Kami masuk ke dalam pesta ulang tahunnya Regina, “Rain dimana?” tanyanya songong.
“Tuh.” sahutku sambil menoleh ke arah Rain.
“Tumben pinter lu.” Tidak sepintar dia, iya. Tapi, jauh dibawah dia, tidak.
“Buku gua mana?” Dia memberikan buku yang ditulis tantenya padaku sebanyak 2 buah, tepat seperti apa yang aku minta. Iya lah, dia mana mungkin tidak menepati janji nya. Regina ini kan gengsinya ampun-ampunan. Dia tidak mungkin membual tentang buku yang mau dirilis tantenya.
Dia mendatangi Rain dengan gaya sok genit nya itu. Rain tidak menghiraukan dia, dan langsung berjalan ke arahku. “Lu apaan sih, Gi? Gua sama Mitha kan udah pacaran. Ngapain lu nempel-nempel?”
Regina tertegun. Muka nya menjadi datar, mulutnya terbuka sedikit, matanya menjadi belo. “hah? Apa? Apa? Lu pa…pacaran sama Pa..Paramitha?” tanya nya terputus-putus. “Mit, lu….” tambahnya—sepertinya mau menghina aku. “Buku buat lu gak jadi! Sini balikin!” bentaknya sambil menahan air mata. Dia memang selebay itu sampai-sampai harus nangis.
Aku menolak memberikan buku itu dikembalikan pada dia. Aku bilang saja bahwa dia hanya menyuruhku untuk datang kesitu dengan Rain. Dia tidak bilang kalau aku tidak boleh berpacaran dengannya. Eh—siapa juga dia melarangku berpacaran dengan Rain. Ya, walaupun semua ini hanya pura-pura.