Hanya ada dua orang panitia yang tidak hadir di Pantai Losari malam itu; Imelda dan Salomo. Jika ketidakhadiran Salomo bisa dimengerti semua anggota panitia, namun ketidakhadiran Imelda mengundang desas-desus tersendiri. Ada yang ingin agar posisi Imelda diganti saja. Namun ada pula yang tidak, karena segala hal terkaitan persuratan panitia masih lengkap. Akhirnya mereka memilih untuk fokus saja di bazar malam itu. Soal Imelda akan dibicarakan di rapat panitia berikutnya.
Dua buah gerobak pedagang kaki lima yang sudah menjadikan Pantai Losari tempat mangkalnya, sedang sibuk melayani pembeli. Bintang-bintang bertebaran laksana orang-orang dan lalu-lalang kendaraan yang melintas sepanjang Pantai Losari. Malam cerah menghias Ujung Pandang saat itu. Secerah wajah mereka yang menikmati suguhan nasi goreng, sarabba, bakso, pisang epe', jus alpukat dan berbagai menu lainnya yang ditawarkan para pantia pencari dana. Silih berganti, datang dan pergi orang-orang yang membeli kupon bazar di tempat itu. Beberapa orang pengurus persekutuan yang bukan panitia pun ikut hadir. Sebagian tetap bertahan tinggal bersama panitia sampai mereka semua kembali ke kediaman masing-masing, ketika waktu telah lewat jam sebelas malam.
Meski semua kupon bazar laku terjual namun apa-apa yang dibutuhkan belumlah cukup, sesuai dengan anggaran yang telah dibuat panitia; ketika Tomos, Abigail, dan Dian—koordinator seksi dana—menghitung jumlah dana dan natura yang sudah terkumpul, saat bazar telah selesai dilaksanakan. Bertiga mereka duduk di tubir pantai.
Di rumahnya, Imelda mencoba merekap sendiri pengeluaran dan pemasukan panitia. Ia pun turut menghitung seandainya jumlah kupon bazar yang diedarkan laku semua. Sebab ia tak tahu apakah kupon bazar laku semua atau tidak. Tapi Imelda tahu berapa jumlah kupon yang dibuat oleh panitia. Imelda masih terbawa emosi, sehingga ia tak mau menghubungi siapapun panitia bahkan pengurus persekutuan. Ia bahkan berjanji dalam hati untuk tidak aktif lagi di persekutuan mulai tahun depan. Meski begitu, ia masih merasa bertanggung jawab untuk menyukseskan acara, sebab ia masih sadar ia bagian dari panitia.
Imelda teringat kata-kata Tante Yolanda. Tapi ia tak ingin bertemu Om Ferdinand seorang diri. Imelda ke kediaman Salomo keesokan paginya, sebelum ke kampus, meski ia tahu kondisi Salomo belum bisa banyak gerak, terlebih ia adalah seorang mahasiswi kedokteran. Ia membawa sekaleng biskuit Khong Guan. Benar dugaannya, Salomo masih belum bisa menemaninya keluar rumah. Salomo berpesan agar Imelda mencari anggota panitia yang lain saat mengajukan proposal ke Om Ferdinand.
Imelda memang tetap membawa proposal kepanitian ke Om Ferdinand dan bersama orang lain, tapi bukan anggota panitia. Imelda tak kekurangan akal. Ia memilih Ribka dan Alce sebagai tandemnya.
Ribka dan Alce adalah dua orang yang masih berstatus mahasiswi baru yang sefakultas dengan Imelda. Dua orang adik angkatan Imelda itu begitu segan pada dirinya.
Dari rumahnya, di malam sebelumnya, Imelda menelpon Tante Yolanda. Namun Tante Yolanda meminta Imelda menemani Paulus terlebih dahulu ke pasar sentral besok siang, untuk membawakan beberapa barang kosmetik ke rekan bisnisnya. Meski hatinya menolak tapi demi kelancaran misinya Imelda terpaksa menuruti keinginan Tante Yolanda. Ia berjanji bahwa besok siang, sepulang dari kampus, ia akan ke kantor Om Ferdinand.
Imelda benar-benar harus menahan amarahnya. Bukan saja soal lelahnya ia mengurus kuliah, tapi ia juga mesti berangkat ke kantor Om Ferdinand sekedar menjemput Paulus yang sudah menunggu di depan pintu gerbang kantor, dan setelah itu segera kembali ke kantor Om Ferdinand.
Paulus duduk di bagian tengah bersama Alce. Sebuah Id Card melekat di seragam kemejanya.
Imelda memilih menunda pertemuannya dengan Om Ferdinand meski Paulus mengizinkannya. Imelda lebih memilih menyelesaikan urusannya terlebih dahulu dengan Paulus, tepatnya Tante Yolanda, yang dirasanya cuma bagian dari permainan untuk lebih mendekatkan dirinya dengan Paulus, setelah itu barulah ia akan berurusan dengan Om Ferdinand.