“Jo, lu udah dimana?” tanyaku via telepon.
“Ini gua baru nyampe, lu udah dimana?”
“Gua udah masuk nih, gua di bagian buku romantis.”
Aku melambaikan tanganku dan Jonathan menghampiriku.
Lagi-lagi, banyak chat yang masuk ke ponselku. Aku tidak perlu memberi tahu lagi lah ya, siapa yang mengirimkan aku chat. Sudah pasti si monster Rain itu.
Ponselku terus bergetar dan berbunyi, membuatku sangat tidak nyaman. Aku lihat ponselku, melihat chat yang masuk sebanyak 23 chat. Huh, aku gregetan sekali dengan Rain ini. Sangat menganggu. Aku dengan Jonathan kan sedang memilih-milih buku, kenapa dia begitu repot sih.
Aku langsung saja menelepon dia dan bilang bahwa aku sedang memilih-milih buku dan jangan diaganggu. Kemudian langsung kututup teleponnya. Dia pernah bilang mau menjadi pacar yang baik. Alah, pacar yang baik tuh seharusnya tidak begini. Pacar baik macam apa dia?
Kalau dia mencari pembelaan dengan berkata bahwa apa yang dia lakukan (chat dan teleponku terus-terus-an) adalah tanda dia peduli denganku. Itu berlebihan! Itu bukan peduli, tapi menganggu.
“Ganggu banget sih.” gumamku kesal.
“Kenapa, Mit? Kok lu kayak kesel gitu, ada apa?” Jonathan sembari menatap mukaku tampak prihatin.
Aku menggaruk kepalaku yang seketika gatal, “eng…enggak. Gak ada apa-apa, cuman ini nih temen gua ganggu.”
“Oh, gua kira ada apa. Mau lanjut cari buku?” Jonathan mengulurkan tangannya kedepan seolah-olah mempersilakan aku untuk jalan duluan.
Aku memasukkan ponselku ke dalam tas ku dan melanjutkan mencari buku.
“Mit, penulis yang paling lu suka siapa?”
“Gak pernah naksir sama penulis sih…” jawabku tertawa kecil.
“Hah? Bukan itu, maksud gua—”
“Iya-iya tahu. Gua cuma bercanda. Gua gak pernah merhatiin penulis sih, mau penulis terkenal atau gak terkenal, kalau bukunya bagus, tetep dia penulis yang pinter. Makanya, kalau ditanya soal buku-buku mungkin gua tahu banyak, tapi kalau ditanya soal penulis, gua angkat tangan.” ujarku sambil berusaha mengambil buku yang berada di rak paling atas.
“Sini, gua bantu.” Jonathan mengambilkan buku yang aku mau, sementara aku melihat dia, dan satu kata tiba-tiba muncul di kepalaku, “ganteng.”
“Hah? Kenapa?”
Duh, dia mendengarnya, “enggak, gak pa-pa.”
Dia kembali memasukkan tangannya kedalam saku celananya, dan memberikan buku yang aku mau tadi, “nih bukunya. Cerita tentang apa tuh?”
Aku membaca sinopsis nya, “kayak tentang pasangan yang ngejalanin hubungan LDR. Gua mau beli ah! Sinopsis nya menarik.” Ini sudah menjadi buku keempat yang aku beli hari ini. Entah, apakah uang yang aku bawa cukup atau tidak.
Tiba-tiba dari belakang ada yang menarik tanganku, “kamu pergi sama Jonathan kok gak bilang-bilang sama aku sih?! Oke, si muka datar-ngeselin ini datang lagi, kembali menarik tanganku lagi.