SMA berjalan begitu saja. Semua orang mempunyai grup nya masing-masing, seperti, anak-anak terkenal, anak-anak basket, anak-anak seni, anak-anak kutu buku. Aku juga tidak kalah dengan mereka, aku dan teman-temanku juga memiliki grup kami sendiri. Aku, Juan, Dyra, Arka, Nissa, dan Angkasa. Kami termasuk dalam anak-anak basket.
Pertemanan kami berlangsung seperti pertemanan pada umumnya. Makan di kantin bersama, bermain basket ketika jam istirahat, kerja kelompok bersama. Dan semua itu cukup menyenangkan.
“Bentar lagi udah mau SMA 3, nih. Gak berasa ya….” ucap Juan sembari melempar sebotol minuman pada Arka.
“Lu pada ada yang mau kuliah ke luar negeri, gak nanti?” tanya Nissa sambil membeli bakso.
Kami serentak menggeleng kecuali Angkasa.
“Lu pindah kemana, Sa?” tanyaku dengan nada tinggi.
“Actually, gua gak mau—”
“Lah, ya terus ngapain tadi lu bilang mau kuliah ke luar negeri?” tanya Nissa kesal bercampur bingung.
“Santai kali, Nis. Gua belum selesai ngomong.” Dia menghela napas, “gua disuruh pindah sama nyokap bokap. Gua udah bilang gak mau, cuma masih aja disuruh kuliah ke luar.”
Mulut kami serentak membentuk huruf ‘O’.
Saat kami sedang menikmati makanan kami masing-masing, Regina (salah satu perempuan dari kaum terkenal) menghampiri kami. Lebih tepatnya dia mau menghampiri aku. Entah mengapa perempuan yang terkenal dan cantik ini membenciku setengah mati.