Persidangan Langit

Maceloda
Chapter #2

Bumi yang Bergetar

Bara tersenyum sendiri. Baru saja dia dari Donggala, bertemu dengan warga, dan membicarakan persidangan. Seorang petani harus dibebaskan. Sebagai pekerja di lembaga sosial, dia kadang tidak sanggup menahan keterlibatan emosinya. Semua yang dikerjakannya adalah membantu petani yang dipenjara karena perebutan lahan dengan perusahaan. Kasusnya selalu hampir sama. Perusahaan mendapatkan izin dari pemerintah, di mana lahan itu adalah lahan warga yang hidup sudah bertahun-tahun di sana. Lalu terjadi konflik, dan uang yang banyak bisa melakukan apapun, termasuk melaporkan kasus dan memenjarakan rakyat kecil biasa. Untuk semua kasus itu, hampir di 28 provinsi, dia menghabiskan seluruh waktu hidupnya. Tidak sedikit pun dari waktu digunakannya selain untuk mempelajari kasus, menadampingi warga, makan, lalu tidur.

Namun di hari itu, saat angin membawa bau laut ke hidungnya, dia sedang ingin istirahat sejenak, dari segala pekerjaan yang dihadapinya. Dia ingin sesekali memikirkan dirinya, dan memikirkan betapa bahagianya dia bertemu hari esok.

Mobil Avanza hitam itu melaju, dibawa oleh rekannya yang berkantor di Palu. Bara sendiri adalah staf advokasi di kantor nasional. Bersama rekan daerahnya itu, dia bertanggung jawab untuk segala advokasi litigasi. Dan hari itu dia akan segera kembali ke Palu, karena harus melaksanakan pelatihan pengacara lingkungan.

"Jangan senyum terus Bar." Tegur rekannya. Bara tidak begitu peduli, dan masih tersenyum seraya memandang lautan yang begitu biru. Tapi senyumnya memudar, ketika dia merasa seperti ada yang aneh hari itu.

"Apa kamu merasa laut itu sedikit berbeda?" tanya Bara kemudian.

"Kamu yang aneh. Jangan senyum terus. Kayak pak Roni dong. Garang!"

"Tidak. Tidak. aku serius, aku merasa aneh melihat laut itu."

Rekanya mengintip sekilas, tetapi dia tidak berkomentar apapun. Bara terus memandangi laut yang sepertinya keterlaluan tenang, sampai kemudian laut itu sudah tidak lagi terlihat dari pandangannya. Bara menggeleng, tidak begitu yakin juga dengan yang dilihatnya, sementara mobil tiba-tiba melaju begitu cepat.

"Sorry, aku agak ngebut ini. Biar malam ini sempat rapat sama anak-anak soal pelatihan."

Bara langsung berpegangan, karena rekannya tiba-tiba mempercepat laju mobil yang tidak biasa, "Tapi harus selamat Fan. Jangan sampe kita rapat di alam baka!" was-was Bara.

Tetapi sepertinya kawannya itu tidak menggubris kekhawatirannnya. Mobil itu oleng.

Lihat selengkapnya