Cetaks!
Aku melepas sabuk pengaman setelah mobil yang ku kendarai berhenti di samping jalan. Aku tak percaya, setelah hampir empat tahun, aku kembali lagi ke tempat ini, Rancabali. Kebun teh yang memiliki hamparan daun-daun teh yang luas layaknya puncak di kabupaten Bogor. Tapi, bedanya di sini hawanya masih sejuk, dingin, dan lembab.
Aku turun dari mobil dan menghampiri tukang jagung bakar di sebrang jalan.
"Punten Kang, di sekitar sini ada toilet?" Tanyaku sambil menggenggam tas jinjing berwarna putih milikku.
"Ada Teh, itu" tunjuk si Akang, aku segera mengangguk begitu melihat di sebrang jalan tak jauh dari mobilku ada tiga pintu berjejer bertuliskan toilet umum.
"Nuhun Kang" sekali lagi aku mengangguk dan segera menuju toilet tersebut. Untunglah ada satu toilet yang kosong hingga aku bisa menggunakannya. Dan benar saja apa dugaanku, 'tamu bulanan' datang menjenguk. Huh! Kenapa harus di kondisi seperti ini sih??? Kenapa gak keluar pas tadi di rumah aja coba? Untungnya aku selalu jaga-jaga dan bawa 'tameng'.
Lima belas menit kemudian aku keluar dari toilet dan menuju mobilku, di kejauhan aku lihat seorang pria berjongkok dan memerhatikan ban belakang mobilku. Aku mengkerutkan kening.
Ada apa ya? Apa jangan-jangan dia begal? Di siang hari gini?
"Hey! Ada apa ya dengan mobil saya?" Tanyaku sambil lari tergesa. Pria itu menenggak dan berdiri. Senyum lebar menghiasi wajah tirusnya.
Ih, kenapa juga itu cowok tiba-tiba nyengir gitu? Apa dia orang mesum?
"Kenapa nih?" Tanyaku —lagi.
"Teh Khaira? Ini mobil Teteh?"
Aku lagi-lagi menautkan kedua alisku, merasa heran. Kok cowok ini tahu namaku?
"Kamu...?"
"Aku Akhyar, temen main kelereng dulu" Jelasnya dengan nada bersemangat
"Akhyar...?" Aku berusaha kembali mengingat-ingat.
"Hadeuh... Iya ini aku si anak bawang" ujarnya sambil menderlingkan kedua matanya.
"Oh! Akhyar! Ya Ampun...! Sekarang udah gede ya? Jadi bongsor, pantesan aku pangling nih!" Mataku berbinar melihat teman masa kecilku — sebetulnya dia lebih muda tujuh tahun dariku, oleh karena itu aku dan teman-teman seusiaku selalu memanggilnya 'anak bawang'.
"Ya gede dong Teh, kan di kasih makan!"
"Hahaha, makan apa nih? Jadi tinggi gini sih?"
"Taraje! Makanya tinggi"
"Bisa aja...." Ujarku masih dengan senyuman