Sepuluh slide foto itu sempurna merusak hari-harinya. Bisnis yang mereka rintis selama enam bulan, yang biasanya adem ayem, kini bagai diterpa badai. Bahkan hubungan mereka sudah tak lagi nyaman, tak ada ketenangan. Hansen dan Lana hanya menjadi stresor bagi satu sama lain, terlebih sejak Hansen tahu pernikahan Segara melalui foto yang diunggah Devina di akun media sosialnya.
“Aku antar sendiri aja barangnya, daripada pakai kurir,” ujar Hansen ketika makan bersama Lana di taman kantor.
“Barang yang ke Jogja maksudmu?” tanya Lana, menghentikan gerakan sendoknya.
“Iya, sekalian aku pengen ketemu anak-anak RPS,” sambung Hansen dengan tenang.
“Maksudmu pengen ketemu Segara?”
“Anak-anak RPS kan banyak, lagian Segara udah engga di sana. Mereka juga yang pesan produk kita, kan?”
“Halah! Engga usah bertele-tele. Kamu biasanya paling anti terlibat antar barang, apalagi prosedur di bandara Adi Sucipto ribet banget. Mana mau kamu berurusan sama polisi bandara, apalagi sampai mereka curiga. Lagian kurir kita juga sudah banyak, mereka bisa dipercaya. Kamu mending jujur, kenapa sih kamu pengen ke sana?” tanya Lana dengan nada tinggi.
“Terserah aku lah! Kapan mau antar sendiri, kapan pakai kurir. Lagian ini jumlahnya besar, RPS saja pesan dua kilo, belum yang lain. Kamu bakal titip barang lima kilo sama kurir?” tanya Hansen balik, nafsu makannya hilang. Ia mendorong piring menjauh dari hadapannya.
“Sebenarnya aku engga mau peduli, yang penting duitnya. Tapi kalau sampai kamu macam-macam, apa lagi sampai ketangkap, kamu tahu bakal berurusan sama siapa.”