Urusan dengan Edward Muller selesai dengan kekerasan. Kini, aku harus kembali ke rumah sakit dan menemani Katt. Kuparkir mobilku dan menuju ruangan Katt.
“Tuan apa Tuan suami dari Nyonya Katt Wallace?” tanya seorang suster tergopoh-gopoh.
“Iya, saya suaminya,” jawabku dengan tatapan kebingungan.
“Saat ini Nyonya Katt sedang kehabisan darah. Di rumah sakit kami tidak ada stok darah yang sesuai dengan darah milik Nyonya Katt. Apakah golongan darah Anda sama dengan Nyonya Katt?”
“Tidak, saya berbeda. Bisakah suster mencarikan darah yang sesuai dengan milik istri saya?”
“Kami sedang berusaha namun jarak rumah sakit kami dengan rumah sakit pusat sangat jauh. Sedangkan darah ini diperlukan secepatnya,” ucap suster itu meninggalkanku.
Apa lagi ini Tuhan? Tak bisakah Engkau membuat Katt bahagia? Tak bisakah Engkau membuat Katt menikmati hidupnya dengan tenang? Setelah kelainan jiwa yang dia derita, lalu diperkosa, dan kini kehabisan darah? Aku hanya bisa berdoa dan berdoa. Dengan tangan dan mulut yang penuh dengan dosa. Aku beranikan diri meminta kepada Tuhan Yang Suci. Doaku hanya untuk Katt, selamatkanlah dia…
Di tengah ketakutan yang tak pernah kurasakan sebelumnya, dokter memanggilku untuk masuk ke dalam ruang operasi. Aku melihat Katt terbaring dengan wajah pucat mencoba tersenyum kepadaku.
“Tuan, ini pilihan yang sulit. Tapi Anda harus memilih antara nyawa Nyonya Katt atau bayi Anda?” suara dokter terdengar putus asa.