Ibadah baru saja usai. Para jemaat saling berjabat tangan. Beberapa orang berjalan menuju gerbang gedung gereja, terus melangkah keluar untuk menunggu angkutan kota. Sebagian lagi menuju tempat parkiran.
Seorang ibu berbusana long dress nampak tergesa melangkah mengikuti seorang gadis cantik bercelana kulot berpadu blus lengan 3/4, yang berjalan di bagian parkir sebelah kanan gedung gereja.
Sebelum Imelda menyentuh pintu mobilnya, si ibu yang berbusana long dress itu memanggilnya. Imelda menoleh ke belakang. Di samping ibu itu berdiri seorang pria tampan bercelana kain linen, berkemeja lengan pendek. Imelda tak mengenal pria itu.
"Nak, Ime mau ke rumah ya?" tanya ibu itu.
"Iya, Tante. Kenapa?" tanggap Imelda sopan.
"Ibu kamu bagaimana?" tanya ibu itu lagi.
"Oo...sudah baikan, Tante. Cuma sekarang, istirahat saja dulu di rumah. Paling minggu depan sudah bisa ke gereja lagi."
"Ya, semoga. Tante minta maaf, selama di rumah sakit tidak besuk ibu kamu. Ya, kamu mungkin sudah tahu. Soalnya Tante baru pulang dari Surabaya, minggu lalu. Terus sibuk dengan titipan orang. Terus kadang Tante temani ini juga...". Mendadak ibu itu seperti ingat sesuatu, saat mengangkat lima jari tangan kanannya ke arah pria di sampingnya. "Oh ya, ini kenalkan keponakan Tante."
"Paulus," kata pria itu saat berjabat tangan dengan Imelda yang juga menyebut namanya sendiri, menyambut uluran tangan pria itu.
"Dia ini baru lulus kuliah. Terus daripada lamarannya ditolak terus, Tante ajak saja kemari. Sekalian bantu-bantu bisnis om. Nanti sore kamu di rumah 'kan? Tante mau jenguk ibumu."
"Eh...sore...Ya...ya...saya di rumah." Imelda nampak ragu dengan ucapannya.
Ibu itu pun memaparkan bahwa tadi ia dan si keponakan duduk di bagian balkon. Katanya mereka agak terlambat datang, dan bangku di lantai utama sudah penuh. Imelda pun berpikir pantaslah ia tak melihat si Tante yang sering dilihatnya duduk di bagian depan. Kecuali suaminya, yang majelis gereja, yang sudah punya bangku khusus di dekat mimbar. Sedang Imelda sendiri saat itu mengambil tempat di bagian tengah lantai utama.
Seorang pria bertuxedo mendekat ke mereka bertiga. Dan bersama dengan si Tante dan Paulus, mereka berpamitan pada Imelda menuju mobil Pak Ferdinand—suami si ibu ber-long dress itu—yang terparkir di bagian sebelah kiri gedung gereja. Imelda pun segera masuk ke mobilnya.
Di depan gerbang gereja, ia memberi tumpangan dua orang jemaat yang sedang menanti pete-pete (angkutan kota). Dua orang yang kediamannya memang searah jurusan dengan kediaman Imelda.
Saat mobil escudo itu melintasi pagar rumah, Haniel dan Siska sudah berada di ruang tamu. Ucapan "Syaloom!" saling bersambut kala Imelda sudah berada di ambang pintu depan.
Haniel dan Siska datang membesuk Ibunda Imelda yang baru saja diopname selama lima hari akibat tipes yang menyerangnya. Dua sejoli itu membawa beberapa buah-buahan dan sekaleng kue.
Meski Siska bukanlah anggota persekutuan yang dimasukinya bersama Haniel, tapi bagi Imelda, Siska sudah seperti teman-temannya di persekutuan. Bahkan semua anggota persekutuan sudah tahu tentang hubungan Haniel dan Siska. Siska pun tidak pernah cemburu sedikit pun jika tahu Haniel berjalan dengan salah satu anggota persekutuan yang berjenis kelamin perempuan. Toh, jika Haniel melakukannya itupun karena ada urusan persekutuan. Itupun sangat jarang. Bahkan sebagian perempuan anggota persekutuan enggan jalan berdua dengan Haniel, walau itu hanya untuk urusan persekutuan. Mereka lebih memilih berusaha mencari teman wanita atau pria lain yang belum punya kekasih. Tapi kalau memang tak ada yang bisa menemani barulah mereka minta mohon pada Haniel.
Sepasang kekasih itu baru saja dari pasar dan toko, sepulangnya mereka dari ibadah di gereja. Siska meminta maaf sebab ia tak pernah membesuk Ibunda Imelda selama di rumah sakit.
"Tidak apa-apa. Saya mengerti. Kamu 'kan lagi penelitian di Jeneponto," ujar Imelda.
Ibunda Imelda sedang berbaring di kamar tidurnya, saat Imelda berangkat ke gereja. Selama Imelda keluar tadi, sang bunda ditemani Akbar, seorang sepupu jauh Imelda dari pihak almarhum sang ayah, yang menumpang tinggal di rumah. Sepupu yang baru saja tamat dari SMEA dan bekerja di sebuah toko sepatu. Sedang seorang penghuni lain di rumah itu, adalah Marce, adik Imelda yang sedang berada di kabupaten Wajo, mengikuti kegiatan sekolahnya.
Dan kedua sejoli lantas pamit setelah melakukan doa bersama dengan Siska sebagai pemimpin doanya.
Imelda menemani ibunya masuk kembali ke kamar tidurnya. Setelah ibunya berbaring, Imelda ke kamarnya dan mengambil beberapa buku yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang sedang digelutinya. Ia pun mengambil beberapa alat tulis dan beberapa lembar kertas double folio bergaris, lalu membawa semua barang-barang itu menuju kamar ibunya. Imelda belajar sambil memerhatikan ibunya. Dan saat kantuknya sudah tiba, ia pun beranjak ke kamarnya menirahkan tubuhnya.