Salomo baru saja pulang dari rumah salah seorang dosen pembimbing skripsinya. Ia menumpang pete-pete di depan Masjid Al-Markaz Al-Islami. Saat pete-pete yang ditumpanginya akan melintasi gedung DPRD Sulawesi Selatan, mobil itu berhenti dan seseorang penumpang masuk.
Penumpang itu duduk di seberang tempat duduk Salomo. Ada lima orang penumpang saat itu, termasuk yang di duduk di depan bersama sang sopir. Salomo memerhatikan penumpang yang baru naik itu. Ia merasa pernah melihatnya, tapi ia lupa, di mana dan kapan. Ia berusaha mengingat-ingat. Namun sampai Salomo turun dari pete-pete Salomo belum juga bisa mengingatnya.
"Tadi Haniel datang cari kamu. Katanya ia tidak bisa datang latihan vokal grup ini malam. Ia mau ke rumah sepupunya. Katanya ada urusan penting. Urusan keluarga. Tapi ia bawa stiker ini. Katanya berikan ke kamu." Lisda memberikan stiker itu ke Salomo, saat Salomo masih duduk di teras depan sambil mengisap rokoknya. Lisda kembali masuk ke dalam rumah. Ia bersama Ibunya sedang mempersiapkan makan malam.
Stiker itu adalah stiker tambahan untuk mencari dana kegiatan Natal persekutuan mereka. Tapi bukan stiker itu yang Salomo pikirkan pertama. Mendengar kata-kata kakaknya barusan, ia pun tersadar bahwa perempuan yang membuatnya penasaran di pete-pete tadi adalah sepupu Haniel, yang dijumpainya saat kebaktian sekitar dua bulan lalu di rumah Haniel.
Sehabis mandi, Salomo mengambil dos tempat pohon terang disimpan di gudang. Ia membawa dos itu dan segala pernak-perniknya ke ruang tamu. Ia memasang pohon Natal.
Beberapa kartu Natal dari keluarga sudah tiba. Salomo meletakkan kartu-kartu Natal itu di sekeliling pohon Natal. Beberapa diantaranya dari teman kantor Ibunya saat bertugas di Barru. Sebuah kartu Natal dari Om Yulius—saudara kandung Ibunya yang tinggal di Jakarta— mengeluarkan instrumen musik. Salomo mengetes lampu pohon Natal. Setelah melihatnya berkelap-kelip beberapa kali, ia pun mematikannya.
Salomo mendapat hadiah kemeja baru dari Ibunya dan Lisda. Menjelang hari Natal, ia menemani Lisda dan Ibunya ke toko, mall, supermarket dan pasar. Kesibukan mereka meningkat menjelang hari Natal. Hingga tanpa sengaja di suatu sore, saat Salomo menanti ibunya di depan sebuah toko kelontong, ia berjumpa kembali dengan seseorang yang membuatnya penasaran hari-hari belakangan itu. Perempuan yang memakai kaos oblong dan bercelana denim, dan memanggul tas ransel di punggungnya.
Perempuan itu baru saja keluar dari sebuah toko elektronik yang bersebelahan dengan toko yang baru saja dimasuki oleh Ibunda Salomo. Tangan kanannya memegang sebuah kotak bohlam lampu. Perempuan itu melihat-lihat kesana-kemari. Kendaraan lalu-lalang di sekitar toko itu.
Salomo tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia membuang puntung rokoknya yang belum setengah terbara dan sebenarnya masih mau dihisapnya. Salomo menyapanya dengan mengatakan tempat kuliah Haniel.
"Maaf, kalau saya salah orang. Haniel yang tinggal di Telkomas?" Salomo lebih memperjelas tentang Haniel siapa yang dimaksudkannya.