Katt masih termenung setelah menerima perlakuan bejat dari para pemuda kurang ajar itu. Sudah sebulan dia tidak makan dengan baik. Hanya sesuap nasi dan sedikit minum. Aku memintanya untuk mengugurkan bayi yang dikandungnya. Dia masih belum siap menjadi seorang ibu, ditambah lagi itu adalah anak hasil pemerkosaan. Semua di luar kendali dan keinginannya. Setiap aku tawarkan untuk melakukan aborsi, dia selalu bersikeras untuk terus menjaga bayi di perutnya itu. Tak ada hak bagiku untuk melarangnya merawat bayi dalam kandungannya. Semua keputusan ada padanya, aku hanya menyarankan apa yang menurutku baik untuknya. Namun, jika dia sudah menetapkan jalan hidupnya, aku akan menghargai dan akan selalu menjaganya. Apa pun keputusannya, aku akan tetap menjaganya, seumur hidupku.
Aku bukan tipe yang mudah melapor kepada polisi untuk urusan yang bisa aku tangani. Kekerasan yang dilakukan kepada Katt sudah aku balas juga dengan hukuman yang setimpal. Kelima orang pemuda itu telah aku hajar habis-habisan, mungkin saat ini mereka cacat. Dengan pola pemikiran yang cacat seperti itu menurutku tidak pantas mereka memiliki tubuh yang normal. Pola pemikiran yang berani menyakiti seorang gadis tak bersalah. Sedikit fraktura yang aku berikan setidaknya bisa memberikan efek jera kepada mereka. Mereka tidak akan pernah melapor kepada polisi karena jika dirunut lagi, mereka tetap bersalah dan juga mereka sudah memiliki beberapa catatan kriminal. Aku mengetahuinya setelah mengecek kartu identitas mereka saat mereka tengah pingsan. Hugo Franc, Terry Wood, Baron Gregory, Sebastian Odin, dan Eddie Barley. Data dari sistem Reclusive menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang sudah diincar polisi. Tak kupikirkan lagi tentang pemuda kurang ajar itu, aku sudah membalasnya dengan setimpal.
“Katt, makanlah yang banyak, kau tidak boleh terus-terusan makan sedikit seperti ini,” kataku sambil menyuapinya semangkuk bubur hangat.
“Aku sudah membebanimu. Aku belum bisa membalas kebaikanmu, tapi aku sudah memberimu beban lagi, aku tak tahan hidup rasanya. Aku ingin mati saja,” ucapnya lirih dan perlahan air matanya meleleh.
“Katt…” –aku memeluknya erat– “jangan menganggap semua masalahmu adalah milikmu saja, kau bisa berbagi suka duka denganku. Jangan mengatakan hal seperti itu lagi, kau harus hidup, kau harus bahagia, aku akan memastikan semua itu terjadi padamu. Percayalah padaku,” balasku mencoba meyakinkannya.
“Anak ini adalah salah satunya keluargaku, aku tidak ada keluarga lagi. Aku ingin memiliki sebuah keluarga ketika anak ini telah lahir, aku–”
“Aku akan menjadi ayah dari bayi yang kau kandung itu. Darah dagingmu adalah darah dagingku juga,” selaku memotong perkataannya.
Dia semakin erat memelukku dan terus berterima kasih kepadaku. Oh Katt, andai kau tahu bahwa sebenarnya akulah yang membuatmu menjadi menderita seperti ini. Andai dulu aku tak membunuh orang tuamu, mungkin saat ini kau akan hidup bahagia. Serba berkecukupan dan tidak akan pernah merasakan kemalangan seperti ini. Akulah yang merajut lukamu di masa lalu dan saat ini aku jugalah yang menguraikannya. Biarlah masa laluku menjadi milikku sendiri dan masa depanku menjadi milikmu, aku sudah memutuskan itu.
Setelah sebulan, Katt di dalam ruang emosi yang menyedihkan. Kini, aku harus berusaha membuatnya bahagia. Sekarang genap lima bulan usia kehamilan Katt dan kondisinya berangsur-angsur pulih. Perutnya semakin membesar. Dia sudah tidak bersedih lagi dengan keadaannya saat ini, dia mempercayaiku dan menganggap anak di dalam kandungannya itu adalah anakku. Aku tidak keberatan selama semua itu membuatnya bahagia. Terkadang aku mengajaknya berjalan-jalan ke kota besar dan bermain di pantai. Meskipun tak bisa setiap hari mengajaknya berjalan-jalan karena aku masih harus bekerja untuk membuat novel atau melukis sesuai pesanan klien, dia tidak pernah menuntut hal itu. Dia sudah merasa senang menemaniku menulis ataupun melukis. Terkadang jika aku terlalu sibuk dengan pekerjaan, dialah yang membuatkan makanan untukku. Tentu saja dia juga membantu membersihkan rumah. Semakin hari dia semakin banyak belajar. Dengan kesibukan sederhana itu dia bisa melupakan kesedihannya.