Dua minggu setelah bertemu dengan Anne, aku lalui dengan pikiran yang masih kalut. Aku meyakinkan bahwa mereka berdua tidak ada hubungannya dengan masa laluku. Tapi tetap saja, probabilitas tetap ada. Mereka mungkin saja ada hubungan dengan keluarga Wallace. Aku tidak bisa hidup dengan pikiran seperti ini terus. Lebih baik aku segera mencari jawabannya agar aku lebih tenang.
Akhir pekan ini, aku berniat kembali ke taman kota. Mungkin aku akan duduk di tempat seperti dulu lagi, taman mawar. Semoga saja aku bisa bertemu dengannya. Aku akan segera memastikan hal ini dan mulai hidup dengan tenang lagi. Aku mengenakan baju yang sama seperti dua minggu yang lalu, berharap Anne akan mengenali dan mengingatku jika bertemu denganku. Aku pergi ke taman dengan mobil jeep kesayanganku. Bukan tanpa alasan aku memilih menggunakan mobil jeep. Setidaknya jika memang dia memiliki hubungan dengan keluarga Wallace, aku bisa mengajaknya berkeliling kota dan mulai menggali informasi lebih jauh.
Untung saja, taman kota ini memiliki fasilitas parkir mobil, jadi aku tidak perlu jauh-jauh mencari tempat parkir. Sesampainya di taman, aku segera bergegas menuju taman mawar. Duduk di bangku yang sama dengan posisi duduk pun sama. Hal ini lebih mudah untuk dikenali Anne. Sudah hampir dua jam aku duduk di sana. Namun nihil, Anne tidak menampakkan batang hidungnya sedikit pun. Aku berpikir untuk menyudahi saja kegiatanku ini dan segera kembali ke rumah. Kutinggalkan taman mawar dengan rasa penasaran yang masih mengganjal. Sayang, jika harus langsung pulang. Aku putuskan untuk berkeliling dan melihat-lihat seluruh taman ini. Berjalan cukup jauh dari taman mawar terdapat taman bermain anak. Ternyata, taman bermain anak yang merupakan bagian dari taman ini adalah tempat yang paling ramai. Anak-anak bermain dengan bebas dan aman di sini. Orang tua bisa mengamati dan bersantai sambil duduk di bawah pohon yang rindang. Ya, aku putuskan untuk sedikit lebih lama di taman bermain anak ini. Mengenang masa kecilku saat bersama Ibu. Dulu, setiap akhir pekan Ibu selalu mengajakku ke taman bermain anak. Tentu saja menunggu Fleuriste tutup terlebih dahulu untuk bisa bermain denganku. Aku bukan tipe anak penuntut. Ibulah yang berusaha menjadikanku sama dengan anak yang lain, minimal bisa bermain di taman bermain. Walaupun harus malam hari pergi ke taman bermain, tapi bagiku itu sudah cukup. Aku terbiasa hidup tanpa sosok Ayah. Ayahku, Zelay Abraham, bukan orang Perancis seperti Ibu, dia orang Ukraina. Sejak kecil memang aku tidak pernah bertemu dengan beliau. Ibu juga tak pernah membahas tentang Ayah di hadapanku, namun aku sering mendapati Ibu tengah menangis saat memegang foto Ayah. Mungkin karena itulah aku memilih untuk tidak bertanya sama sekali, karena aku tak ingin membuat Ibuku sedih.
Sedari tadi aku mengamati gadis yang sedang bermain perosotan di depanku. Dia sekitar berumur 20 sampai 25 tahun, kenapa dia masih bermain di tempat bermain anak? Mungkin saja sedang menjaga adiknya. Tidak ada yang salah dengan orang dewasa yang bermain perosotan. Saat gadis itu akan bermain lagi, aku tidak habis pikir dia adalah Anne! Gadis yang kemarin aku temui.
“Anne!” sapaku dan mulai mendekatinya.
“Paman berbicara dengan Joanna?” tanyanya polos dengan nada manja seperti anak kecil.
“Joanna? Kau Anne kan?”
“Anne? Bukan, Paman!” jawabnya ketus.
“Kalau begitu, kau Katt?” tanyaku semakin bingung.
“Kenapa sih Paman menyebut nama kakak Joanna! Anne dan Katt itu kakaknya Joanna! Namaku Joanna!” jawabnya berteriak-teriak.
“Joanna?”
“Iya! Joanna Wallace!” jawabnya dengan nada marah dan mulai menghentak-hentakkan kaki.
Ini gila! Dia sudah cukup dewasa, tapi kelakuannya seperti anak kecil! Dan lagi, dia mengaku Katt dan Anne adalah kakaknya. Tipuan apa ini? Aku harus bisa membujuknya.
“Joanna, bisa bicara sebentar dengan Paman? Kalau Joanna mau, nanti Paman belikan kue ya ...,” ucapku berusaha merayu. Aku benar-benar terdengar seperti penculik anak.
“Benarkah? Joanna mau kue cokelat, strawberry, keju, blueberry, hmmm… Joanna mau semua!” teriaknya kegirangan sembari melompat-lompat.
“Baiklah, sekarang ayo kita pergi mencari kue,” ajakku dan meraih tangannya.
“Yeheee! Terima kasih Paman! Joanna tidak pernah makan kue enak!” jawabnya sambil bergelayut di tanganku.
“Kak Anne dan Kak Katt ada di mana?” tanyaku memulai mencari informasi.
“Huh, aku tidak suka mereka! Aku tidak tahu di mana mereka! Aku tidak peduli! Jangan tanyakan tentang mereka!”
“Oke, baiklah, kita beli kue saja ya?”