Aku tidak bisa tidur dengan perasaanku yang tidak keruan. Aku terus duduk di pinggir jendela kamarku, sementara Dyra, yang menjadi teman sekamarku, sudah tertidur pulas sejak aku masuk ke kamar tadi.
Aku menatapi tempat tadi, dimana dua mahluk hidup baru saja menyelesaikan pembicaraannya. Imajinasiku terbang tinggi, dunia rasanya runtuh. Langit tidak pernah sekosong itu. Dimana bintang dalam hitungan detik hilang.
Aku menatap kehampaan yang ada di sekitarku. Kesunyian melanda keadaan sekitar. Tangan dan kakiku mulai keram. Aku mati rasa.
Tidak berani bergerak, tidak bisa berpikir jernih. Berlebihan, mungkin. Tapi, untuk aku yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta, benar-benar jatuh cinta, kurasa itu wajar. Apalagi, ditambah dengan perkataanku sebelumnya yang mengatakan bahwa aku cinta Rain. Itu benar-benar memalukan. Matanya yang menunjukkan bahwa dirinya kaget, membuatku semakin merasa bodoh.
Kemudian perasaan gugup hilang, rasa takut dan putus asa hidup. Ngilu rasanya, saat seluruh bulu dalam tubuhku naik. Bukan hanya pipiku yang merah, melainkan 1 mukaku sudah menyerupai tomat.
Mulutku yang tanpa dosanya terus memperkatakan hal-hal memalukan, harga diriku mau ditaruh dimana? Yang aku rasakan tadi bukanlah sebuah percakapan, melainkan pertengkaran antara hati dan pikiran.
Hatiku menyuruhku untuk terus bersama nya, tapi pikiranku terus mengingatkan aku akan kuliahnya nanti. Kedua hal itu terus bertengkar, tumpang tindih. Tapi, pada akhirnya aku yang akan memutuskan, dan keputusan itu belum sampai pada tanganku.
Di benakku, tidak akan pernah ada skenario seperti itu.
Kupikir, bintang akan terus bersinar.
Kupikir, mulutku akan terkendali.
Kupikir, kami tidak seserius itu. Jangankan serius, berbicara berdua di depan teras pun tidak.
Dan yang paling sakit rasanya, kupikir hati ini tidak akan jatuh pada hatimu, tapi ternyata semua ini terjadi diluar dugaan dan diluar ekspektasiku.
Jam dinding terus berputar. Suasana diluar sana perlahan sunyi. Sudah tidak ada suara sirene mobil yang menghias jalan. Bintang dengan egoisnya, kembali muncul, membuat langit begitu indah dan cantik.
Pandanganku tidak bisa digantikan dengan apapun selain tempat dimana kami berdiri. Seandainya, hati ini tidak jatuh padanya, rasa sakit ini tidak akan menyerang.
Tanpa kusadari, matahari sudah memancarkan sinarnya lagi. Tanpa kusadari, rasa sakit ini sudah menyerangku semalaman. Tidak bohong, seluruh tubuhku berhenti bertindak sepanjang malam. Hanya diam, kesunyian terdengar paling keras di kedua telingaku.