Perspektif Hati

Oyenart
Chapter #1

Lembur

"Lembur lagi, Ra?" tanya wanita berrambut pendek sebahu yang entah kapan tiba di depan meja kerjaku.

"Iya Rin" jawabku singkat. Mataku kembali fokus ke layar komputer di hadapanku, merangkai kata-kata di tiap slide presentasi yang kubuat.

"Semangat ya, aku duluan" ujar Rini, teman satu divisi denganku. Aku melihat beberapa karyawan lain keluar berhamburan dari ruangannya. Jam menunjukkan pukul lima sore, semakin sore kantor semakin sepi. Hah ... tidak apa, aku sudah terbiasa lembur begini, setidaknya masih ada dua orang temanku yang ikut lembur dan masih bergelut dengan komputer di meja kerja mereka.

Tak. Tik. Tak. Tik. 

Suara keyboard terdengar jelas di ruangan ini. Semburat senja berwarna oranye menembus jendela kantor.

"Des, masih lama?" terdengar suara Tika menyapa Desi yang duduk di seberangku.

"Lumayan nih!" Jawab Desi dengan wajah gelisah. Aku tak mau tahu kenapa Desi berwajah seperti itu, karena itu bukan urusanku. Aku membenarkan kacamata yang tersangga di hidungku lalu kembali bekerja.

"Yah ... terus gue gimana dong?" 

"Gimana apanya?" Desi mengkerutkan keningnya, mendengar pertanyaan dari Tika

"Baliknya gimana?"

"Ya... ga gimana-gimana, lu bisa kan pulang naik busway atau pake ojol? Oh, atau minta jemput laki lu sana!" Jawab Desi memberi saran. Tika menyenderkan punggungnya di kursi.

"Laki gue lagi ada meeting. Ga bisa jemput, kalau naik busway muter lagi rutenya. Kalau naik ojol, gue masih trauma, lu masih inget kan cerita gue?"

"Hmm... Iya sih, ya udah tunggu gue aja"

"Tapi, lu kok gelisah banget ga kaya biasanya?"

"Laki gue lembur, anak gue masih sama sitter. Gue takut sitter-nya macem-macem sama anak gue! Kalau pagi sampai sore biasanya ibu gue ngawasin, tapi kalau sampe jam segini kan kasian juga ibu gue Tik ...." Jawab Desi sambil menghela nafas.

Mendengar percakapan mereka rasanya aku iba juga, tapi firasatku kok nggak enak ya?

Apalagi ketika Tika berbisik pada Desi, entah apa yang di bisikkannya, yang pasti membuat Desi mengkerutkan dahinya lagi. Tapi beberapa menit kemudian aku melihat Desi dan Tika menghampiri meja kerjaku.

"Ada apa nih, datang barengan?" Tanyaku tanpa menoleh

"Ra, bisa bantuin Desi gak?" Tanya Tika mewakili Desi yang berdiri mematung di sampingnya sambil menggigit bibir bawahnya.

"Apaan?"

"Lanjutin tugasnya Desi. Desi harus balik sekarang, kasian anaknya" jelas Tika dengan entengnya.

Lihat selengkapnya