Karena Jonathan sudah tahu tentang permasalahan yang sedang kami hadapi. Aku bertanya pada Jonathan apakah dia mau membantu kita atau tidak. Pertama-tama dia bertanya dulu apakah “penyelidikan” seperti ini, diperbolehkan di sekolah atau tidak. Hmm, tidak jelas sih sebenarnya. Karena kan kita melakukan “penyelidikan” seperti ini, guru-guru tentu tidak kami beri tahu.
Kedua, dia bertanya lagi apakah perbuatan seperti ini seru atau tidak. Haha, aku hampir tersedak minumanku ketika dia bertanya seperti ini. Ya, kalau untuk orang-orang yang suka menyelidik, memecahkan kasus, maka semua ini akan seru. Tapi, kalau memang orang itu tidak suka dengan semuanya, ya maka, perbuatan seperti ini akan membosankan.
Lalu yang pertanyaan dia yang ketiga, dia bertanya apakah melakukan “penyelidikan” seperti ini dosa atau tidak. Yaampun, aku harap ada satu orang di sebelahku yang membantu aku menjawab pertanyaan-pertanyaan dia. Ya, kalau menurutku sih tidak, karena kan kita hanya ingin tahu apa penyebab dari tingkah mereka yang aneh itu. Toh, kita kan juga tidak menjelek-jelekkan mereka. Kalau kami ngumpul itu, kami tidak menjelek-jelekkan mereka, kami hanya berbagi informasi tentang tingkah mereka yang aneh.
Tidak lupa, pertanyaan keempat, dia bertanya kalau “penyelidikan” yang kami lakukan ini sampai pada ketahuan guru, kami diberi hukuman atau tidak. Doraemon, kau dimana? Tolong kesini sebentar, aku butuh kau untuk membantuku menjawab semua pertanyaan ini.
Aku tidak tahu, karena kan ini pertama kalinya kita melakukan “penyelidikan” seperti ini. Ya, kalau sampai ke telinga guru, bilang saja apa ada nya, supaya mereka juga mengerti.
“Kalau pertanyaan nya belum seratus, bapak gak mau ikut yah?” sindirku sembari memberikan senyuman licik padanya. Dan akhirnya, dia mau. Huh, untung dia tidak menggenapi pertanyaan nya menjadi 5. Kalau sampai dia bertanya lagi, aku benar-benar akan menunggu Juan dan Dyra datang agar mereka bisa membantuku.
“Halo kawan-kawanku! sapa Juan sembari memanggil pelayan. Pekerjaan Juan di kafe itu hanya memanggil pelayan terus-terusan, karena perutnya terbuat dari karet. Mau makanan sebanyak apapun juga muat.
“Hei Ju, Ra! Pesen dulu sana.” suruh Jonathan, memberikan buku menu nya pada mereka berdua.
“Jadi, si Jonathan mau gak?” Dyra menyenggol bahuku, bertanya pelan padaku.
“Gue ikut kok.” Jonathan menjawab, “setelah mendengar jawaban yang sungguh teramat bijak dari Ibu Paramitha, gua ikutan. Sekalian bantuin kalian juga.” ujarnya sambil mencuri-curi padang padaku.
Well, sebenarnya pertanyaan yang Jonathan berikan padaku, tidak begitu susah untuk dijawab, hanya saja semua pertanyaan yang dia berikan itu intinya sama kecuali yang pertanyaan kedua, itu adalah pertanyaan paling tidak berguna.
“Ada apa nih? Ju, Ra?” Aku bertanya pada mereka berdua.
“Gak tahu tuh si Juan. Tadi, gua cuman disuruh siap-siap buat dia jemput dan pergi kesini.” Dyra menatapi Juan.
Juan yang baru saja selesai menyedot green tea latte nya, menceritakan semua kejadian yang dia lihat tadi siang. Dia bilang bahwa Nissa tadi ke rumah tetangganya Juan.
“Hah? Ngapain coba?” tanya Dyra heran.