Begitu Paulus keluar dari toko itu, ia dicegat tiga orang pemuda. Seorang berkaos oblong, berambut gondrong sebahu memakai celana jeans sobek-sobek. Seorang berkemeja berpadu celana ponggol. Dan seorang lagi memakai baju singlet yang menampakkan sebagian tato di tubuhnya. Ketiganya mendesak Salomo ke lorong sempit samping toko itu. Si rambut gondrong, mengeluarkan sebuah benda dari balik pinggangnya berbentuk pisau yang masih bersarung. Saat itu, Paulus belum tahu bahwa benda itu bernama badik. Lelaki berbaju singlet asyik merokok di ujung lorong, Sesekali ia melihat ke arah dua kawannya dan Paulus. Dan sesekali ia melihat ke arah lain.
Lelaki berkemeja dan bercelana ponggol mendekat ke Paulus. Ia lebih menegapkan badannya. Dadanya yang membusung hanya berjarak dua centimeter dengan raga Paulus. "Hei! Mulai sekarang, kamu jangan lagi ganggu Imelda. Jangan pernah ketemu Imelda. Jangan pernah menelponnya lagi. Oh ya, perkenalkan, saya pacarnya Imelda. Dan satu lagi, kalau Imelda menghilang, kamu yang pertama saya cari." Lelaki itu tidak mengulurkan tangannya dan tak pula menyebut namanya. Lelaki itu lalu memberikan kode dengan gerakan tangan dan kepalanya kepada dua kawannya, lalu beranjak meninggalkan Paulus yang masih gugup gemetaran, menatap ketiga orang itu menumpang pete-pete.
Malamnya, di dekat sebuah dekker di sebuah gang. Beberapa orang pemuda dan remaja sedang asyik bernyanyi diiringi gitar. Beberapa bungkus kacang tergeletak diantara mereka.
"Bayar...bayar!" sahut-menyahut saat sebuah lagu selesai dinyanyikan.
Seseorang yang bertugas menjadi bandar segera menuang isi sebuah botol minuman keras ke sebuah gelas. Ia selalu melakukan hal serupa setiap kali gelas yang disodorkannya pada siapapun yang hadir di situ, ketika telah tandas isinya, termasuk dirinya. Termasuk pada lelaki yang mengaku sebagai pacar Imelda. Tapi ia menolak. "Saya nanti saja. Kalau sudah datang sepupuku kasih uang, baru saya minum. Dia bisa cium bau mulutku. Apalagi dia anak kedokteran."
"Tapi nanti kau didenda. Oke?"
"Terserah. Tapi tidak usah kalian saya belikan minuman lagi. Mau..." Lelaki itu tidak meneruskan bicaranya. Ia segera menyuruh kawan-kawannya menyembunyikan beberapa botol minuman keras. Dan segera yang lain melaksanakan perintahnya. Sebuah mobil escudo mendekat ke dekker tempat lelaki itu sedang duduk. Lampu sorot dimatikan. Mesin mobil pun dimatikan. Lelaki itu mendekat ke mobil escudo itu. Imelda tidak keluar dari mobil. Ia membuka kaca samping. Imelda menanyakan soal kejadian si lelaki dengan Paulus siang tadi. Lelaki itu pun menceritakan semuanya, termasuk bagaimana pucatnya Paulus. Imelda memberi beberapa lembar rupiah pada lelaki itu.
"Terima kasih, sepupuku yang cantik," kata lelaki itu dan memasukkan uang pemberian Imelda ke kantong celananya. Imelda menutup kaca mobilnya dan menyalakan mesin. Ia memutar mobilnya. Suara mesin mobil Imelda menyatu dengan genjrengan gitar serta suara nyanyian kawan-kawan lelaki itu yang sedang nongkrong bersamanya.
***
Di rumah Om Ferdianand, Paulus memilih tidur lebih cepat dari biasanya. Ia tidak mau bicara lagi tentang Imelda. Ia bersyukur sebab sejak pulang dari kantor, Tante Yolanda tak ada di rumah. Tante Yolanda sedang arisan. Dan setelah itu masih mau berjumpa dengan beberapa koleganya. Begitu pula dengan Om Ferdinand; masih ada pertemuan dengan pejabat dari Kalimantan di sebuah hotel. Namun seebelum tidur, Paulus menemani Devi mengerjakan Pekerjaan Rumah dari gurunya. Setelah itu ia ikut menemani Devi bermain ular tangga hingga sebuah mobil pajero melintasi halaman rumah. Om Ferdinand dan Tante Yolanda sudah tiba. Devi berjalan ke ruang tamu. Seorang pembantu membuka pintu depan. Paulus memberitahu si pembantu bahwa ia sudah mau tidur. Dan Paulus naik ke lantai dua.