Pertama Kali Mengenal Cinta

queenara valerie
Chapter #3

Tidak Semanis Sereal-Mu

Paramitha

Aku heran mengapa Regina bisa segitu benci nya denganku. Ibarat dia adalah awan, dan seolah-olah aku adalah orang yang bisa menjatuhkan awan dari langit. Atau jangan-jangan dia tidak tahu kalau cuma Tuhan yang bisa menjatuhkan awan dari langit? Ah, tidak mungkin. Dia tidak mungkin sebodoh itu.

Dia harus setengah mati mempertahakan posisinya sebagai salah satu cewek dari kaum terkenal. Semua hal yang dia lakukan membuatku terlihat seperti pecundang, yang mau saja melakukan apapun yang dia suruh.

Jujur, aku memang tidak pernah membenci Regina, hanya saja aku tidak suka dengan apa yang dia lakukan padaku.

Asal tahu saja, saat awal-awal masuk SMA, ketika dia menjadi siswa baru di sekolahku ini, dia mengekoriku kemana pun aku pergi dengan gaya sok kenal dan sok akrab. Dia juga sering bertanya tentang pelajaran di kelas, padahal dia tahu, kerjaanku di kelas selain mengobrol dengan temanku, ya bertanya pertanyaan tidak masuk akal pada guru.

Tapi, semenjak dia tahu bahwa nilai dia lebih tinggi dari nilaiku, dia mulai menjauh. Dan mulai mendekati Nana, si primadona sekolah, yang tingkat kepintaran dan keanggunan-nya tidak bisa diragukan lagi. Namun, kalau mau jujur, aku jauh lebih suka dengan sifat Nana. Dia memang terkenal dan 1 sekolah menyukai dia, tapi dia tidak pernah songong dan sombong seperti Regina.

Kalau dia membenciku karena aku lebih anggun, dia salah orang. Aku tidak pernah memakai minyak wangi atau make up ke sekolah, mana bisa dibilang anggun. Kalau dia membenciku karena aku lebih pintar, dia juga salah orang. Nilaiku biasa-biasa saja, berkisaran di angka 80-90, dan aku payah dalam pelajaran Matematika. Lagipula, dia seharusnya mengerti nilai di angka 90-100 itu sudah sangat cukup bahkan sempurna! Aku tidak pernah mengerti dengan pola pikir Regina yang luar biasa tidak masuk akal.

“Jadi, lu udah tahu gimana caranya buat ngajak Rain ke pesta ulang tahunnya Regina?” tanya Arka meyakinkan. Sebenarnya, aku malas membahas semua ini lagi. Teman-temanku yang jauh lebih dewasa dariku pasti mempunyai lebih dari seratus alasan untuk berdebat denganku. Sungguh topik yang membosankan. Aku selalu berpikir bahwa Rain pasti mau mengikut aku ke pesta ulang tahunnya Regina. Karena setahuku, dia pernah naksir Regina saat baru awal-awal SMA.

“Boro-boro nanya. Ngomong sama dia aja belum.” jawabku, cemberut. “Lagian pesta nya si Regina masih Sabtu malam, dan hari ini baru hari Selasa, masih banyak waktu.”

Hanya helaan napas yang lolos dari bibir mereka berdua.

Mereka tak kunjung menjawab. Kuputuskan untuk mengalihkan pembicaraan, “Juan, Nissa, sama Angkasa mana?”

Pertanyaanku untuk mengalihkan pembicaraan tidak mempan, “mereka masih ngerjain tugas, nanti katanya nyusul." Dyra kembali menghela napas panjang "Ya, terus lu pikir ngajak Rain ke pesta ulang tahunnya Regina itu gampang dan gak perlu banyak waktu?” protes Dyra. “Lu harus mulai ngomong ke dia, atau gak, langsung aja to the point, bilang aja lu make a deal sama Regina.” tambahnya.

“Ngomong langsung gitu?” tanyaku meyakinkan.

“Iya lah!” sahut mereka lancang.

“Gak usah basa-basi lagi. Langsung kasih tahu aja, biar si Rain juga tahu bahwa, ya lu ngajak dia ke pesta ulang tahu Regina bukan karena lu suka atau tertarik dengannya. Lagian Rain juga aneh, lu kan gak sengaja ngasih makanan itu ke dia, dan lu juga udah minta maaf. Kenapa dia gak maafin? Kalian kan udah kenal dan dekat lama.” gerutu Dyra, mengerutkan keningnya.

Well, setelah kupikir-pikir, apa yang diomongi Dyra benar juga. Rain memang benar-benar berubah sejak dia masuk ke kelas SMA. Dari cara dia bicara, cara dia berpenampilan benar-benar berubah menjadi lebih buruk, jauh lebih buruk!

Istirahat jam kedua nanti, aku mau mengajak dia ngomong. Belum betul-betul tahu juga apa yang akan aku lakukan untuk memastikan dia ikut denganku, namun aku harap kepintaranku bisa segera muncul kalau nanti berada di depan dia.

Lihat selengkapnya