seorang pelayan muda yang tiba-tiba datang dari belakang.