Pertama Kali Mengenal Cinta

queenara valerie
Chapter #12

"Jangan Jelek-Jelekin Orang Ya"

Seperti yang sudah direncanakan, kami semua akan ngumpul di kafe yang diusulkan oleh Dyra.

Sebenarnya, malam ini Rain ada mengajakku untuk makan malam. Dan tentu kutolak mentah-mentah. Kemarin kami baru saja bentak-bentakan, dan hari ini dia langsung mengajak aku makan malam. Dia pikir dengan dia mengajak aku untuk makan malam, hatiku bisa luluh dan aku bisa menganggap seolah kejadian kemarin itu tidak terjadi? Oh, jangan harap.

Dan, aku bersyukur teman-temanku mengajakku pergi di waktu yang sama, jadi setidaknya aku tidak perlu bohong tentang alasan yang akan aku berikan pada Rain untuk menolak ajakannya.

Aku kembali membaca chat yang akan aku kirimkan pada Rain. Kulirik jam dinding di kafe, sementara menunggu teman-temanku yang selalu ngaret. Pukul 19.00, dan aku langsung memencet tombol send. "Gk bisa, gue udah janji sama temen-temen mau pergi bareng. Dan, gk usah telpon atau chat gua lagi, jangan ganggu."

Setelah memastikan pesannya terkirim, aku mengatur silent ponselku. Lalu, memasukannya kedalam tas ku. Setidaknya kalau si Rain masih menghubungiku, aku ada alasan tidak dengar.

Selagi aku menunggu teman-temanku, aku membaca buku yang aku bawa. Kembali berkosentrasi dengan buku itu, berusaha melupakan Rain dan makan malam itu.

Setelah 30 menit menunggu, Juan dan Dyra datang.

"Yang lain belom sampe juga? Dasar tukang telat." gerutu Juan, tidak sadar bahwa dirinya juga telat.

"Kita juga telat, Juaaaan. Janjian jam 7, kita baru sampe jam segini." Dyra memperlihatkan jam tangannya pada Juan. "Tuh, liat udah jam setengah 8."

"Hehe, oh iya. Maaf-maaf." Juan tersipu malu.

"Pesen dulu yuk, Ra, Mit. Gue udah laper." ajak Juan, memanggil si pelayan.

"Buset, Ju. Perut lu karet apa begimana? Tadi, lu kan bilang, lu baru selesai makan onde-onde." sindir Dyra.

"Onde-onde kecil, Ra. Gua cuman makan 3, kalau gua makan 10 baru tuh lu boleh bilang perut gua karet. 3 mah kagak kenyang kali." bela Juan, tak mau kalah.

"Kecil sih kecil, Ju. Cuman seengaknya perut lu udah ada isi. Lu tuh baru makan onde-onde sekitar 10 menit lalu."

"Udah-udah. Pesen aja, gak usah debat." Aku menyeletuk saat mereka sedang berada di tengah keseriusan perdebatan mereka tentang Juan, onde-onde, dan lapar.

"Tuh, Mitha ajak gak pa-pa, kalau gue mau pesen makan. Lu repot ah, Ra." Juan mengambil buku menu. “Nah, mba. Saya pesan ini aja nih, penne pesto, chicken cordon bleu, sama fish and chips, ya.” pinta Juan, dan disambut dengan senyuman terpaksa oleh si pelayan (mungkin si pelayan juga kagum dengan semua makanan yang dipesan oleh Juan).

Dyra memukul tangan Juan, “buset. Lu makan banyak bener.” Juan memang kalau soal makan tidak bisa diragukan. Dia makannya banyak, tapi dia gak pernah gendut. Sebagai perempuan, aku dan Dyra selalu iri padanya.

“Tenang aja sih, Ra. Nanti juga gua makan. Lu kayak baru kenal sama gua sehari aja.” protes Juan. “Lu juga kalau minum, udah kayak unta. Minum bisa sampe bergelas-gelas gitu.”

“Ya, mending minum kali. Minum air putih itu sehat, dibanding lu. Makan udah kayak beruang yang abis hibernasi.”

Si pelayan tertawa kecil, menertawakan mereka berdua. Mereka mendengarnya, “tuh kan malu. Makanya, gak usah berargumen terus, sampe diketawain sama mba nya kan. Udah biarin aja, Ra, dia mau pesan berapa makanan, terserah dia, toh juga dia kan yang makan. Lu mau pesan apa, Ra?” Aku memberikan tatapan menghakimi.

“Saya chicken parmigiana aja ya, mba.” sahut Dyra sambil memberikan buku menu ke si pelayan.

Lihat selengkapnya